[🌸] Judul
Dengan langkah yang pelan karena gugup, Beomgyu akhirnya sampai di tempat Yeonjun, ehm, suaminya itu berada. Sempat terlintas di pikiran Beomgyu bahwa ia ingin melarikan diri saja seperti biasanya, tetapi itu semua sudah terlambat ketika ia sudah setuju dan mengucapkan janji suci yang sama dengan pria itu.
“Beomgyu?”
Ah, sial. Sekarang saat mereka sudah menikah suara Yeonjun ketika memanggilnya benar-benar membuat Beomgyu gemetar. Melawan rasa gugup dan salah tingkahnya, ia kembali mendekat dan akhirnya berhasil melihat Yeonjun yang kini langsung meletakkan cangkir kopi dan beralih menatapnya penuh cinta.
Beomgyu merutuki dirinya yang sudah memikirkan hal aneh-aneh hanya dengan melihat Yeonjun yang duduk di teras. Padahal suaminya itu hanya memakai kaos polos dan juga celana pendek berwarna hitam, tetapi entah mengapa ia terlihat sangat seksi dan tampan di mata Beomgyu. Belum lagi rambutnya yang masih sedikit basah karena habis mandi. Boleh tidak Beomgyu langsung menciumnya sekarang juga?
“Sini duduk.” Yeonjun menepuk-nepuk lantai di sampingnya.
Beomgyu duduk dengan cepat karena energi gugupnya yang semakin meledak-ledak. Berusaha untuk mengabaikan tatapan Yeonjun di sampingnya, Beomgyu mulai mengedarkan pandangan ke seluruh halaman rumah. Tentu saja mencari topik lain yang meminimalisir kegugupannya.
“Saya masih gak nyangka bakal secepet ini, saya pikir kalo orang baru nikah itu tetep ada di rumah orang tuanya,”
“Kamu masih takut untuk satu rumah berdua saja dengan saya? Atau kamu tidak suka karena halaman rumah ini belum jadi?”
Beomgyu menggeleng cepat, “Bukan gitu, cuma kaget aja, apalagi tadi pas sebelum ngucap janji suci, aku pikir Papa Mama bakal marah karena tiba-tiba disuruh siap-siap buat dateng ke nikahan anaknya, gak taunya mereka malah seneng banget …”
“Saya justru yang sebenarnya sangat takut tidak diberikan restu oleh Papa Mama,”
Mendengar Yeonjun sudah ikut menganggap orang tuanya sebagai orang tua dia juga tentu saja membuat Beomgyu lemas. Seperti sudah ditanamkan berkali-kali kalau mereka memang sudah menikah, resmi, bukan mimpi, bukan khayalan.
“Dari awal mereka udah restu bukannya?”
“Oh, iya. Ketika pertama kali saya datang melamar kamu di rumah.” Yeonjun terkekeh pelan.
Jika dipikir-pikir lagi keduanya ini memang cukup nekat. Yeonjun cukup nekat untuk langsung datang melamar Beomgyu padahal mereka baru pertama kali bertemu, sementara Beomgyu sangat nekat untuk menghentikan pernikahan Yeonjun dan mengganti calon pengantinnya dengan dirinya sendiri.
“Aaaaa, malu banget!” Beomgyu menutup wajahnya dengan kedua tangan, “Tadi heboh banget pasti, Om lagian kenapa sih malah buru-buru nikah sama orang lain dan bukan sama saya!”
“Karena saya pikir saya sudah tidak bisa memperjuangi kamu lagi,” Yeonjun tersenyum geli, “tapi saya sangat senang ketika kamu menghentikannya sebelum hal itu benar-benar terjadi, sekali lagi terima kasih, Beomgyu.”
Ya, gimana lagi? Gue juga gak mau nyesel dan kehilangan Om buat selamanya.
Beomgyu kini menangkup kedua pipinya yang sudah panas, “Untung tadi saya cek beritanya cuma ada yang bagus-bagus.”
“Tentu saja, kamu tidak perlu khawatir tentang hal yang tidak penting, pernikahan yang kita lakukan adalah yang benar. Sudah saya katakan bahwa perjodohan ini biasa untuk hidup orang seperti kami, kan? Media dan masyarakat sudah bisa mengerti jika pernikahan ini gagal.”
Beomgyu menatap wajah Yeonjun yang meyakinkannya, “Terus gimana sama Sunoo? Dia pasti marah banget, saya bahkan belum sempet ngomong sama dia dan keluarganya seharian ini …”
“Tenang, keluarganya bahkan tidak marah, kami sudah merundingkan hal ini dengan keputusan yang cepat dan tepat, kerugian mereka sudah kami ganti lima kali lipat. Jadi kamu hanya perlu istirahat, Beomgyu. Seharian ini kamu pasti sudah sangat kelelahan, bukan?”
Menyerah, Beomgyu tidak berniat untuk bertanya kembali dan memilih untuk menikmati waktu yang sudah ada di depan matanya. Ia memilih diam dan Yeonjun memanfaatkan waktu itu untuk mempersempit jarak mereka berdua, membuat Beomgyu kini bersandar padanya.
“Om gak nyeselkan nikah sama aku?”
Kini rasa lemas dan gemetar itu beralih ke Yeonjun akibat Beomgyu menggunakan panggilan ‘aku’ untuk dirinya. Ditambah lagi ketika tangannya juga mulai ikut melingkari tubuh Yeonjun, mengubah posisi mereka menjadi berpelukan.
“Penyesalan terbesar dalam hidup saya hanya akan terjadi ketika saya tidak bisa mendapatkan hati kamu Beomgyu.”
“Tapi aku belum ada pengalaman, aku takut gak bisa jadi suami yang baik buat Om Yeonjun, tapi aku juga gak mau kalo Om nikah sama orang lain ...”
Yeonjun perlahan meraih jemari Beomgyu yang tersematkan cincin berlian darinya, “Saya pun tidak, karena ini pertama kalinya saya dan kamu menikah,” ia kemudian membawa jemari lentik itu untuk ia kecup lembut, “tetapi saya berjanji akan melakukan yang terbaik, saya akan mendukung penuh masa-masa kuliahmu, ketika kamu sudah lulus dan ingin bekerja pun tidak akan saya larang, sebisa mungkin saya tidak akan melakukan hal yang merugikan dan membuat kamu sedih, Beomgyu.”
Hati Beomgyu menghangat, ia juga membawa jemari Yeonjun ke bibirnya untuk ia kecup, “Aku juga bakal berusaha menjadi yang terbaik untuk Om, karena ketika aku ngucap janji suci di depan Om dan semua orang yang liat, aku juga serius banget tentang hal itu.”
Kini kedua netra itu saling bertatapan, menerbitkan dua senyuman cerah di bibir sang insan yang justru sedang tenggelam dalam cinta yang begitu dalam. Entah terbawa suasana atau memang keinginan hati, tanpa menunggu waktu lama lagi kedua bibir itu sudah kembali bertemu untuk ke sekian kalinya.
“EHEM! Pengantin baru kalo ciuman emang gak kenal tempat, ya?”
Terkejut mendengar suara lain yang tentunya bukan berasal dari mereka berdua, Beomgyu reflek mendorong Yeonjun cukup kuat dan langsung membelalakkan matanya begitu melihat siapa yang tiba-tiba ada di depan mereka saat ini.
“Sunoo? Kamu-”
“Iya, iya, maaf ngagetin banget datengnya mana malem-malem juga,” Sunoo mengangkat sebuah bingkisan besar di tangannya, “aku mau ngasih ini sebagai hadiah atas pernikahan kalian.”
Yeonjun langsung berdiri dan diikuti oleh Beomgyu yang saling salah tingkah. Memangnya siapa yang tidak terkejut ketika asyik bermesraan ada tamu yang datang di rumahnya? Sebenarnya salah Yeonjun sendiri karena rumah baru ini memang belum mempunyai pagar besar seperti rumah milik papanya.
“Terima kasih, Sunoo. Maaf merepotkan kamu malam-malam begini, kenapa kamu tidak berkabar terlebih dahulu?”
“Gak sama sekali, Kak. Aku udah pamit duluan sama Om Taehyung, karena besok aku justru gak ada waktu jadi aku kejar malam ini sebelum aku nyesel,” Sunoo kemudian melirik Beomgyu yang masih menunduk karena malu, “dan aku juga sengaja mau ketemu sama Beomgyu, ada yang mau aku omongin sama dia.”
Merasa namanya disebut, Beomgyu mengangkat kepalanya cemas, “Saya?”
Sunoo mengangguk dan meraih pergelangan tangan Beomgyu untuk ia bawa jauh-jauh dari Yeonjun yang masih bingung dengan bingkisan di tangannya. Beomgyu ingin membuka suara sebelum Sunoo mengarahkan telunjuk ke arah bibirnya yang mungil.
“Sst, aku cuma mau ngomong sama kamu, bukan sama Kak Yeonjun,” Sunoo tersenyum tipis dan menjabat tangan Beomgyu, “selamat ya, atas pernikahan kamu sama Kak Yeonjun, mau bilang turut bahagia, tapi aku masih sedikit sedih, sih …”
“Sunoo …”
“Tapi gapapa, justru aku bakal marah banget sih emang kalo sampe akhir kamu gak mau ngaku suka sama Kak Yeonjun, padahal aku udah mau egois aja dan tetep nikah meski Kak Yeonjun gak suka sama aku, tapi gak taunya ada jalan takdir yang lebih gak disangka lagi,”
Mendengar ucapan Sunoo, Beomgyu tahu, ia sama-sama manusia yang memiliki perasaan, pasti akan menyakitkan jika ia berada di pihak Sunoo. Umurnya pun sama dengannya, masih ada jalan hidup yang lebih menarik untuk ia jelajahi kembali, Beomgyu yakin Sunoo adalah orang baik yang juga akan menemukan takdir yang baik.
“Makasih, ya, Sunoo. Berkat kamu juga mungkin kita gak akan nikah, makasih udah ngerelain Om Yeonjun untuk aku … aku janji gak akan ngecewain dan ngesia-siain keputusan yang kamu buat, aku bakal ngejaga Om Yeonjun dan mencintai dia lebih besar dari yang dia tau, bahkan yang semua orang tau juga.”
Sunoo menatap wajah Beomgyu yang tersenyum manis, bahkan dari nada suaranya saja ia sudah terdengar tulus, sepertinya Yeonjun memang tidak salah juga dalam mencintai seseorang. Jika seperti ini Sunoo akan rela jika Yeonjun berakhir bersama orang yang tepat.
“Ah, dan satu lagi,”
“Ya?”
Wajah Sunoo mendadak memerah, entah karena dingin atau karena malu, yang jelas gelagatnya seperti orang yang ingin pipis tapi tertahan.
“Kamu tau kan aku suka sama Kak Yeonjun banget? Dia itu tipeku, dan karena kamu berhasil dapetin hati orang kayak dia … aku mau minta saran, kira-kira apa yang harus aku lakuin supaya orang kayak dia bisa suka juga sama aku?”
Beomgyu mematung dalam beberapa saat sebelum akhirnya ia mengeluarkan kekehan kecil. Nyatanya laki-laki di depannya ini lucu juga dan sangat pantang menyerah, tidak heran ia tetap setuju untuk melaksanakan pernikahan tersebut. Sementara Sunoo tentu saja bingung mendapat respon seperti itu yang sontak membuat wajahnya semakin memerah.
“Kenapa? Aku gak bakal jadi tipe orang sekeren dia, ya???”
“Hmm, gimana ya jawabnya?” Beomgyu sedikit menggodanya, “kayaknya bakal banyak tipsnya deh ini, seharian pun gak kelar,”
“Yah, tapi aku bakal ke Jepang besok, aku butuh jawabannya sekarang …”
Mendapati Sunoo mulai panik dan sangat penasaran, Beomgyu meraih tangan Sunoo dan menggenggamnya lembut, “Justru karena kamu bakal pergi, gimana kalo kita lanjutnya di chat aja? Masih banyak waktu untuk itu, kan?”
Mendengar tawaran pemuda manis itu dan juga sinyal dari tatapan lembutnya, Sunoo langsung bisa mengerti bahwa ini pertanda dari awal dimulainya pertemanan baik antara dirinya dan juga Beomgyu.
Akhirnya Sunoo pun mengangguk dan ikut tersenyum manis, “Oke, mohon bantuannya, ya, Beomgyu!”
Sementara di sisi lain Yeonjun sedang menunggu keduanya kembali dari perbincangan kecil mereka dengan gelisah. Ia takut terjadi hal buruk karena hubungan keduanya sempat tidak baik, tetapi setelah melihat keduanya berjalan mendekat sambil bergandengan tangan, Yeonjun kembali menarik semua pikiran buruknya tadi.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Yeonjun penasaran.
“Rahasia~ ya, gak, Noo?”
Sunoo mengangguk mantap, “Kalo gitu aku pulang dulu, ya?” kemudian ia menatap sosok anak kecil yang sedang berlari mendekatinya, “ah, tuh kan udah disamperin, sini Niki!!!”
“Kakak, ayo berangkat udah ditunggu Papa Mama!”
Melihat anak kecil itu sudah sangat ingin pulang, Beomgyu dan Yeonjun mengerti, ia segera memberi jabatan tangan terakhir untuk Sunoo sebelum beranjak dari rumah mereka.
“Jaga kesehatan kamu, Sunoo. Hati-hati di jalan, salam untuk keluarga kamu.”
“Hati-hati, jangan lupa mampir kalau kamu sempet, kabari aku terus, ya?”
Sunoo tersenyum pada keduanya, “Siap, makasih. Oh iya, ayo Niki pamit dulu sama temen Kakak.”
Niki si bocah kecil itu langsung menatap Yeonjun dan Beomgyu secara bergantian untuk mengingat-ingat sesuatu.
“Ooohh!! Yang tadi pagi nikah, ya? Kalo gak salah namanya … Om Yeonjun dan eee …”
Beomgyu sedikit gugup ketika anak kecil itu mulai menggantung ucapannya, sempat terpikirkan dia akan menjawab Sunoo, sampai akhirnya apa yang ia dengar justru membuatnya mau tak mau terkejut.
“Kakak kinci mbul!!! Iya, kan?”
Sepasang pengantin itu saling menoleh dan tertawa, diikuti oleh Sunoo yang kini mengacak-acak rambut adiknya gemas.
Senyum tak juga luntur dari bibir mereka berdua, membuat Yeonjun kembali menggenggam tangan mungil Beomgyu, membawa jari manis yang tersematkan cincin pernikahan mereka untuk ia kecup lembut selagi matanya terpaku pada sang suami tercinta, menyetujui ucapan sang bocah kecil atas julukan yang tepat untuk keduanya—dan juga judul yang sangat cocok untuk kisah cinta mereka berdua.
“Ya, Om dan Mbul.” []
© 2022, moawaua.