[🌸] Date

Ini bukan pertama kalinya Yeonjun berkencan. Tapi ini pertama kalinya Yeonjun berkencan bersama orang yang benar-benar ia sukai. Biasanya ia akan menjadi pihak yang santai menghadapi hal ini, tetapi rupanya hanya karena seorang Choi Beomgyu ia sudah dibuat cemas dari tadi pagi.

Terlintas pikiran-pikiran aneh bahwa Beomgyu akan bosan dengan kencannya, tetapi sejauh pengalaman Yeonjun, mereka yang berkencan dengannya pasti tersenyum malu-malu sepanjang perjalanan.

Yeonjun menggeleng cepat, “Gak. Gua ngajak Beomgyu jalan bukan justru pengen pamer atau apa pun, gua mau hal ini ngebuat kita berdua nyaman,” ia pun menghela napasnya pasrah, “semoga Beomgyu bukan tipe yang jawabnya terserah.”

Ia berniat untuk mengajak Beomgyu kencan dari sore pukul 5 hingga malam pukul 8, tidak mungkin ia akan mengembalikan Beomgyu di atas pukul 9. Dengan vespa merah kesayangannya yang ia beri nama Mermet, Yeonjun meluncur dengan antusiasme yang tinggi, menghampiri rumah calon kekasihnya itu.

Sesampainya di sana, ada sosok pria yang juga mirip Beomgyu asyik bermain burung berwarna hijau di depan teras. Yeonjun memarkirkan Mermet di depan rumah Beomgyu, walau takut tapi Yeonjun tetap percaya diri. Perlahan ia mendekatinya dan menunduk sopan.

“Sore, Om. Saya Yeonjun, apa Beomgyunya, ada?”

Om Choi melirik Yeonjun, “Yeonjun? Pacarnya Adek? Kok gak bilang-bilang sama saya dia, sini masuk dulu,”

Yeonjun menahan senyumnya ketika disebut seperti itu, “Eh, gapapa Om, ini saya justru mau ngajak Beomgyu keluar, apa boleh Om?”

“Oh ... boleh-boleh, tapi kamu pacarnya bukan, nih? Tumben loh si Adek gak ngasih tau Babanya kalo punya pacar-”

“IHH!! BUKAN PACAR, BABAAA!!!”

Tiba-tiba Beomgyu datang sambil berteriak. Ternyata ia sudah siap dengan tampilannya yang lucu, baju putih panjang dengan lengan yang digulung, celana panjang kotak-kotak santai, tak lupa rambut panjangnya yang baru kering.

“Terus apa dong kalo bukan pacar, masa temenmu? Kan temenmu cuma tiga aja, Taehyun, Kai, sama Jeongin,”

Beomgyu mengerucutkan bibirnya ketika ia berjalan menghampiri Yeonjun, “Emang kenapa kalo nambah satu lagi? Ga enak ih, sama Kak Yeonjun langsung disangka pacar gitu,”

“Saya mah gapapa banget, Om. Tinggal tunggu persetujuan Beomgyu sama restu langsung dari Om aja,” jawab Yeonjun percaya diri.

“Wah, boleh itu, Dek Yeonjun juga ganteng, vespanya mantap, Adek pasti seneng diajak jalan-jalan terus nanti,”

“BABAAAA!”

Wajah Beomgyu memerah kesal dan malu, Yeonjun tak kuasa menahan tawa melihat percakapan lucu dan singkat Beomgyu bersama ayahnya ini.

“Adek cuma mau main sama Kak Yeonjun, udah, ya. Nanti sebelum jam setengah sembilan Adek udah pulang,”

Om Choi mengangguk, “Iya, hati-hati, Dek Yeonjun juga hati-hati, tenang aja walau pun dia berisik tapi makannya dikit kok,”

“Babaaaa!” rengek Beomgyu kesekian kalinya.

“Siap, Ommm! Kita pamit dulu!”

Mereka langsung meluncur dengan Beomgyu yang duduk di belakang tentu saja. Tadi sebelum berangkat ketika Beomgyu asyik berdebat dengan ayahnya, Yeonjun diam-diam ikut memakaikan Beomgyu helm yang dituruti anak itu tanpa sadar.

Padahal kencan mereka belum mulai, tapi Yeonjun sudah ingin mati karena gemas.

“Katanya kamu asli Bandung, kok manggilnya Baba?” ia memulai percakapan ringan mereka di atas vespa merahnya.

“Emangnya ga boleh? Aku Sunda campur Betawi soalnya, makanya pindah ke Depok karena banyak saudara di sini, Kak Yeonjun sendiri manggilnya apa?”

“Babeh dong, Kakak Betawinya kentel walau ada campur Jawa dan Padang dikit,” jawab Yeonjun bangga, “Kamu juga keliatan banget akrab ya sama Babamu, seneng deh liatnya,”

“Baba baik tapi sering iseng, tadi Kak Yeonjun juga kayak keliatan langsung akrab,” Beomgyu terkekeh pelan, “kok bisa sih, Kak?”

“Bisa dong, mengakrabkan diri sama camer, aww- iya becanda,”

Yeonjun kemudian terkekeh geli setelah Beomgyu mencubit pinggangnya.

“Kita mau ke mana?”

“Jalan-jalan dulu aja naik Mermet,”

Beomgyu menyipit heran, “Mermet apa? Duyung?”

“Nama vespa kesayangan Kakak ini, tebak singkatannya apa?”

“Merah jamet?”

“Merah metal atuh, cakep.”

Beomgyu tersenyum geli diam-diam ketika mendengar nada frustasi Yeonjun. Ia menyapu jalan raya dengan pandangannya sambil menerawang tentang satu hari dirinya bersama Yeonjun kali ini.

Beomgyu menatap wajah Yeonjun dari spionnya, “Kak, boleh gak jangan ke kafe di dalam ruangan gitu?”

“Hmm, kalo warung seblak kamu aja gimana?”

“Aku turun sekarang, ya?”

Yeonjun menahan tawanya, “Bercanda, cantik. Karena udah sore, kita ke SD terdeket aja gimana? Kayaknya masih ada yang jualan, kita beli jajanan di sana, kayak cimol, telur gulung, papeda, es teh, dan lain-lain dulu mau?”

“Mau!!!” seru Beomgyu semangat.

“Berang-berang bawa tongkat, berangkaat~”


Beomgyu makin tersenyum antusias, ia sendiri tidak mengerti mengapa bisa seakrab ini dengan Yeonjun, entah kenapa ia memang merasa nyaman saja berbicara dengan orang ini, mungkin karena kemampuan bergaul Yeonjun?

Beomgyu kini benar-benar bisa percaya bahwa Yeonjun memang orang yang baik, ia tahu itu. Memang benar adanya setiap orang itu tidak boleh dulu mengecap mereka yang tidak-tidak sebelum mengenali langsung dirinya.

Yeonjun juga berpikiran yang sama, sepanjang perjalanan mereka mengobrol dan bercanda dengan tektok yang cocok. Respon Beomgyu sesuai dengan yang diinginkan olehnya, jadi mereka bisa merasakan kenyamanan.

Jika sudah seperti ini juga, Yeonjun jadi semakin yakin bahwa ia memang tidak salah lagi bahwa ia benar-benar menyukai Beomgyu.

“Bami, kamu mau beli apa dulu, Kakak antri telur gulungnya, ya?” Yeonjun menyodorkan uang lima puluh ribu padanya, “Jangan nolak, Kakak yang traktir dan ngajak kamu jalan. Beli apa aja yang kamu mau,”

“Porsinya kita berdua tapi, ya?”

“Iya, kita berdua.”

Yeonjun memandangi wajah Beomgyu yang antusias membeli cimol di sebelah sana, terkadang ia juga terkekeh gemas ketika Beomgyu terlihat kebingungan untuk memberikan uangnya yang sudah terpecah belah. Membuat Abang telur gulung di depan Yeonjun pun menegurnya.

“Sayang banget Mas sama pacarnya?”

Dengan mempertahankan senyumnya, Yeonjun menjawab Abang tersebut, “Baru calon pacar sih, Bang. Cocok gak kita?”

“Banget, Masnya ganteng, itu Adeknya manis. Makin cocok lagi kalo belinya nambah, sih,”

“Gampang itu mah, tambah sepuluh ribu lagi,”

“Siaapp~”

Sudah ada banyak jajanan yang mereka beli, di antaranya ada es teh, mie gaul, cimol, telur gulung, cireng, cilok, dan gulali. Mereka berniat memakannya tak jauh dari SD, berhubung langit juga mau gelap, mereka pun menetap di taman hiburan di sana. Yeonjun sengaja mencari tempat di bawah pohon dekat lampu taman agar lebih terang.

“Kata Baba makannya dikit, gataunya banyak juga,”

“Mumpung gratis,” Beomgyu menjulurkan lidahnya meledek.

Yeonjun mulai memakan telur gulungnya, diikuti Beomgyu yang lebih dulu melahap mie gaulnya. Mereka terdiam beberapa saat dengan hanya sibuk terhadap makanannya masing-masing sebelum akhirnya Yeonjun memulai pembicaraan kembali.

“Kamu sejak kapan bisnis seblak? Kok bisa, sih?”

“Sebenernya iseng aja, aku kan suka banget seblak, di Depok ini seblaknya rata-rata beda racikannya sama yang aku makan, jadi yaudah aku bikin sendiri, terus bagi-bagi tetangga ... Eh, mereka pada suka jadinya disaranin jualan,”

“Itu dari SMP?” Yeonjun diam-diam tersenyum memperhatikan wajah Beomgyu yang serius ketika bercerita.

“Iya, dua tahun lalu, terus jadi lumayan terkenal kayak sekarang, Kak Kookie sering bantu-bantu aku ngurus warung juga kalo dia lagi kerja di rumah,”

“Pantes Uyong bilang kalo seblakmu enak, awalnya Kakak ga percaya, tapi setelah coba ternyata bener enak banget,”

Mendengarnya membuat Beomgyu senang, “Kak Wooyoung, ya? Kayaknya dia emang sering beli soalnya aku gak asing pas waktu itu Kakak nyamperin aku ke stand,”

“Tapi kamu beneran gak kenal kita sama sekali gitu, Bam? Kamu gak kenal Malih?”

“Malih yang temennya Bolot aku tau,”

“Yee becanda,”

Keduanya tertawa dan kembali melahap masing-masing makanannya. Hanya obrolan-obrolan santai seputar Yeonjun yang mencari tahu tentang bagaimana seorang Choi Beomgyu, tapi keduanya tidak merasakan adanya kecanggungan. Yeonjun selalu menemukan topik untuk dibahas, sementara Beomgyu menanggapi dengan jujur yang berujung menimbulkan canda tawa.

Sesekali juga mereka asyik mengambil foto untuk pemandangan langit yang mulai gelap sekaligus diam-diam memfoto satu sama lain. Keduanya sibuk dengan dunia masing, hingga tiba-tiba suara Beomgyu keluar begitu saja untuk membuka pembicaraan baru.

“Sekali lagi makasih ya, Kak.”

“Makasih?” Yeonjun menaikkan alisnya, ingin mendengar lebih.

“Jujur dua kali aku berprasangka buruk sama Kak Yeonjun, tapi ternyata Kakak malah berbanding balik sama pikiran buruk aku.”

“Taunya ganteng dan super idaman?”

Beomgyu melirik sinis, ia menusuk cimol yang ada di plastik, “Bukan gitu, tapi, ya ... Kakak baik dan ramah, enak diajak ngomong, gak nunjukin senioritas, bikin aku gak kesel kalo Kakak deketin,”

“Berarti sebelumnya kamu kesel?”

“Dikit. Segini,” Beomgyu mengisyaratkannya dengan sekecil cimol.

Yeonjun lagi-lagi tersenyum. Ia kemudian mengeluarkan kunciran berwarna hitam yang tanpa aba-aba langsung ia ikatkan pada pucuk rambut Beomgyu. Sang empu rambut awalnya bingung, tapi ia tetap diam menurut dengan wajah sedikit memerah malu.

“Kamu lucu.”

Beomgyu menolehkan kepalanya ke samping, “Ish, tiba-tiba-”

“Kakak suka.”

Kini tubuh Beomgyu yang tadinya santai langsung membeku, akhirnya ia memberanikan diri untuk kembali menatap Yeonjun yang justru menimbulkan debaran aneh di dadanya.

Di bawah langit yang mulai menggelap, Beomgyu menatap Yeonjun yang masih setia tersenyum dengan tatapan tulus selagi embusan angin membelai rambutnya.

“Ih, bercanda mulu,” bantah Beomgyu akhirnya untuk melawan kegugupan, sekaligus mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Kakak serius, Bami.”

Kini tangannya yang bebas dari tusukan cimol diraih Yeonjun dan membuat mata mereka kembali bertemu kesekian kalinya.

“Mungkin kita emang belum ada kenal dua Minggu, tapi Kakak yakin apa yang Kakak rasain ini suka. Kakak suka sama kamu, Beomgyu.”

“Kak-”

“Kamu ... mau jadi pacar Kakak?”

Pertanyaan itu akhirnya dilontarkan begitu saja oleh Yeonjun yang justru membuat Beomgyu berada di puncak bingungnya.

Beomgyu masih belum bisa mencerna hal ini sebaik ia mencerna cimol yang baru saja ia telan. Mata Yeonjun benar-benar mengharapkan sebuah jawaban, apalagi tangannya yang masih digenggam dengan lembut ini.

Tapi, sekali lagi, Beomgyu adalah makhluk paling terus terang dan tidak suka membuat orang lain repot dan merasa digantungi. Ia pun perlahan menarik tangannya dari genggaman Yeonjun, kemudian menggeleng pelan.

“Maaf, Kak. Aku gak bisa.”

Wajah Beomgyu berubah sedih, sementara Yeonjun justru terkekeh.

“Jadi Kakak ditolak, nih?”

“Maaf-”

“Eits, gak usah minta maaf, kamu gak ada salah kok minta maaf, berarti emang Kakaknya yang masih kurang,”

Mendengar itu Beomgyu menaikkan alisnya bingung, “Kurang?”

Yeonjun mengangguk, “Kamu tau gak, kamu orang kedua yang Kakak tembak, Kakak gak pernah pacaran sama sekali kecuali SD,”

“SD? Serius? Bukannya yang deketin Kak Yeonjun banyak banget?” Beomgyu melongo tidak percaya.

“Serius. Ya ... deketin mah emang iya, tapi yang buat Kakak bener-bener merasakan suka dan nyaman kan baru ke kamu aja.” Yeonjun menyeringai tipis, “Ini Kakak baru pertama kali lho ditolak, biasanya Kakak yang nolak mereka baik-baik, haha ... ternyata gini ya rasanya,”

Beomgyu menggigit bibirnya ragu, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Jujur ia juga banyak yang mendekati, tapi yang berani menembak hanya beberapa dari mereka termasuk Yeonjun. Ia belum berani untuk membuka hati dan merasakan kehidupan percintaan lagi setelah 3 tahun lamanya.

Beomgyu sendiri juga tidak menyangka akan ada momen yang seperti ini, padahal jauh di lubuk hatinya ia ingin berteman dengan Yeonjun karena jujur laki-laki di depannya ini cocok dengannya.

Kini ia hanya berharap jangan sampai karena penolakannya ini justru membuat Yeonjun sedih dan menjauh.

“Kakak marah?” cicit Beomgyu pelan.

“Ngapain marah? Kakak cuma bilang baru ditolak sekali ini sama kamu,” ia menyelesaikan kalimatnya dengan senyuman tipis.

“Berarti aku spesial?”

“Iya dong, makanya Kakak suka.”

Akhirnya Beomgyu ikut terkekeh, ia menatap mata Yeonjun dengan tulus. Ia juga heran mengapa bisa semudah itu Yeonjun menyatakan suka padanya, padahal mereka benar-benar baru kenal, mereka belum mengetahui diri masing-masing, bisa-bisanya ia sangat percaya diri untuk langsung mengajak berpacaran.

“Gapapa juga, anggep aja ini pengalaman. Percobaan pertama masih gagal,” Yeonjun pun mengusap pelan kepala Beomgyu dan menyeringai kecil, “nanti kamu Kakak tembak lagi di waktu yang tepat. Kakak gak mau nyerah lho, ya.”

Sentuhan dan suaranya bagaikan setruman reflek yang membuat darah Beomgyu mendadak berdesir. Ia menatap Yeonjun yang kini tertawa dan meminum es tehnya yang mulai mencair.

“Nanti mamnya jangan diabisin dulu, bisa kita makan sambil ngiter-ngiter jalan naik Mermet, gimana?”

“O-oke,”

“Abis ini kita cari jajanan buat keluargamu, Baba suka apa? Duh, kalo kamu bawa jaket udah Kakak ajak sampe ke Bogor buat beli tales,”

Beomgyu tidak menjawab ocehan Yeonjun setelahnya karena ia masih bergelut dengan pikiran sendiri. Ia pikir mungkin Yeonjun akan sedih atau langsung mengajaknya pulang.

Tetapi nyatanya kini sekarang ia tetap bercerita tentang banyak hal sepanjang mereka asyik memakan jajanannya di jalan. Mulai dari masalah sekolah, anak Malih, bahkan asal-usul mengapa Yeonjun suka sekali menggunakan typing jamet.

Beomgyu tidak habis pikir dengan apa yang ada di pikiran Yeonjun. Apa ia memang seperti ini? Apa benar rasa sukanya pada Beomgyu tidak sekadar main-main? Bagaimana bisa Yeonjun terlihat santai? Apa patah hati setelah ditolak tidak cukup menyakitinya? Karena ia sendiri sulit untuk menyembuhkan hal semacam itu.

Begitu banyak pertanyaan dalam kepalanya sekarang. Tapi apa pun jawabannya nanti, jujur Beomgyu senang karena nyatanya Yeonjun masih mau mengakrabkan diri dengannya.

Ia juga menyukai fakta bahwa Yeonjun memang nyaman dengannya, sebagaimana ia juga nyaman berada di dekat Yeonjun. Mungkin mereka benar-benar bisa menjalani hubungan yang baik dengan hanya seperti ini, entah hanya sekadar kenalan, teman iseng, hubungan antara kakak kelas dan adik kelas, atau yang lainnya.

Ya, bagi Beomgyu hubungan apa pun itu namanya sudah lebih dari cukup untuk sekarang. []

© 2021, moawaua.