[🌸] Percaya

Jari kecil itu terus saja menggeser layar ponsel di depannya. Beomgyu menghabiskan beberapa menit untuk melihat kembali masa-masa ketika dirinya dan Yeonjun masih di tahap berkenalan. Mereka yang berbeda jurusan dan fakultas, bahkan umur yang juga berbeda. Memang sedari dulu keduanya tidak akur, tetapi dari ketidakakuran tersebut banyak momen-momen lucu untuk diingat kembali.

Ketika awal mereka bertemu, betapa beraninya Beomgyu untuk melabrak Yeonjun.

Ketika mereka justru menjadi satu tim dance bernama TXT, Beomgyu bahkan tidak pernah membayangkan kadang menari berpasangan di beberapa part lagu dengan Yeonjun.

Ketika adanya pertengkaran-pertengkaran kecil tidak penting yang entah kenapa terjadi di antara keduanya, mulai dari kalah adu panco, kalah debat, saling ejek bagian menari, bahkan hal kekanakan lainnya yang membuat seluruh teman mereka heran.

Namun, bukan berarti keduanya selalu bertengkar dan tidak mempunyai kenangan yang berharga. Jujur dulu Beomgyu tidak ingin mengakuinya, tapi berkat satu momen ini, Beomgyu menyadari, bahwa Yeonjun memang selalu membuatnya kesal akan tingkah sombongnya, tetapi bukan berarti ia orang yang jahat.


Saat itu ketika genap 4 bulan mereka menjadi satu tim TXT, keadaan seluruh member sedang dilanda kegelisahan. Mereka semua sedang memikirkan bagaimana berlatih di tengah-tengah kesibukan karena dalam seminggu ini sudah ada penampilan yang perlu ditampilkan. Ya, berdasarkan kocokan acak, TXT berada di urutan pertama untuk tampil di panggung yang ditonton satu kampus di acara pensi tahunan.

“Apa kita gak bisa ngundur jadwal dulu? Gue gak yakin bakal bisa maksimal kalo waktu latihan tinggal seminggu,”

Soobin terlihat sedang berpikir keras menanggapi ucapan Taehyun barusan, ia sebagai leader di sini terus mencari cara bagaimana agar mereka bisa latihan tanpa diganggu oleh kesibukan yang lain. Sampai akhirnya Yeonjun menjetikkan jarinya yang langsung menjadi pusat perhatian mereka.

“Gua bakal minta Papa buat ngurus deadline tugas kita gimana? Jadi nanti dosennya ya biasalah gua bujuk supaya tugas-tugas kita bisa dikasih keringanan dan dikumpulin setelah tampil? Atau lo pada mau joki?”

Beomgyu sebenarnya menyetujui hal itu, tapi bukan kesibukan masalah tugas semester yang menjadi masalahnya. Ia pun menggeleng, membuat keempat teman satu timnya bingung.

“Aku tetep gak bisa latihan, bukannya aku nolak-”

“Kenapa? Apa lagi masalah, lo?”

Yeonjun tiba-tiba memotong ucapannya dengan raut wajah serius, pasti laki-laki itu juga sangat pusing saat ini.

“Ini bukan masalah tugas, aku tetep aja walau tugas bisa diundur, tapi Minggu ini aku bener-bener bakal jarang latihan,”

Beomgyu ingin menangis saja rasanya. Kai yang menyadari itu segera mengelus punggung Beomgyu yang suaranya mulai bergetar.

“Kenapa, Gyu? Kerja paruh waktu, lo?”

Beomgyu menggeleng, “Aku minta maaf kalo emang paling nyusahin di sini, gimana kalo aku absen dulu untuk ga tampil pensi nanti, kalian bisa, kan tampil berempat-”

“Yang namanya TXT itu lima. Ga ada empat. Sebenernya lo kenapa si, apa masalah hidup lo? Bener paruh waktu? Urusan uang biar-”

“Yayah aku dirawat. Aku harus nemenin beliau setiap pulang kampus.”

Semua tertegun mendengar jawaban Beomgyu. Benar, Beomgyu adalah tipe yang sangat jarang untuk memberitahu bagaimana keadaan hidup pribadinya, satu-satunya yang mereka tahu hanyalah Beomgyu yang berasal dari keluarga sederhana dan bekerja paruh waktu dengan semangat berkobar-kobar. Tapi untuk masalah pribadi yang seperti ini, pengetahuan mereka sangat nihil.

“Gyu? Lo serius? Kenapa lo gak bilang dari awal?” Soobin segera merangkul Beomgyu karena pemuda itu kini menangis.

“Maaf, aku bukannya gak mau cerita tapi aku gak mau ngerepotin kalian sama alasan ini, makanya aku minta maaf gabisa tampil dulu padahal aku juga pengen banget,”

“Justru karena lo yang gak cerita ini lah yang malah ngerepotin.”

Semua mata tertuju pada Yeonjun ketika ia mengatakan hal itu. Taehyun ingin segera memarahinya, tapi Yeonjun belum menyelesaikan ucapannya.

“Kenapa gak bilang dari awal? Gua pikir masalah lo apa,” Yeonjun mendecak seraya mengacak rambutnya gusar, “latihan kayak gini gak penting, orang tua lo lebih penting, lo tau?”

“Tapi-”

“Oke, posisi Beomgyu kita biarin tetep ada tapi kita kosongin dan masalah selesai, gimana?” Yeonjun kembali memotongnya dan membuat simpulan.

“Setuju.”

Beomgyu ingin menolak hal itu, tapi dering ponselnya berbunyi tiba-tiba. Ketika ia melihat siapa yang memanggilnya, ternyata itu dari pihak rumah sakit. Reflek tangannya bergetar ketika menerima panggilan tersebut.

“Ha-halo?”

“Dengan kak Beomgyu, saat ini kami sudah siap untuk menjalankan operasinya.”

“T-tapi aku belum mengumpulkan biaya-”

“Sudah ada keluarga Choi Taehyung yang membantu. Operasi akan segera dilaksanakan dalam 15 menit. Terima kasih.”

Ketika sambungan terputus, Beomgyu kembali menangis. Ia tidak tahu harus bereaksi apa saat itu. Ia senang sekali, padahal ia bisa saja mengambil seluruh tabungan dan juga meminjang uang kepada bos dan saudaranya yang lain untuk biaya operasi. Tetapi nyatanya ada yang sudah menolong keluarganya terlebih dahulu.

“Kenapa, Gyu?” tanya Kai panik.

“Yayah aku udah siap dioperasi, kita bisa lanjut latihan-”

“Mau operasi? Gak. Lo gak boleh ada di sini, ayo kita ke rumah sakit sekarang.”

“Yeon-”

Tangannya tiba-tiba ditarik untuk keluar dari ruang latihan untuk menuju parkiran. Yeonjun tidak mengucapkan sepatah kata pun melainkan langsung memberikan jaketnya pada Beomgyu.

“Kita pake motor, kalo pake mobil bakal lama.”

“Yeon-”

“Udah jangan bawel, gua janji bakal hati-hati. Rumah sakit mana, ini?”

“R-rumah sakit SM, tapi Njun-”

Beomgyu yang masih tergagap langsung dipakaikan helm begitu saja oleh Yeonjun, bahkan pemuda itu juga ikut memasangkan tali pengait di bawah dagunya. Yeonjun naik duluan dengan mesin yang sudah menyala, menunggu Beomgyu untuk ikut naik di belakangnya.

“Mau gua gendong juga apa gimana, nih? Cepet naik.”

Dengan tergesa-gesa Beomgyu naik ke motor ninja yang pasti mahal milik Yeonjun. Mau tak mau ia berpegangan pada pundak Yeonjun agar tidak jatuh, tapi justru Yeonjun menarik tangannya untuk sengaja memeluk pinggang laki-laki itu.

“Pegangan yang kuat, nanti lo kebawa angin gua yang disalahin.”

“I-iya,”

“Udah siap? Gua berangkat.”

Beomgyu mengangguk, kemudian sepanjang perjalanan ke rumah sakit ia terus memeluk Yeonjun dari belakang. Tidak banyak percakapan yang keluar, bahkan ketika sampai di rumah sakit Yeonjun juga ikut menemaninya menunggu operasi yang sangat disyukuri berjalan lancar. Tetapi Yeonjun belum sempat bertemu dengan orang tua Beomgyu karena saat itu ada masalah yang juga harus ia urus. Sementara Beomgyu sendiri juga belum bertemu dan sempat berterima kasih dengan sosok yang menolong keluarganya karena orang tersebut selalu dikabarkan sibuk.

Hingga kini ia baru sadar, bahwa yang menolongnya saat itu secara keseluruhan adalah keluarga Choi Taehyung, sosok yang menjadi mertuanya saat ini. Yeonjun dan Taehyung telah berjasa besar padanya bahkan sejak ia belum mengenal betul mereka.

Ya, momen ini lah yang selalu Beomgyu ingat hingga saat ini dan Beomgyu percayai bahwa Yeonjun dan keluarganya adalah orang-orang yang sangat baik. Bahkan Beomgyu juga ingin mempercayai hal tersebut sampai detik ini. Beomgyu ingin sekali lagi untuk percaya kepada Yeonjun.


Pintu kamar mandi dibuka setelahnya, menampilkan Yeonjun yang bertelanjang dada dengan sehelai handuk menutupi area bawahnya. Beomgyu reflek kembali pada kenyataan, ia mengusap cepat air mata di pipinya, lalu menatap Yeonjun yang berjalan ke arahnya dengan keadaan seperti itu. Harusnya momen ini bisa membuat wajah Beomgyu memerah malu, tapi tidak bisa, ia justru tidak sempat memikirkan hal aneh-aneh tersebut.

“Aku pikir kamu udah keluar kamar dari tadi,”

Beomgyu menggeleng, “Ga papa, kamu kenapa mandi malem tiba-tiba gini?”

Sudah jelas ingin bertemu Haechan, bodoh.

Yeonjun mendekati Beomgyu yang masih duduk di atas ranjangnya. Belum sempat Beomgyu menolak, tapi tiba-tiba tubuhnya dipeluk begitu saja hingga membuat dirinya telentang dengan Yeonjun di atasnya.

“Maunya sih mesra-mesraan sama kamu, tapi aku harus keluar,”

Yeonjun kini menduselkan hidungnya pada area leher Beomgyu seperti kucing butuh perhatian. Beomgyu menahan napasnya ketika rangsangan Yeonjun begitu kuat untuk membuatnya lemah, tetapi kini ia harus tetap tegas. Jika mereka ingin melanjutkan hubungan ini, ada beberapa hal yang harus diperjelas.

“Berat, bangun.”

Menuruti suami kecilnya, Yeonjun bangkit duduk berhadapan dengan Beomgyu yang entah kenapa terlihat berantakan dan seksi bersamaan. Mata dan hidungnya memerah, apa lelaki itu sudah mengantuk?

Bukannya Yeonjun mesum, tetapi sosoknya yang seperti ini benar-benar ingin ia terkam.

“Kamu ngantuk? Tidur, gih.”

Beomgyu menggeleng lagi, “Kamu mau ke mana dulu? Aku ikut, ya?”

“Jangan, sayang. Aku gak akan lama kok,”

“Emangnya mau ketemu siapa?”

Beomgyu sengaja menanyakan hal itu meski ia sudah tahu jawabannya. Berdasarkan pertanyaan ini juga yang menjadi penentuan Beomgyu untuk berpikir kembali tentang hubungannya dengan Yeonjun.

Jika ia jujur, maka Beomgyu benar-benar bisa kembali mempercayainya.

“Aku ketemu rekan bisnis Papa.”

Tapi jika tidak, maka Beomgyu akan mengajukan perceraian padanya.

Kamu bohong, Njun.

Pemuda manis itu tersenyum tipis, kemudian ia merasakan tangan dingin Yeonjun yang mengacak pelan rambutnya. Mata mereka bertemu, mata yang mungkin tidak bisa Beomgyu tatap di kemudian hari seperti saat ini.

“Kamu tunggu aku pulang, ya.”

Yeonjun pun bangkit ke arah ruang ganti di kamarnya, meninggalkan Beomgyu yang masih mematung di atas ranjang dengan sisa-sisa sentuhan yang tadi suaminya berikan. Oh, apakah status suami itu masih cocok untuk mendeskripsikan mereka berdua?

Beomgyu menundukkan kepalanya, membiarkan air mata kembali jatuh perlahan di antara kedua lututnya.

Kamu minta aku nunggu? Aku nunggu apa, Njun? Nunggu kamu pulang di sini, tapi kamu perginya ke sana untuk kembali ke dia. []

© 2021, moawaua.