[🌸] Kenapa

Tidak ingin apa yang dikatakan Wooyoung dan Soobin terjadi, Yeonjun pun akhirnya tidak bisa menahan diri lagi untuk kembali menemui Beomgyu. Ini sudah seminggu lebih atau kurang ia tidak tahu, yang jelas itu sudah cukup lama untuknya memendam rindu. Dengan vespa merahnya, malam-malam ini ia melesat dengan cepat ke warung seblak CBG.

Yeonjun berniat menyamar, ia datang dan langsung duduk di meja paling belakang seperti biasa dengan tampilan hoodie hitam dan juga kacamata hitam berserta masker hitam. Tapi sialnya ia yang berniat menjadi orang yang diabaikan, justru malah jadi pusat perhatian karena sekarang dirinya terlihat seperti pencuri.

“Gyu, liat deh itu yang baru dateng, kok serem,” Jungkook menyenggol lengan Beomgyu yang sedang meracik minuman.

“Hah? Siapa?”

Mungkin niat Jungkook ingin memperlihatkan sosok orang aneh yang mencurigakan itu untuk membuat Beomgyu waspada, tapi justru ketika melihatnya walau hanya beberapa detik malah membuat napas Beomgyu tercekat.

Ia tahu betul siapa orang itu walau pakaiannya sudah seperti orang aneh, karena memang keanehannya itu lah justru yang menyadarkan Beomgyu.

“Gapapa, itu Kak Yeonjun.”

“Hah? Yeonjun?”

Beomgyu menyerahkan minuman pelanggan lain kepada Jungkook, sementara ia kini mengambil catatan kecil dan pulpen. Ia langsung segera menghampiri Yeonjun, benar saja gelagat laki-laki itu mendadak panik dan sebisa mungkin menutupi wajahnya yang sudah sangat tertutup itu.

“Mau pesan apa, Kak?”

“Ehm, seblak satu,”

“Minumnya?”

“Jus jeruk,”

Beomgyu mengangguk-angguk lagi, “Gak sekalian sama roti bakarnya kayak biasa?”

“Boleh- lho?”

“Ngga usah nyamar juga aku udah tau, Kak Yeonjun.”

Yeonjun terkesiap, ia sudah tertangkap basah, langsung saja ia melepas semua perlengkapannya dengan malu. Pelanggan di sana nyatanya masih memperhatikan dan ikut terkejut ternyata ada sosok tampan di balik tampilan aneh tadi.

“Kok kamu tau?!”

“Satu, ada Mermet di parkiran. Dua, kelakuan aneh Kak Njun juga udah bukan hal biasa lagi, gak inget Kakak pernah juga pakai kostum badut buat pura-pura nyulik aku satu bulan yang lalu?”

Yeonjun mati kutu, ia pun cemberut, “Yaudah iya, Kakak ketauan, Kakak nyerah deh,” matanya pun menatap Beomgyu dengan sejuta kerinduan yang tersirat jelas, “Kakak gak bisa nahan lagi, Kakak kangen sama kamu, Bami.”

Beomgyu menghela napasnya. Jujur dalam hatinya ia senang mendengar pengakuan seperti itu, ia sendiri walau malas mengakuinya juga rindu akan kehadiran Yeonjun, persis seperti prasangka teman-temannya.

Yeonjun, laki-laki itu seperti sudah masuk dalam kehidupan Beomgyu dan menjadi bagian yang penting untuk selalu hadir di pikirannya.

Menghindari kontak mata dengannya, Beomgyu pun pergi sebentar untuk mempersiapkan pesanan milik pemuda itu lalu tak sengaja berpapasan dengan kakaknya yang sudah rapih.

“Kakak pulang dulu, ya. Kamu abis ini langsung tutup aja, Yeonjun pelanggan terakhir pokoknya.” ucap Jungkook, ia juga sengaja mempersilakan waktu untuk mereka berduaan.

“Oh, oke, hati-hati.”

Beomgyu kembali membawa nampan berisikan semangkuk seblak dan jus jeruk, ia memberikannya kepada Yeonjun dan juga ikut duduk untuk kembali menemani kakak kelasnya ini makan.

“Kamu gak sekalian makan juga? Udah mual ya, sama seblak?”

“Engga juga, aku kan makannya dikit dibilang,”

“Yaudah ini makan lagi, mau Kakak suapin?” Yeonjun menyodorkan sendoknya ke depan, tapi segera ia tarik kembali saat melihat wajah datar Beomgyu, “gak jadi, maaf.”

Beomgyu jujur bingung. Ia melihat Yeonjun sudah bisa sesantai ini sementara mereka sudah bertengkar lebih dari seminggu. Laki-laki itu datang dengan gelagat yang sama dan juga terus terang yang sama seperti biasanya.

Apakah Yeonjun benar-benar baik saja setelah ia menyakiti hatinya waktu itu? Apa benar bahwa dia juga laki-laki baik yang tulus dan tidak boleh Beomgyu sia-siakan?

“Kakak kok masih bisa biasa aja, sih?”

Yeonjun menaikkan sebelah alisnya, “Biasa aja gimana?”

“Kak Njun gak marah sama aku karena aku udah nyuruh Kakak berhenti?”

Ya, Beomgyu juga tidak kalah dan sama-sama tetap berterus terang. Ia ingin mengakhiri apa pun yang mengganjal di hatinya dengan segera, ia jujur juga tidak ingin hubungannya dengan Yeonjun berakhir buruk, ia harus memastikan hal itu sekali lagi.

Sementara Yeonjun yang ditanya seperti itu menghentikan acara suap-menyuap seblaknya sejenak, “Ngga, justru Kakak yang kecewa sama diri sendiri, kok bisa-bisanya gak bisa dapetin hati kamu.”

Mendengarnya membuat Beomgyu antara senang dan tidak senang. Jawaban itu sangat Yeonjun sekali, harusnya ia tidak usah bertanya lagi. Beomgyu juga masih mengingat betul kata-kata Yeonjun tentang bukan cinta yang salah melainkan orang yang dicintai.

Apa Yeonjun masih menganggap bahwa dirinya tetap membuat ia bahagia? Apa Yeonjun tetap menganggap bahwa dirinya bukan orang yang salah untuk dicintai?

“Ini udah mau jam 10, kamu udah mau tutup, kan? Yuk, Kakak bantuin cuci semua peralatannya,”

“Eh, Kak-”

“Udah gapapa biar cepet.”

Mereka pun kini mencuci peralatan dan membereskan warung bersama-sama diselingi obrolan-obrolan dan candaan kecil seperti biasa. Beomgyu sesekali melirik Yeonjun yang tetap menunjukkan wajah tenangnya, bahkan sesekali bernyanyi ketika memunguti sampah-sampah di lantai. Ia begitu senang dan damai melihat Yeonjun ada di sisinya seperti ini, sepertinya lebih bagus jika mereka berbaikan dari pada bermusuhan seperti kemarin.

Tapi Beomgyu jadi semakin tidak mengerti perasaan apa yang ada dalam dirinya sekarang terhadap Yeonjun. Apa benar Beomgyu sudah ikut jatuh terhadap segala pesona dan juga kebaikan Yeonjun? Tapi Beomgyu masih terlalu takut untuk menganggap Yeonjun sebaliknya, jika Beomgyu memang baik untuk Yeonjun, apa Yeonjun juga benar-benar baik untuk dirinya?

Haruskah Beomgyu benar-benar percaya bahwa Yeonjun bukanlah orang yang salah untuknya? Haruskah ia menerima Yeonjun dan mengakhiri penderitaan dalam dirinya ini?


“Wow, udah jam 10 lewat, kamu Kakak anterin pulang mau, ya?”

Setelah diam sedari tadi, Beomgyu pun ingin meresponnya. Ia ingin menerima tawaran Yeonjun, tapi dalam lubuk hatinya ada satu hal yang perlu Beomgyu lakukan untuk menemukan jawaban atas segala pertanyaan di benaknya saat ini.

Ia mulai merogoh tasnya, dan kemudian menatap Yeonjun dengan raut panik, “Gembok pintu lipat besi warungnya hilang!”

Yeonjun menoleh cepat, “Hah? Hilang?”

“Iya, yaudah Kak Njun pulang aja duluan, aku bakal cari-”

“Mana ada, Kakak bakal ikut kamu nyari sampai ketemu pokoknya.”

Beomgyu pun terdiam menerima respon begitu. Mereka berdua mulai mencari kunci dan gemboknya di seluruh ruangan, mulai dari kolong-kolong meja dan bangku, dapur, toilet, bahkan tempat sampah.

“Udah Kak Njun, pulang aja, aku bakal minta jemput sama Kak Kookie bentar lagi,”

“Ngga, ngga boleh, kita harus cari sampe dapet, nanti kalo kamu kemalingan gimana?”

Wajah Yeonjun sudah berkeringat mencarinya ke sana ke mari. Ini sudah hampir pukul setengah 12 malam, selama dua jam mereka mencarinya. Padahal Yeonjun bisa saja pulang sedari tadi dan Beomgyu juga bisa saja meminta Jungkook untuk datang membawa kunci cadangan. Tetapi Yeonjun memilih untuk tetap menunggu dan menemaninya, laki-laki itu benar-benar tulus untuk tetap hadir di sini.

Beomgyu sudah tidak menahannya lagi, akhirnya ia kembali bersuara.

“Kak, sebenernya kunci dan gemboknya gak hilang.” jujur Beomgyu, “dua-duanya ada di tasku.”

Yeonjun melongo, “Beneran?”

Beomgyu mengangguk takut, ia bahkan sedikit menundukkan kepala sambil memperlihatkan kunci dan gembok yang ia keluarkan dari tasnya.

“Hahaha, kamu gimana, sih? Tadi gak dicek dulu? Bami ... Bami ...”

Yeonjun justru meloloskan tawa lega sambil mengacak pelan rambutnya. Beomgyu semakin tidak mengerti, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mengapa laki-laki itu tidak marah? Mengapa Yeonjun tetap ada di sampingnya sampai detik ini?

“Aku cuma mau nguji Kakak lewat hal kecil ... kunci itu gak hilang, tapi ternyata Kakak beneran tetap ada di sini ...”

Yeonjun yang tadinya berwajah lega kini kembali bingung saat ia menatap Beomgyu yang justru menangis. Beomgyu sedang menatapnya pilu, ada apa dengan lelaki manis itu?

“Bami, kamu gapapa? Hey ...”

Yang lebih tua memegang pundak yang lebih muda, sementara Beomgyu tetap menundukkan kepalanya sambil terus menangis.

“Kenapa, Kak? Kenapa Kakak beneran tetep milih ada di sini?” tubuh Beomgyu bergetar karena isak tangis, “Kenapa Kak Njun baik banget sama aku? Padahal aku bohong, aku sengaja mau nguji Kak Yeonjun ...”

“Gyu, gapapa, Kakak ga marah, apa pun alasannya Kakak tetep ingin nemenin kamu sampe sekarang,”

Yeonjun lagi-lagi belum mengerti, membuat Beomgyu kini menatap wajahnya dengan mata yang kian memanas, “Kakak terlalu baik, padahal ucapanku tadi belum tentu bener dan Kakak tetep aja nurutin dan ikut bantuin aku, kenapa Kak? Kenapa?!”

“Gyu ...”

“Kakak selalu bilang aku adalah orang yang gak salah untuk dicintai, tapi apa, Kak? Bukannya aku selalu ngecewain Kak Yeonjun? Kakak gak sedih? Kakak gak marah? Kak Yeonjun kenapa baik banget sama aku yang selalu ngasih harapan palsu ke Kakak?! KENAPA KAK?”

Beomgyu meledak-ledak, dan kini Yeonjun mengerti, ternyata itu maksud Beomgyu sebenarnya selama inj. Yeonjun menghela napas gusar, raut wajahnya kini ikut berubah pilu sambil menatap mata merah Beomgyu yang tak secerah dulu.

“Beomgyu, Kakak khawatir banget sama kamu, ini udah malem. Lagian apa aja juga Kakak turutin demi kamu, ya anggep aja Kakak udah jadi bulol karena kamu,” Yeonjun tersenyum pahit, “tapi Kakak gak nyangka kalo kamu justru malah sedih karena ini, kamu sedih karena kamu gak bisa bales perasaan Kakak, kan?”

Tunggu-

“Kak-”

“Kamu beneran ingin Kakak berhenti?”

Hati Beomgyu dibuat mencelos mendengarnya. Ia menatap Yeonjun yang kini matanya ikut memerah, tapi sepertinya laki-laki itu berusaha keras untuk tidak meloloskan air matanya.

“Oke, Kakak janji Kakak bakal berhenti. Bukannya Kakak udah pernah bilang? Harusnya jatuh cinta sama orang gak salah itu justru yang bikin kita bahagia, tapi justru karena itu Kakak juga jadi egois.” Yeonjun menatap Beomgyu yang sudah kehilangan kata-katanya, “Jatuh cinta yang sesungguhnya itu harus ada dua pihak yang saling mencintai. Kalau cuma Kakak sendiri itu namanya obsesi. Maaf juga ternyata kamu malah yang keliatan menderita sama cinta-cintaan ini.”

“Kak Yeonjun ...”

“Maafin Kakak, Bami. Setelah ini Kakak gak bakal ganggu kamu lagi. Maaf, ya? Kamu pengen Kakak pergi, kan? Tapi sebelum itu izinin Kakak nganter kamu sampe pulang dengan selamat boleh?”

Beomgyu yang sudah tidak tahu harus berbuat apa hanya diam, ia tetap menerima tawaran Yeonjun. Sepanjang perjalanan Beomgyu menangis sambil memeluk tubuh Yeonjun dari belakang, yang entah kenapa ia bisa rasakan bahwa ini kali terakhirnya ia bisa memeluk Yeonjun.

Bahkan saat sudah sampai rumah pun Beomgyu juga belum menakhiri tangisannya. Yeonjun tersenyum tipis dan merasa bersalah. Ia melepaskan helm pada kepala Beomgyu, sama seperti ia memasangkan helm pada Beomgyu untuk pertama kalinya ketika mereka berdua berkencan.

Yeonjun pun menepuk-nepuk pucuk kepala Beomgyu dengan tangannya yang sedikit gemetar.

“Sebelum kamu masuk ke rumah dan Kakak gak pernah liat kamu lagi, boleh gak Kakak ngomong sesuatu untuk terakhir kali?”

Diamnya Beomgyu yang menangis justru membuat hati Yeonjun semakin sakit, tapi mau tak mau ia tetap melanjutkan ucapannya.

“Makasih udah kuat ngadepin Kakak selama ini padahal kamu tersiksa, makasih udah mau jadi bahagianya Kakak walau kamu gak suka, dan makasih udah pernah singgah, walau kamu gak sungguh.”

Kak, jangan-

“Jaga diri kamu baik-baik, ya. Kakak pulang dulu dan doain semoga Kakak cepet move on dari kamu, oke?”

Senyum Yeonjun adalah yang terakhir Beomgyu lihat sebelum ia membalik tubuhnya untuk menangis lebih keras. Yeonjun benar-benar pergi meninggalkan Beomgyu yang kini berjongkok sambil memeluk dirinya sendiri.

“Kak Yeonjun ... padahal bukan itu yang kumaksud, aku ... aku nguji Kakak bukan justru mau ngakhirin ini,” Beomgyu terisak penuh penyesalan, “justru aku lagi memantapkan hati aku untuk milih Kakak jadi orang yang tepat, aku lagi mau buktiin omongan Kak Yeonjun gak salah, jatuh cinta sama orang yang bikin kita bahagia itu gak salah ... Kak Yeonjun juga bukan orang yang salah untuk dicintai ...”

Beomgyu terisak hingga suaranya bergetar dan ia kesulitan bernapas. Semuanya sudah terlambat, semua berantakan, Yeonjun akan berpikir jika sekarang ia mengaku bahwa ia mencintainya, maka Yeonjun akan merasa bahwa ia dikasihani dan dibohongi. Semuanya benar-benar berantakan dan ini karena kesalahan yang baru terlambat ia sadari.

Ya, Beomgyu sudah tidak bisa menyangkal lagi bahwa ia benar-benar sudah jatuh hati pada Yeonjun.

Tetapi sayangnya takdir berkata lain. Di saat Yeonjun sudah berhenti, justru Beomgyu baru ingin memulai. []

© 2021, moawaua.