[🌸] Damai
Hari-hari yang terlewati setelah kejadian itu membuat semuanya terasa hampa. Beomgyu benar-benar tidak didekati Yeonjun sama sekali sesuai yang laki-laki itu katakan untuk menjauhinya. Beomgyu tidak pernah mengira perasaan kecewa yang sudah ia usahakan untuk tidak muncul justru datang sendiri akibat kebodohan dan kesalahannya.
Belakangan ini seblaknya kurang enak karena keadaan perasaannya yang tidak baik, warungnya juga jadi sering tutup. Jungkook juga hanya menjaga seblak ketika senggang, karena ia juga punya pekerjaan tetap yang lain, warung seblak CBG memang total milik Beomgyu sendiri.
“Gyu, lo beneran lagi gak jual seblak?” tanya Taehyun, memecahkan lamunannya ketika mereka berjalan ke tempat parkir sekolah. Ya, mereka baru saja memasuki waktu pulang.
“Hm? Iya, Tyun.”
“Kak Jungkook lagi sibuk-sibuknya, ya?”
Beomgyu menjawabnya dengan gumaman kecil karena pikirannya masih berlarian entah kemana. Taehyun yang merasa diabaikan dibuat bingung ketika ia sudah duduk di motornya, Beomgyu masih mematung tidak jelas di sana.
“Gyu? Halo? Ayo, naik.”
Beomgyu memang biasa menumpang dengan teman-temannya terutama Taehyun karena mereka searah. Tapi kali ini Beomgyu menggeleng, membuat pemuda tampan di depannya tambah bingung.
“Aku nganterin kamu aja sampe sini, kamu pulang aja duluan, masih ada hal yang pengen aku urus,”
“Yaudah gua temenin,”
“Eh gausah, udah kamu pulang aja, ya?”
“Beneran?” selidik Taehyun.
“Iya, Tyun ...”
Sepertinya Taehyun juga mengerti bahwa Beomgyu membutuhkan waktu sendiri. Ia pun mengangguk dan akhirnya pergi duluan dengan motornya, meninggalkan Beomgyu yang sendirian ditemani motor-motor di parkiran.
Setelah Taehyun pergi kini Beomgyu melihat ke arah sekitar, membuat memori-memori yang ia rindu mulai naik ke permukaan pikirannya menjadi satu untuk menimbulkan kembali rasa sesak di dada.
Ia mengingat betul Yeonjun sering mengajaknya untuk pulang bersama, melihat Yeonjun mengeluarkan vespa merah aka Mermet kesayangannya dari parkiran dengan senyum semangat saat pulang sekolah.
Sekarang vespa merah itu tidak ada, Yeonjun pasti sudah pulang duluan. Apa sekarang Yeonjun sudah semakin sibuk atau ia memang tidak ingin berlama-lama di sekolahnya?
Bahkan Beomgyu bisa melihat aktivitas baru Yeonjun yang jadi lebih banyak mengabiskan waktu untuk menjelajahi sekolah. Waktu itu ia ikut jadi peran penting di teater sekolah padahal bukan itu ekskulnya, lalu bintang tamu di radio jurnalistik sekolah, kabarnya juga akan tampil bernyayi di pensi sekolahnya yang sebentar lagi tiba.
Mungkin keputusan Yeonjun menjauhi dirinya ini benar. Bukan hanya karena terlalu baik kepada Beomgyu, tapi juga karena Yeonjun terlalu bersinar, sementara Beomgyu hanya akan menjadi bayangan hitam yang memuji dirinya dalam diam.
“Beomgyu? Lo ngapain bengong sendirian di sini?”
Beomgyu tersentak dan menoleh ke arah suara yang ternyata adalah Soobin, temannya sekaligus sahabat dekat Yeonjun.
“Eh, Kak ...”
Seperti tertangkap basah, Beomgyu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, sementara Soobin sendiri sudah tahu bahwa tadi laki-laki itu baru saja menatap ke tempat di mana biasa Yeonjun memarkirkan Mermet.
“Yeonjun udah pulang duluan, dia akhir-akhir ini sibuk.”
“Aku gak nanya,” Beomgyu menatap Soobin sedikit sinis, membuat yang lebih tinggi terkekeh.
“Bener? Ya, gapapa sih gue juga mau ngasih tau aja, dia akhir-akhir ini juga ikut les private, karena rencananya dia mau ambil kuliah di ...”
Soobin sengaja menggantung ucapannya yang membuat Beomgyu penasaran.
“Di mana?”
Soobin menyeringai, “Nah, kan akhirnya kepo juga,”
“Kak, ih ...”
Beomgyu sedikit memerah karena sudah ketahuan, tapi ia juga sangat ingin tahu Yeonjun ingin kuliah di mana. Siapa tahu itu adalah kampus idamannya dan mereka-
“Luar negeri. Yeonjun mau kuliah di Inggris.”
-akan bisa bersama lagi. Tapi kenyataannya tidak.
“Inggris?”
“Yap, makanya dia ambis banget, selain mau dapet beasiswa karena ini juga keinginan orang tuanya sih, Yeonjun harus dapet negeri kalo engga ya ke luar negeri, tau sendiri Njun berbakti banget sama Babeh dan Enyaknya,”
“Oh ... luar negeri ya,”
Beomgyu menunduk, menatap sepatu Soobin dengan tatapan kosong. Semua terasa sangat tiba-tiba baginya dan ia rasa ia masih belum siap.
Hati hancur yang masih perlu disusun sudah kembali berantakan. Semua sudah di luar kendalinya.
“Gyu, lo gapapa?”
“Hah ... ngga? Gapapa,”
“Bohong, terus kenapa lo nangis?”
Setelah diberitahu seperti itu Beomgyu baru menyadari pipinya basah. Ia segera mengusapnya kasar sambil sedikit terkekeh menyedihkan. Soobin yang melihat itu perlahan memegang kedua bahu Beomgyu dan menatap galaksinya yang tak secerah dulu.
“Gyu, lo suka sama Yeonjun, kan?”
“Apa sih, Kak,” Beomgyu menggeleng dan berusaha menghindari tatapan mata Soobin.
“Gausah denial, mata lo bengkak, seblak lo sering tutup, dan hari ini lo lemes banget, lo nangis dan mikirin dia setiap hari, kan?”
“Engga, Lo kenapa sih, Kak?”
Soobin mendecih, “Gue kenapa? Lo yang kenapa. Mau sampai kapan lari terus, Choi Beomgyu?”
Beomgyu terdiam. Deretan kalimat tanya itu membekukannya. Entah karena ia yang tidak bisa menjawab atau memang pertanyaan Soobin tidak ada jawabannya.
Lari? Apa selama ini Beomgyu benar-benar berlari?
“Lo gak capek, Gyu? Gue yang liat aja capek, bahkan semua orang, emang apa sih yang Lo tahan?”
“Gak ada ...” suara Beomgyu mulai memelan.
“Terus mau apa lagi? Gue kasian sama Yeonjun, biasanya dia bakal jadi pihak yang egois tapi dia kali ini ngehargain keputusan Lo bahkan milih buat berhenti, Lo seneng Gyu liat dia yang sakit?”
“Engga-”
“Engga, engga, tapi itu yang Lo lakuin, gue ini sebagai teman kalian berdua udah gue bilang. Gue gak suka liat kalian saling nyakitin tapi kayaknya di sini yang paling nyakitin itu Lo sendiri, dan Lo gak hanya nyakitin Yeonjun tapi juga diri Lo, Beomgyu.”
Merasa seperti dimarahi, Beomgyu akhirnya tak kuasa menahan tangisannya yang pecah detik itu juga. Soobin panik tentu saja, ia sepertinya sudah melewati batas. Ingin memeluk Beomgyu tapi takut banyak mata yang salah paham, apalagi Yeonjun sendiri. Akhirnya ia hanya menepuk-nepuk kepala Beomgyu pelan, menunggu tangis anak itu sedikit reda.
“Aduh, maaf, maaf, gue cuma kebawa emosi, aduh, jangan nangis Gyu ...”
“Gapapa, Kak Soobin gak salah. Maaf ... bukannya aku gak mau jawab itu semua, tapi aku lagi gak ngerti ...”
Beomgyu mengusap wajahnya asal-asalan, sementara Soobin menghela napasnya pelan, ia sendiri juga bingung tentang perasaan Beomgyu yang tidak jelas ini dan membuatnya sangat geregetan. Ia ingin memberikan Beomgyu waktu, tetapi waktu yang mereka miliki saat ini tidak banyak dan semuanya harus segera diselesaikan.
“Jangan Lo pendem sendirian. Cerita. Sama gue, sama temen-temen Lo, bahkan sama orang tua Lo sekalian. Lo lagi hilang arah, kan?”
Beomgyu mengangguk, “Aku bingung ... aku juga gak ngerti harus gimana, aku takut ngambil langkah yang salah,”
“Terus mau sampai kapan bingungnya? Sampai Yeonjun di luar negeri?”
“Gatau ...”
Beomgyu jujur tidak tahu, ini semua terlalu tiba-tiba seperti yang ia katakan. Ia terlalu takut untuk mengambil langkah yang salah, ia sendiri bahkan tidak mengerti yang hatinya mau. Ia takut semua akan bertambah buruk.
“Gyu, gunain waktu yang tersisa ini sebaik mungkin, kemarin kalian berhenti dengan gak baik-baik, hubungan kalian ini belum tuntas,” Soobin menatap netra Beomgyu penuh harap, “sebelum semuanya terlambat dan berakhir nyesel! Ya, emang sih kita masih SMA, hubungan kayak gini menurut lo gak serius, tapi apa lo gak sayang untuk mengabadikan semua momen bahagia lo sama Yeonjun bakal terus jadi momen bahagia? Kalo lo berakhir kayak gini, semua momen itu bakal jadi kenangan bahagia yang malah bikin lo sedih setiap inget,
“Bahkan gue sekarang sama anak-anak Malih mau ngabisin waktu lebih banyak lagi, sebelum kita bener-bener pisah jadi jarang main karena kondisi yang membuat semuanya berubah. Apa lo gak mau coba berdamai dulu sama Yeonjun?”
Soobin benar. Apa yang dikatakan laki-laki itu sepenuhnya benar. Waktu mereka tidak banyak dan hal-hal yang seperti mengganjal di hati harus dituntaskan dengan segera sebelum semuanya terlambat.
“Gue sebagai temen Lo berdua pasti berharap yang terbaik untuk hubungan kalian. Gue gak minta kalian untuk berakhir jadian tapi seenggaknya damai dulu, ya?”
Tetapi Beomgyu masih belum bisa menjawab pertanyaan Soobin dan berakhir menyuruh laki-laki itu untuk pulang duluan, meninggalkan Beomgyu sendiri di tempat parkir.
Damai, ya?
Beomgyu berjongkok lemas, ia masih bergelut dengan pikirannya sendiri, beruntung tidak ada siapa pun di sana. Ucapan Soobin masih melekat jelas di kepalanya, jujur ia setuju dengan semua ucapan lelaki itu.
Tapi Beomgyu masih buntu, ia masih butuh validasi lain yang bisa memberikan dukungan penuh, terutama soal perasaannya sendiri. Perasaannya yang ingin berlari menjauh tapi juga ingin berlari mengejar Yeonjun.
Ya, sebelum ia berdamai dengan Yeonjun, ia harus sudah bisa berdamai dengan dirinya sendiri. []
© 2022, moawaua.