[🌸] Kusut
Bodoh.
Satu kata dengan berbagai makna yang sangat menggambarkan Yeonjun saat ini. Barangkali ia bodoh karena menyesal belum sempat mengutarakan perasaannya pada Beomgyu. Barangkali ia bodoh karena menjadikan Sunoo pelampiasan setelah menjodohkan Beomgyu dengan Heeseung sahabatnya sendiri. Barangkali juga ia bodoh karena tetap membiarkan itu semua terjadi tanpa adanya usaha untuk memperbaiki.
Yeonjun hanya terus menuai, menuai, dan menuai kesalahan yang baru pada garis takdirnya sendiri.
Seperti sekarang ini ketika ia menyetujui untuk menjemput Beomgyu dan membawanya pulang ke tempat tinggalnya. Beomgyu-nya yang baru saja selesai bertunangan dengan sahabatnya sendiri, kini duduk memeluk dirinya sendiri di atas kasur tempatnya biasa mengistirahatkan diri.
Yeonjun pikir harusnya hanya ia yang terlihat kacau, tetapi ternyata tidak.
Beomgyu di depannya saat ini lebih kacau dari apa pun. Rambut yang biasanya tergerai lemas itu kini berantakan, wajah yang biasanya berseri penuh senyuman kini basah karena air mata, dan mata yang biasanya bersinar terang kini ikut meredup bak kehilangan cahayanya.
“Lo kenapa lagi?” akhirnya Yeonjun bertanya seraya mendekat, “Lo kan baru tunangan, bahagia dong, Gyu.”
Yeonjun tersenyum tipis penuh kepalsuan. Beomgyu kini meliriknya, laki-laki itu juga sedikit menyunggingkan senyuman yang mungkin lebih mirip dengan seringai.
“Tunangan, ya? Haha, harusnya gue bahagia ... kalo gue tunangannya sama Lo.”
Beomgyu mabuk, Yeonjun tahu itu. Ia mencoba tetap terkontrol dan kini membantu menghilangkan bekas air mata di pipi laki-laki itu dengan usapan ibu jari perlahan.
“Ngeledek gue Lo, kan yang ditinggal tunangan gue, Gyu. Harusnya gue aja yang sedih,”
“Kalo Lo sedih kenapa Lo gak bilang? KENAPA LO GAK NGOMONG SAMA SEKALI KE GUE, JUN?!”
Beomgyu menepis tangan Yeonjun kasar dari wajahnya. Matanya yang sudah merah akibat alkohol dan air mata menatap Yeonjun penuh amarah frustasi. Yeonjun berusaha untuk menenangkan Beomgyu dengan meraih pundaknya tetapi lagi-lagi ditolak mentah oleh yang lebih muda.
“Gue gak mau tunangan sama Heeseung! Gue gak mau Lo jadian sama Sunoo! Gue gak mau, Jun! Gue gak mau!”
Kali ini Yeonjun diam, ada yang tidak beres di sini. Yeonjun tidak ingin berharap apa pun pada Beomgyu yang sedang mabuk di depannya. Tetapi jauh di lubuk hatinya ia menginginkan sesuatu yang lebih.
“Terus apa yang Lo mau?”
“Lo, Yeonjun. Gue mau Lo.”
Napas Yeonjun tercekat selama beberapa saat, bisa ia rasakan juga darah berdesir di sekujur tubuhnya. Tanpa ia sadari, tangannya kini perlahan meraih wajah Beomgyu, menangkupnya, membuat kedua netra mereka bertatapan lekat seakan waktu berhenti saat itu juga.
“Do you love me?”
Yeonjun bertanya serius, dan Beomgyu menanggapinya dengan senyuman lembut.
“I love you. I love you the most and i always do.”
Kini yang lebih tua mendengus sambil menggelengkan kepalanya, “Lo mabuk.”
Apa yang bisa ia harapkan dari orang yang mabuk? Bukankah semua perkataannya bisa saja hanya racauan belaka? Yeonjun tidak ingin menuai kebodohannya lagi, kini ia bangkit dari ranjang untuk menjauhi Beomgyu yang justru berteriak tidak puas.
“GUE GAK MABUK! ATAU KALO MEMANG GUE MABUK TERUS KENAPA? ITU SEMUA GAK AKAN NGUBAH FAKTA KALO GUE SUKA SAMA LO!”
Yeonjun menggelengkan kepalanya yang kini ikut pening. Ia berusaha mengabaikan teriakan Beomgyu dan segala ucapannya di belakang bagaikan angin lalu.
“LO JUGA GITU KAN, JUN? SAMA SUNOO? YAKIN LO SUKA SAMA DIA?”
“Stop, Gyu.”
“TAPI KENAPA LO MALAH NERIMA DIA JADI PACAR LO JUN? KENAPA?”
Yeonjun mendecih, “Karena Lo udah sama Heeseung, Gyu ...”
“Lo egois ... LO EGOIS! Gue ... gue bahkan terima lamaran Heeseung karena Lo terima Sunoo jadi pacar Lo, Jun ...”
Mendengarnya membuat langkah kaki Yeonjun yang sudah di ambang pintu kini terhenti. Beomgyu tetap menangis di belakangnya yang membuat ia enggan meninggalkan laki-laki itu lebih jauh.
Jika diibaratkan, kini perasaan Yeonjun bagai bom waktu yang bisa meledak kapan pun ia mau. Harapan Yeonjun yang telah lama terkubur oleh rasa penyesalan dan bersalahnya perlahan mulai bangkit meronta-ronta ingin dibebaskan, dan ia yakin saat ini adalah waktunya.
“Gyu, you only love me as a friend, right?”
Katakan Yeonjun gila, tetapi ia sudah lebih dari itu detik ini.
“A Friend?” Beomgyu terkekeh, “Fuck off the friendship thing. Bahkan sejak awal gue liat Lo, gue gak pernah nganggep Lo temen gue sa-”
Ucapan Beomgyu terhenti secara paksa ketika Yeonjun dengan cepat membalik badan untuk langsung mencium bibirnya. Bukan ciuman pertama yang ia berikan pada Beomgyu karena sudah seringkali ia curi di sela-sela waktu mereka bersama. Ciuman yang kini penuh dengan rasa frustasi, lega, sedih, dan juga bahagia menjadi satu.
Yeonjun mencium Beomgyu hingga yang lebih muda terbaring dan berakhir dengan kungkungan Yeonjun di atasnya. Lengan Beomgyu otomatis melingkar pada leher Yeonjun, mengajak lelaki di atasnya untuk memperdalam ciuman, membuatnya ikut merasakan bagaimana rasanya saling menginginkan dalam belenggu cinta setelah sekian lama memendam.
Di sela-sela ciuman berkabut nafsu itu Yeonjun bergumam, dan menatap Beomgyu di bawahnya dengan penuh kasih sayang.
“I love you, Gyu ...”
Beomgyu ikut tersenyum, “So do i, Jun. I love you, only you, and always you.”
Ketika kalimat sakral telah diucapkan, saat itu juga keduanya kehilangan kendali atas akal sehat pikirannya. Keduanya mengabaikan seluruh fakta apa pun di dunia ini, kecuali fakta bahwa keduanya memang saling mencintai karena itu sudah lebih dari cukup dari apa pun.
Perlahan helaian benang yang menutupi tubuh masing-masing ikut terlepas, cumbuan-cumbuan mesra dan panas mulai membekas, disambut dengan erangan-erangan memanggil nama satu sama lain dengan perasaan puas.
Malam itu, Yeonjun dan Beomgyu telah mumutuskan untuk membuat utas benang hubungan yang mereka pintal baik-baik perlahan mulai memunculkan cabangnya, berada di arah yang salah, hingga akhirnya terbentuk kacau—menjadi kusut.
© 2022, moawaua.