[🌸] Mau

Beberapa bulan kemudian ...

Semakin kita menikmati momen di waktu itu, maka akan semakin cepat juga waktu itu akan terasa berlalu. Seperti masa-masa Beomgyu dan Yeonjun yang baru menjadi sepasang kekasih paling fenomenal satu SMAN 304 Depok dengan kisahnya yang juga tak kalah menarik banyak perhatian orang. Pasangan yang dikabarkan akan selalu gagal tetapi justru yang paling serasi dan digemari oleh banyak orang.

Tidak terasa sudah berbulan-bulan mereka menjalin kasih mulai dari pendaftaran SNMPTN, pengumuman SNMPTN, dan juga kelulusan kelas 12 yaitu anak-anak Malih salah satunya.

Begitu banyak momen-momen yang juga mereka ikut habiskan bersama, anak Malih dan anak Seblakers sudah seperti teman dekat berkat hubungan yang dibangun Yeonjun dan Beomgyu, dan keduanya mensyukuri akan hal itu terjadi.

Mereka seringkali berkumpul entah untuk bermain, belajar, atau bahkan mengobrol dan menghabiskan waktu sebisa mungkin karena tentu yang namanya ada pertemuan akan ada juga perpisahan.

Bisa perpisahan selamanya, atau perpisahan yang nantinya akan bertemu kembali.

“Gyu, gimana? Masih siap-siap?”

Beomgyu yang asyik melamun langsung menolehkan kepalanya pada Soobin yang muncul di ambang pintu kamar Yeonjun. Ya, saat ini ia tengah membantu Yeonjun untuk melipat pakaian tambahan yang siap dimasukkan ke koper.

“Tunggu, Kak. Emang yang lain udah pada dateng? Jadi pada ikut, kan?”

Soobin mengangguk, ia duduk di samping ranjang tempat Beomgyu melamun tadi, “Jadi, tinggal nunggu Woojin sama Hyunjin aja sih, Lo gapapa, Gyu?”

“Gapapa? Emangnya aku kenapa?”

“Ya sedih, kan mau nganter ayanglu ke kostan barunya,”

Soobin benar, itu juga alasannya mengapa ia berada di kamar Yeonjun bersama pakaian-pakaiannya sejak tadi.

Begitu banyak cerita yang ingin Beomgyu ceritakan kepada dunia bahwa ia sangat bangga ketika mengetahui Yeonjun diterima di PTN Unpad. Apa yang diharapkan dan memang menjadi tujuan Yeonjun perlahan mulai tercapai, tentu Beomgyu ikut senang saat mengetahuinya.

Namun, tetap saja akan ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran Beomgyu sampai sekarang.

“Aku bisa gak ya? LDR-an sama Kak Njun ...”

Soobin menaikkan sebalah alisnya, “LDR-an? Pffthh, gue yakin Yeonjun sebulan sekali pasti pulang buat ke Depok kalo dia gak sibuk, gausah dipikirin sama hal yang belum terjadi, Gyu.”

“Dibilang begitu juga tetep aja aku kepikiran,”

“Gini, manusia itu gak selamanya bahagia, kan? Manusia juga gak selamanya berdiri di satu tempat, kan? Sama kayak pendidikan, gak mungkin dong kita SMA aja, naik level, ya harus maju, tapi tentu saat maju pasti ada aja kan rintangannya, yaitu ujian buat masuk kuliah, terus kuliah, nanti abis kuliah juga ada kehidupan pekerjaan, terus aja begitu, sampe sini Lo paham gak?”

“Paham sih,” jawab Beomgyu lirih.

“Sama kayak hubungan orang pacaran, gak mungkin Lo asyik mesra-mesra berduaan terus, kan? Tapi pasti ada rintangannya juga, salah satunya nahan rindu dari jarak yang cukup jauh seperti kasus Lo sama Yeonjun ini,” Soobin tertawa, “apalagi nanti semakin kita dewasa kita juga bakal ngerti kok Gyu, bakal banyak banget tantangan yang perlu kita hadapin dari arah mana pun yang gak disangka-sangka,”

“Lo udah kayak motivator Kak,” celetuk Beomgyu dan terkekeh geli.

“Udah intinya Lo jalanin dulu apa yang ada di depan mata, boleh kok Lo musingin sama hal yang bisa terjadi di masa depan, tapi jangan terlalu larut, oke? Udah disimpen dulu overthinking Lo, sekarang kita siap-siap keburu sore nanti nyampenya malem banget,”

Beomgyu mengangguk pelan. Jujur ia setuju dengan ucapan Soobin tetapi tetap saja pikiran itu tidak mau hilang dari otaknya. Seketika ketakutan Beomgyu yang sudah berhasil ia taklukkan kembali muncul perlahan.

“Bami, kamu di mana?”

“Di kamar Jun, sokin!” balas Soobin sedikit berteriak.

Yeonjun datang tergesa-gesa dan membuka pintunya secara dramatisir seraya melotot ke arah Soobin.

“Lo abis ngapain pacar gue?!”

Soobin menyeringai, “Lo paham lah kalo di kamar berduaan gini ngapain,”

“Berengsek! Berantem kita di lapangan sekarang juga!”

Beomgyu hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku dua sahabat konyol yang tidak ada habisnya ini. Sebelum Yeonjun mencekik Soobin, laki-laki jangkung itu lebih dulu melempar Yeonjun dengan bantal kamarnya dan langsung melarikan diri keluar kamar.

“Woy! Cemen, Lo! Dasar Soobin anaknya Pak-”

“Kak udah ih, becanda terus.”

Suara Beomgyu yang terdengar seakan menjadi tombol off dari mode Yeonjun tidak jelas. Bagai lupa dengan Soobin, Yeonjun langsung menatap Beomgyu dan memberikan senyum manisnya.

“Hehe, iya, iya, abisnya Soobin duluan yang ngeledek Kakak,”

“Ini aku udah masukin baju-baju Kakak yang ketinggalan, makanya lain kali kalo nyiapin apa-apa tuh dicatet dulu,”

“Kamu masuk koper juga kalo gitu, soalnya kamu ada di daftar yang mau aku bawa ke Nangor,”

“Sembarangan.”

Beomgyu mencubitnya pelan sementara Yeonjun pura-pura merintih kesakitan.

“Semuanya udah dateng, yuk?”

“Oke.”


Kedua orang tua Yeonjun tidak ikut mengantar karena kesibukan, jadi Malih sengaja berinsiatif ingin mengantar kepergian Yeonjun menuju rumah keduanya yaitu kost di daerah Ciseke yang Yeonjun ketahui tempat paling strategis untuk cepat sampai ke kampusnya. Tak lupa anak Seblakers juga ikut untuk menemani Beomgyu sekaligus meramaikan suasana.

Mereka membawa dua mobil, mobil pertama di isi oleh Yeonjun, Beomgyu, Soobin, Taehyun, dan Hueningkai, sementara sisanya berada di mobil satu lagi. Di dalam mobil pun perjalanan tidak terasa membosankan meski terkadang macet, karena dengan adanya mereka berlima di dalam mobil segala hal menjadi sangat ramai.

“Jun, Lo bakal ngira gak sih bakal kuliah di Unpad?” tanya Soobin di sela perjalanan.

“Engga sih, cuma kayaknya gue sadar, Bin. Kayaknya takdir gue sama yang namanya seblak itu gak bisa jauh-jauh, di Nangor pasti banyak banget seblak, kan?”

Beomgyu terkekeh, “Iya, kan Sumedang deketan banget sama Bandung yang emang khas makanannya itu salah satunya seblak,”

“Tuh kan, orang Bandung aslinya nyaut,” Yeonjun mencolek pelan dagu Beomgyu dengan satu tangan yang ia tidak pakai untuk menyetir.

“Ih aku bener, makanya seblak aku enak, kan? Soalnya khas Bandung, beda sama yang di Depok, pasti Kak Njun juga suka makannya,”

“Iya, iya, Kakak percaya, nanti kalo udah sampe langsung kita makan bareng-bareng,”

“Traktir gak nih?” tanya Taehyun di jok belakang.

Yeonjun mengangguk, “Selow, ada bos di sini~”

Setelah perjalanan yang cukup memakan waktu 3 jam pun Yeonjun sampai pada kediaman barunya yaitu kostan seharga 12 juta dengan fasilitas yang sudah cukup bagus untuknya. Langsung saja mereka semua membantu Yeonjun untuk ikut membereskan barang-barang di dalam kopernya.

Untung saja mereka tidak memakan banyak waktu karena tenaga kerjanya cukup untuk membantu Yeonjun. Tetapi semakin cepat mereka selesai dengan membantu Yeonjun, maka akan semakin cepat juga mereka akan meninggalkan Yeonjun sendirian di sini.

“Udah pada kenyang belom? Apa mau gue pesen lagi?” tanya Yeonjun ketika mereka selesai memakan seblak dan berbincang-bincang.

“Udeh, btw ini juga udah jam berapa?”

“Mau jam sembilan kayaknya,” jawab Wooyoung atas pertanyaan Woojin.

“Jam sembilan? Yaudah yuk balik, nanti malah makin kemaleman,”

Beomgyu yang paling lama menghabiskan seblak pun mendadak panik, tetapi bukan karena seblaknya belum habis melainkan karena ia harus berpisah dengan Yeonjun sebentar lagi.

Jeongin yang menyadari ketegangan Beomgyu pun mengusap-usap punggungnya pelan, “Gimana, Gyu? Mau pulang sekarang?”

Taehyun dan Hueningkai yang juga menyadarinya pun ikut mendekat. Beomgyu tahu teman-temannya pasti khawatir, alhasil ia langsung mengangguk dan memberikan senyuman terbaiknya untuk menjawab mereka.

“Yaudah, yuk pulang.”

Mereka membersihkan sampah-sampah bekas seblak sekalian berjalan ke luar kostan menuju parkiran mobil. Tangan Yeonjun dan Beomgyu belum juga melepas ikatannya, seakan satu sama lain tidak mau dipisah dan masih ingin bersama sampai selama mungkin.

Tetapi apa daya, perpisahan ini memang akan terjadi. Beomgyu dan Yeonjun tidak bisa menolaknya. Setelah masing-masing dari mereka bersalaman bahkan berpelukan dengan Yeonjun, kini hanya tinggal Beomgyu yang belum juga masuk mobil dan masih ingin mengucapkan salam-salam perpisahannya pada lelaki itu.

“Kapan-kapan ... aku main ke rumah saudara aku yang di Bandung terus mampir ke Kak Njun di sini,”

“Gak usah, Kakak aja yang sering main ke Depok, pasti sering main sih, kan bakal kangen berat sama kamu, orang tua Kakak, bahkan anak-anak Malih dan temen-temenmu yang pada gajelas ini,”

“Gue masih denger ye, anjing,” sahut Wooyoung.

Beomgyu tertawa pelan, mereka yang berada di mobil tentu saja ikut menyaksikan salam perpisahan mereka di dalam mobil dengan kaca dan pintu yang terbuka. Karena tidak ingin membuat mereka menunggu, Beomgyu pun melepaskan tautan tangan mereka perlahan.

“Hehe, yaudah, Kak. Semoga Kak Njun nyaman ya di sini.”

Yeonjun menaikkan sebelah alisnya, “Udah gitu aja?”

“Emang apalagi?”

Melihat Yeonjun yang kini berdiri dengan senyuman yang paling Beomgyu dambakan membuat dirinya tidak kuasa untuk menahan tangis. Akhirnya detik itu juga Beomgyu menangis dan langsung menolehkan kepalanya ke arah lain agar Yeonjun tak dapat melihatnya.

“Loh kok kamu malah nangis?”

Tentu saja Beomgyu akan menangis, bagaimana tidak? Ia harus berpisah dengan Yeonjun dan sekarang adalah menit-menit terakhir ia bisa berada sedekat ini bersamanya.

“Bami, jangan nangis, kan Kakak yang bakal sendirian di sini,”

Beomgyu sedikit terisak tapi berusaha mengapus air matanya sebisa mungkin, “Gatau, aku kelilipan debu.”

“Banyak bener debunya,” Yeonjun pun menarik Beomgyu untuk masuk dalam pelukannya yang diterima dengan baik oleh si kecil, “udah, cup, cup, jangan nangis, Sayang ...”

Semakin dilarang untuk menangis maka semakin keras juga isakan tangis Beomgyu. Ia memeluk Yeonjun erat untuk menyalurkan betapa besarnya rasa kasih sayang yang ia miliki untuk pemuda di depannya ini.

“Kak Njun jangan lupa makan yang banyak, tapi jangan yang aneh-aneh nanti sakit,”

“Iya ...”

“Jangan begadang terus, jangan terlalu banyak latihan atau ngerjain tugas banyak-banyak nanti kecapean,”

“Iyaa ...”

“Jangan terlalu jamet nanti Kakak gak ditemenin,”

“Hehehe, iyaaa ...”

“Ja- jangan, jangan lupa juga hubungin aku ...”

“Kalo itu pasti dong, sebuah kewajiban,” Yeonjun mencium pucuk kepala Beomgyu dengan sayang. Pelukan keduanya melonggar dan kini keduanya kembali bertatapan, “Kayaknya Kakak malah tiap hari juga laporan sama kamu tentang kehidupan kuliah Kakak, apa perlu sama Babamu juga? Lapor om, hari ini saya kangen banget sama anak om yang ke sembilan puluh ribu tiga ratus kalinya,”

Keduanya langsung tertawa bersamaan. Kini Beomgyu benar-benar melepaskan pelukan dan genggaman Yeonjun darinya, tapi tidak dengan kedua mata mereka yang terus bertatapan memancarkan kasih sayang.

“Kak Yeonjun jaga diri, ya? Kita semua pulang.”

Yeonjun mengangguk pelan, “Kamu juga. I love you.”

“I love you too.”

“No! I love you even more.”

“I love you forever.”

“No! I love you selamanya sepanjang masa,”

“I love you sedunia.”

“No! I love you sampai sampai ke luar angkasa.”

“I love you sampai memutus garis katulistiwa.”

“No! I love you sampai membelah cakrawala.”

“I love you sampai menembus galaksi bima sakti.”

“No! i love you-”

“Iye, iye, i love you anjing, udeh mau sampe kapan ini kita ngontrak doang di dunia seakan isi lu berdua?”

Selaan Woojin membuat keduanya tersadar dan ikut tertawa bahwa di dunia ini seakan milik mereka berdua.

Sekali lagi Beomgyu menatap penuh haru pada Yeonjun yang akan lebih jarang ia lihat ke depannya. Memang berat tapi mau bagaimana lagi? Benar kata Soobin, yang namanya hidup itu terus berjalan dengan tantangan yang juga selalu ada, kan?

“Bami, tunggu!”

Beomgyu mengurungkan niatnya untuk segera menyusul yang lain karena Yeonjun tiba-tiba sudah menariknya lagi untuk ke belakang mobil, tempat di mana teman-temannya tidak bisa melihat atau pun mendengar mereka lagi.

“Kenapa lagi, Kak?”

“Tadi sebenernya Kakak denger apa yang kamu dan Soobin omongin,”

Beomgyu sedikit tersentak, “Terus?”

Yeonjun menegakkan tubuhnya, bisa Beomgyu rasakan ia sedikit merinding ketika Yeonjun kini memancarkan tatapan paling serius kepadanya.

“Kalau kamu takut sama hubungan jarak jauh kita, Kakak pun takut, Gyu. Takut gak bisa jagain kamu, takut buat mikir kamu bakal mandang ke orang lain, bahkan takut suatu saat Kakak ngecewain kamu,”

“Kak, jangan ngomong gitu ...”

Beomgyu menunduk takut, tapi jari Yeonjun langsung mengangkat dagunya perlahan agar kedua mata mereka saling menatap. Membuat Beomgyu bisa melihat wajah percaya diri Yeonjun dengan senyuman tampannya, seperti yang biasa ia tunjukkan ketika berusaha mendekati Beomgyu setiap harinya.

“Tapi ... Kakak mau kamu percaya. Kakak gak bisa kasih kamu janji, karena Kakak akan berusaha dengan bukti, ya? Kakak percaya kita bisa terus sama-sama, sampai Kakak sukses dan kamu sukses, lalu di waktu yang tepat, kita bakal hidup bersama buat saling bahagia sama-sama ... kamu mau kan, Bami?”

Beomgyu terharu mendengar rentetan kalimat yang diutarakan Yeonjun barusan. Yeonjun yang ada di depannya adalah Yeonjun yang ia kenal selalu percaya diri dan tidak pernah menyerah.

Yeonjun yang seperti ini juga lah yang membuat Beomgyu jatuh cinta.

Bahkan ketika laki-laki itu mengeluarkan sebuah benda yang membuat sekujur tubuh Beomgyu dikelilingi oleh kupu-kupu, Beomgyu sadar bahwa detik itu juga, dirinya memang tidak salah ketika ia memutuskan untuk kembali jatuh cinta dan memulai kisah yang baru bersama Yeonjun.

“Ya, aku mau, Kak Njun.” []

© 2022, moawaua.