[🌸] Pulang

Malam ini Beomgyu akhirnya mau keluar kamar dengan alasan bermain dengan Taehyun, Kai, dan juga Jeongin untuk mengelabui para bodyguard dan kedua mertuanya. Padahal aslinya Beomgyu sedang mengikuti arah mobil Yeonjun pergi sejak tadi. Untung mereka sudah pisah kamar, jadi gerak-gerik Beomgyu yang memasang strategi di kamarnya tidak ketahuan pemuda berbibir tebal itu.

Sebelum benar-benar berangkat, Beomgyu dibuat heran dengan kedatangan anggota yang lebih. Di sana ada tambahan Soobin, Changbin, Woojin, dan juga Hyunjin.

“Kalian ngapain?” Beomgyu meminta kejelasan juga pada tiga temannya atas rencana tiba-tiba ini.

“Buat nemenin lu lah, terus jaga-jaga kalo Yeonjun berengsek nanti kita yang bagian mukulin,”

Woojin dengan senyum gigi gingsulnya menunjukkan kepalan tangan yang diibaratkan senjata yang siap untuk menghantam kepala Yeonjun juga dipersilakan.

“O-oke?”

Tetapi mereka tetap berada di mobil yang berbeda. Urutannya jadi Beomgyu yang mengikuti mobil Yeonjun kemudian mobil Soobin di belakangnya yang mengikuti mereka.

Tak memakan waktu lagi mereka pun segera menjalankan misi rahasia dan mengikuti ke mana Yeonjun pergi.

“Kalo rencana asli kamu gimana, Gyu? Kamu emang mau ngapain di sana, mau langsung jambak si Haechan?” tanya Kai yang berada di jok belakang mobil.

Beomgyu yang masih mengikuti mobil Yeonjun pun menggeleng, “Gatau, yang jelas aku harus dateng, apa yang ada di sana nanti yang bakal nentuin jawaban untuk hubungan kita juga.”

“Nanti mending kita sembunyi dulu di balik semak-semak kek, awas lu sampe muncul tiba-tiba,”

Taehyun menatap Beomgyu penuh selidik, sementara yang ditatap hanya mengangguk mengiyakan.

Ternyata Yeonjun berhenti di sebuah taman tersembunyi yang cukup sepi, terletak tepat di dekat kampus mereka juga. Sepertinya ini tempat spesial mereka berduaan, dengan membayangkannya saja membuat hati Beomgyu tambah sakit.

Menuruti usul Taehyun, mereka berempat segera keluar dari mobil dan langsung bersembunyi di balik semak-semak dan juga pohon besar di sana. Keempat pemuda lainnya juga mengikuti mereka. Beruntung mereka bertemu di malam hari, jadi keberadaan mereka semakin tidak terlihat karena gelap.

“Ini kita sembunyi di sini?” bisik Hyunjin.

“Iya,” balas Jeongin, kemudian ia menatap Beomgyu dan memastikannya sekali lagi, “Janji jangan keluar tiba-tiba?”

“Janji.”

Netra galaksi Beomgyu menatap Yeonjun yang masih berdiri di tengah taman itu sendirian. Sosoknya yang tampan walau tertutup masker semakin membuat Beomgyu sedih. Kenapa dia terlihat begitu tampan dan sempurna? Untuk apa ia diciptakan seperti itu jika tidak bisa menjadi milik ia seutuhnya?

Beomgyu ingin menangis saja saat ini, keputusan Yeonjun sebentar lagi akan menentukan segalanya. Hingga akhirnya tak lama setelah itu sosok lain yang sudah pasti Haechan berjalan mendekat.

“Hai,” sapa Yeonjun duluan.

Haechan tersenyum, kemudian sedetik kemudian pemuda yang lebih pendek itu langsung memeluk Yeonjun. Mereka bertujuh serentak terkejut dan reflek melihat Beomgyu. Pikiran mereka semakin was-was, sudah pasti Beomgyu tambah sedih dan kecewa.

“Aku kangen kamu, Jun.”

“Gua juga.”

Dada Beomgyu reflek sesak saat mendengarnya. Ingin rasanya ia egera melarikan dari sini atau bahkan menyerang mereka berdua dengan bebatuan di sekitarnya. Tapi Beomgyu berusaha sabar, karena entah kenapa ia merasa ia harus tetap berada di sini sampai selesai.

“Aku kangen kita yang dulu.”

“Kalo itu gua engga.”

Yeonjun perlahan melepaskan pelukan Haechan, ia menatap pemuda yang lebih pendek dengan tatapan sedih. Haechan sendiri juga menyesal karena menyia-nyiakan Yeonjun yang selalu baik dengannya selama ini. Pasti laki-laki itu telah banyak menderita saat menjalani hubungan tanpa status dengannya.

“Yeonjun, maaf. Harusnya aku terima saat kamu ngajak aku nikah,”

“Chan,”

“Maaf udah bikin kamu nunggu lama soal gimana hubungan kita ini, maaf juga udah bikin kamu terpaksa nikah sama orang lain dan ngebuat kamu lebih menderita ...”

Haechan menatap Yeonjun iba, ia benar-benar merasa bersalah. Tetapi justru Yeonjun menggelengkan kepalanya.

“Gapapa, Chan. Ini bukan salah lo, bukan salah orang tua gua, bukan salah Beomgyu juga,” ia tersenyum tipis sebelum melanjutkannya, “di sini ga ada yang salah. Karena menikahi Beomgyu itu bukan sebuah kesalahan.”

Beomgyu yang sedari tadi sudah pasrah dengan mata memanas tiba-tiba menjadi tersentak. Apa tadi ia tidak salah dengar?

Bukan hanya Beomgyu yang terkejut, tetapi Haechan di depan Yeonjun juga begitu, “Maksud kamu?”

Yeonjun mengangguk, “Mungkin awalnya gua emang nolak berat karena gua masih suka sama lo. Tapi gak nutup kemungkinan gua jatuh hati sama Beomgyu, kan? Bahkan justru aneh kalo gua ga jatuh hati sama orang kayak dia.”

Haechan diam seribu bahasa. Ia melihat diri Yeonjun yang berbeda dari biasanya. Yeonjun sendiri saat ini di pikirannya sedang memutar kilas balik bagaimana pertemuan dirinya dengan Beomgyu.

Bagaimana tingkah suami manisnya ketika ia goda setiap hari membuatnya tertawa, bagaimana setiap kata-kata yang keluar dari bibir tipisnya membuat ia merasa senang dan hangat, bagaimana setiap hari kehadirannya membuat Yeonjun merasa ingin hidup lebih lama. Bagaimana seorang Choi Beomgyu benar-benar hidup selama ini untuk melengkapi kehidupan Choi Yeonjun.

“Gatau kenapa, tingkah lakunya, suaranya, senyumnya, semua tentang dia, bagai ngisi kekosongan di hati gua, seakan dia hadir emang untuk ngelengkapin bagian diri gua yang hilang,” Yeonjun tersenyum tulus, “gua ... sayang dia. Gua jatuh cinta sama Beomgyu.”

“Cinta?”

Haechan bergumam pelan, tidak percaya kata-kata itu diucapkan oleh sosok di depannya saat ini. Bahkan ia belum pernah sekali pun mendengar Yeonjun mengatakan itu padanya.

“Jatuh cinta ke Beomgyu juga bukan jatuh sepenuhnya, menurut gua definisi jatuh itu terlalu cepat. Bagi gua, mencintai Beomgyu itu kayak proses lo lagi jalan buat balik ke rumah ... dan gak kerasa aja tau-tau lo udah pulang.” Yeonjun terkekeh, senyum dan tawa Beomgyu kembali terlintas di pikirannya, “Jadi justru gua menemukan kebahagiaan dan juga hal yang patut disyukuri karena bisa melewati proses ketemu, nikah, bahkan sampe jadi suami dia.

Ya, Beomgyu adalah rumah tempat gua pulang.”

Bulir air mata jatuh begitu saja di pipi pemuda itu. Haechan menangis mendengarnya, begitupula Beomgyu yang ikut menutup mulutnya agar tidak bersuara. Ia tidak menyangka bahwa Yeonjun akan mengatakan hal semanis itu di depan orang yang pernah disukainya. Beomgyu tidak lagi dapat mengartikan perasaan bahagia dan harunya saat ini. Ia hanya terus menatap Yeonjun di sana dengan linangan air mata.

“Jadi ... aku beneran udah ga ada lagi artinya di hidup kamu?”

Pertanyaan Haechan membuat Yeonjun menggeleng, ia menepuk bahu itu pelan, “Haechan, jangan bohong sama diri lo sendiri juga. Jangan maksain. Sebenernya gua cuma pelampiasan aja, kan?” yang lebih pendek membeku, ia menatap Yeonjun yang tetap memberinya tatapan tulus, “Mark. Lebih baik sekarang lo kejar dia lagi.”

Haechan terkesiap, ia mendadak panik. Bagaimana Yeonjun bisa tahu?

“Yeon- Yeonjun?”

“Gua tau, Chan. Makanya selama ini gua juga cuma bilang suka aja tapi gak pernah nembak lo kecuali ngajak nikah. Karena gua tau sebenernya lo selama ini emang gak pernah suka sama gua dan selalu mikirin orang lain,” Yeonjun akhirnya mengungkapkan seluruh perasaan yang selama ini ia pendam selama 2 tahun terakhir sejak ia menyukai Haechan, “lo mikirin orang lain dan orang itu adalah Mark. Gua tau dari Lucas, dia yang ngebantu gua setelah dia juga bikin gua salah paham tentang hubungannya sama Beomgyu.”

Final sudah. Yeonjun sudah mengetahuinya, Haechan tidak lagi bisa membantah. Memang terlalu banyak kejanggalan dalam hubungan mereka selama ini. Haechan juga ingin segera berpindah hati ke Yeonjun, ia memanfaatkan situasi dengan Yeonjun yang menyukainya hanya untuk melupakan Mark yang selama ini mungkin hanya menganggapnya sebagai sahabat dan tidak ada kepastian darinya.

“Maaf ... maafin aku, Yeonjun. Maaf,”

Setelahnya hanya ada ucapan maaf yang keluar dari mulut Haechan. Yeonjun hanya kembali menggeleng dan menepuk-nepuk pundak pemuda yang pernah ia sukai itu perlahan. Ia juga menyukai Haechan karena ia akui ia cocok dengan pemuda itu, tiap candaan dan juga tingkahnya membuat Yeonjun nyaman. Yang kurang hanya perasaannya yang tidak terbalas, jadi selama ini Yeonjun juga tidak berusaha untuk menyukainya secara berlebihan, ia sudah mengantisipasi hal itu sejak dulu.

“Lo harus tegas, kasih keputusan buat dia. Kalo lo mau mau berenti ngejar-ngejar dia ya bilang, kalo lo mau berusaha, lo juga bilang dan buktiin.” tiba-tiba ucapan itu keluar dari Yeonjun persis seperti ketika Beomgyu memberinya saran waktu itu.

Haechan mengusap air matanya perlahan, ia pun mengangguk, “Kamu bener. Aku terlalu takut sama perasaan dia ke aku, padahal aku sendiri belum nunjukin bukti apa pun. Makasih ya, Jun.”

Yeonjun merasa sangat lega akhirnya masalahnya dengan Haechan selesai. Ia pun memanggil supir pribadinya yang lain untuk mengantar pemuda itu pulang. Mereka mengakhiri hubungan ini dan berpisah dengan baik-baik, ah lebih tepatnya bukan berpisah, tapi memulai hal baru dengan jalan masing-masing.

“Gua yakin lo pasti jadi sama Mark, gua aja pernah naksir sama lo, masa Mark engga sih,”

Haechan tertawa atas hiburan yang diberikan Yeonjun, “Kamu juga. Aku rasa kita memang gak ditakdirkan sama-sama karena ya kamu ini emang diciptain buat Beomgyu. Aku turut seneng liat kamu berjodoh sama dia.” ia tersenyum miris ketika mengingat bagaimana wajah Beomgyu kemarin yang berusaha berani untuk menegaskan hubungannya, “Kamu jaga dia ya, Jun. Dia bener-bener tulus sama kamu, malah kayaknya Choi Beomgyu terlalu baik untuk kamu juga, dia bahkan pantes dapet lebih,”

Yeonjun menyeringai, “Dia pantes dapet lebih, tapi harus gua juga orangnya, karena gua yang bakal terus berusaha menjadi yang terbaik untuk dia, hahaha.”

“Boleh, boleh, bisa diatur. Sama sampein maafku buat kesalahpahaman ini juga, ya? Aku juga bakal klarifikasi langsung, maaf udah buat keributan tiba-tiba. Aku pamit dulu.”

“Pasti. Hati-hati.”

Setelah Haechan pergi dengan mobil yang dibawa supirnya, Yeonjun langsung memerintah para bawahannya untuk segera membantu Haechan dan juga menghilangkan berita-berita buruk tentang mereka di seluruh media.

Tidak perlu waktu lama, dalam satu jam pasti berita itu akan sirna. Yeonjun menghela napas setelah memasukkan ponselnya di kantong, lalu bersiap membalik badan menuju ke mobil.

Namun, langkahnya terhenti ketika menatap adanya beberapa siluet yang bersembunyi di balik semak-semak dan juga pohon. Awalnya ia pikir itu wartawan, tapi setelah mendengar adanya isakan, ia langsung berjalan cepat dan menemukan sosok mungil yang berjongkok tengah menangis haru ditemani ketiga temannya.

Yeonjun menatapnya geli, “Ngapain di sini? Curiga sama aku?”

“Wa-waktu itu juga kamu ngikutin aku.”

Pemuda jangkung itu mendekat, sementara ketiga teman Beomgyu menjauh untuk memberi jarak. Yeonjun ikut berjongkok di dekat si manis, ia meraih wajah Beomgyu yang tetap terlihat cantik walau hanya diterpa cahaya lampu taman. Wajah yang memerah karena menangis, sangat lucu dan menggemaskan setiap harinya. Sebenarnya ia menikahi laki-laki berumur 20 tahun atau 10 tahun, sih?

“Maaf, ya. Aku baru bisa beresin masalah aku sama dia malem ini, sebenernya aku gak mau kamu khawatir dan tau, tapi kamu taunya malah ngikutin aku.”

“Gapapa,”

“Kok malah nangis? Takut, ya?” Yeonjun mengusap air mata yang membekas di pipi Beomgyu pelan, “Choi Yeonjun cintanya cuma sama Choi Beomgyu, kok.”

“Ga percaya.”

“Tadi udah denger semua bukannya? Gak usah dijelasin lagi dong,”

“Gatau.”

Beomgyu masih merajuk, Yeonjun semakin gemas.

“Butuh yang lebih jelas? Oke.”

Tiba-tiba tubuh Beomgyu diangkat begitu saja dan diletakkan pada pundak Yeonjun yang kokoh. Si manis berteriak minta diturunkan dengan wajah yang memerah. Kemudian Yeonjun menatap ke arah teman-temannya dan juga bodyguard Yeonjun yang baru datang tak jauh dari sana.

“Ngapain ngeliatin aja? Kalian bertiga pulang pake mobil yang dibawa Beomgyu sama supir gua nanti,” mata rubahnya kini menatap ke arah empat temannya yang masih memasang tampang bodoh, “dan buat lo pada, pasti tadi lo udah siap mau mukulin gua, kan? Sana lo pada pulang, sat. Hahaha.”

Kemudian Yeonjun menyamankan Beomgyu yang meronta-ronta di pundaknya sambil menatap para bodyguard yang bingung.

“Kalo nanti ditanya sama Papa Papi kenapa, bilang aja bentar lagi mau dapet keturunan.”

“Ap- HEH!”

Mereka yang mendengar itu sontak memerah dan salah tingkah tetapi segera menuruti kemauan Yeonjun. Sementara para temannya juga saling tatap dan tersenyum sumringah ketika melihat Yeonjun yang masih asyik menggendong Beomgyu di pundaknya dengan tertawa bahagia. Pemandangan seperti ini lah yang mereka harapkan, sekaligus pemandangan yang sudah menjawab dengan jelas kelanjutan hubungan pernikahan keduanya nanti.


Pintu belakang mobil Yeonjun segera dibuka paksa oleh pemiliknya dan dengan perlahan Beomgyu ia rebahkan di sana. Beomgyunya yang kecil dengan wajah memerah panik.

“Mau ngapain?” Jantung Beomgyu berdebar kencang dua kali lipat.

“Mau nambah keturunan, kan?”

Yeonjun dengan santai mulai membuka mantel yang ia pakai dan menyisakan kemeja garis-garis birunya. Kini posisi Beomgyu tidak bisa bergerak sama sekali ketika Yeonjun mengukungnya bahkan menahan kedua tangannya di atas kepala.

“Yeonjun-”

Yeonjun sudah membuka dua kancing atas kemejanya, dengan seringai di wajahnya, ia mulai merendahkan tubuh perlahan. Jika ditanya bagaimana Beomgyu sekarang, wajahnya sudah tidak beraturan, memerah total, dan juga membatu. Satu-satunya yang dapat dilakukan Beomgyu sekarang hanya pasrah dan memejamkan mata, membiarkan Yeonjun bertindak semaunya.

Namun, setelah beberapa detik ia memejamkan mata, ternyata tidak ada pergerakan sama sekali dari sang dominan. Beomgyu pun memberanikan diri untuk membuka kelopak matanya, kini pemandangan yang pertama ia lihat adalah Yeonjun yang tengah tersenyum dengan tatapan penuh cinta di kedua netranya.

“Gemes banget, nungguin, ya?”

Hingga akhirnya kalimat tanya itu terdengar, kesadaran Beomgyu langsung kembali seperti semula.

“IHH RESEEEE!”

Beomgyu ingin memukul Yeonjun, tapi dengan secepat kilat tubuhnya tiba-tiba terangkat begitu saja dan tidak tahu bagaimana caranya ia sekarang sudah berada tepat di pangkuan Yeonjun. Lagi, napas Beomgyu kembali sesak dan jantungnya berdetak tak beraturan.

“Aku cinta kamu, Gyu.”

“Ih ... kenapa tiba-tiba ngomong gitu,”

Beomgyu menolehkan kepalanya ke samping karena malu, tapi Yeonjun meraih dagunya agar wajah mereka kembali berhadapan.

“Makasih, ya. Udah selalu mau percaya sama aku walau kamu belum pernah ngomong begitu, karena aku tau kamu tipe orang yang langsung dengan pembuktian, bukan hanya omongan.” Beomgyu ingin menangis lagi mendengarnya, ia bahkan tidak sanggup hanya untuk menatap Yeonjun sekarang, “Karena itu sekarang aku juga bakal selalu langsung buktiin ke kamu, kalo aku udah beneran suka, cinta, dan sayang banget sama kamu. Cuma kamu. Choi Beomgyu si beruang tengil yang dijodohin sama aku beberapa bulan yang lalu.”

“Yeonjun, udah ...”

Yang lebih tua menggeleng, ia masih ingin terus mengutarakan segala hal yang ia pendam selama ini.

“Apa yang kamu denger tadi itu bener semua kok, aku sangat beryukur bisa jadi orang yang dijodohin sama kamu, nikah sama kamu, bahkan jatuh cinta sama kamu.”

Yeonjun kini meraih kedua pipi Beomgyu dan membuat mereka kembali bertatapan, bisa ia lihat netra galaksi yang ia dambakan itu mulai berair dan tak lama lagi akan membuat sungai di pipi tirusnya.

“Kamu inget gak waktu Ayah minta kita untuk pertahanin pernikahan ini?”

“I-inget, kenapa?”

“Awalnya aku miris, karena Ayah bilang itu di saat kita udah punya keputusan untuk cerai. Tapi sekarang aku akan memastikan bahwa itu bukan janji semata melainkan kewajiban yang perlu aku lakuin.” Yeonjun tersenyum yakin, “aku bakal pertahanin pernikahan kita sampai kapan pun, Beomgyu.”

Ya, Beomgyu tentu sukses meloloskan air mata lagi akibat mendengarnya.

“Njun, udah ...”

“Dan kamu inget juga saat Ayah dan Yayah minta kita berjanji untuk saling bahagia?”

“Yeonjun ...” ia mulai melemas.

“Awalnya juga aku pikir aku bakal nepatin janji itu dengan bikin kamu bahagia aja dengan cara apa pun, keputusan apa pun, bahkan keadaan apa pun. Mau kita tetep bersama atau bercerai, karena menurut aku hidup dan ketulusan kamu kayak susu putih bersih yang gak boleh dinodai siapa pun. Terutama aku, aku takut ketika perceraian kita datang bakal munculin satu titik hitam pertama di hidup kamu. Dan aku gak mau itu, Gyu.”

Beomgyu terus menangis, kepalanya bahkan sudah pusing mendengar segala perkataan manis Yeonjun yang membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi selain hanya diam dan terharu.

“Tapi sekarang aku bakal ngubah perumpaan hidup kamu dari susu putih bersih jadi kanvas putih yang polos.”

Yang lebih muda kembali memberanikan diri menatap yang lebih tua, “Kanvas putih yang polos?”

Yeonjun mengangguk, “Ya, dan karena itu aku juga mau minta izin sama kamu,”

“Izin apa?”

“Untuk hadir bukan menjadi satu titik hitam pertama, melainkan menjadi banyak warna-warni lain di atas kanvas putihmu.”

Yeonjun kini juga ikut berkaca-kaca, ia menatap Beomgyu dengan tersenyum haru.

“Boleh kamu izinin aku hadir di hidupmu sepenuhnya, Gyu?”

Belum sempat mendengar jawabannya, tetapi justru bibir Yeonjun lebih dulu Beomgyu bungkam dengan bibir tipisnya. Kedua mata mereka terpejam ketika bibir itu melakukan penyatuan yang sempurna. Hanya sebuah ciuman ringan dan lembut tetapi menyiratkan cinta yang begitu dalam dari keduanya.

Ketika ciuman itu terlepas perlahan, Beomgyu kini menyatukan kedua dahi mereka sebelum menjawabnya, membiarkan napas keduanya saling bertubrukan satu sama lain.

“Kamu gak perlu izin lagi kalau kamu sendiri udah ngedobrak pintu pertahananku sejak awal, Yeonjun.”

“Aku yang dobrak atau emang kamu yang sengaja gak ngunci pintu biar aku dateng?” ledek Yeonjun yang kembali pada mode isengnya.

“Udah, ah. Ngomong mulu, ayo pulang, katanya mau nambah keturunan,” Mata Yeonjun melotot, sementara Beomgyu sudah kembali semerah tomat, tidak menyadari apa yang baru saja ia katakan, “BERCANDA! Aku ga ngomong apa-”

“SIP. Aku denger semuanya, ayo, kita pulang.”

“Yeonjun, bercanda! Aku bercandaaaa!! AHAHA! GELII!”

Beomgyu berusaha untuk tetap berada di pangkuan Yeonjun ketika suaminya itu berusaha menggesernya agar ia bisa ke jok depan, tetapi pertahanannya kalah dengan Yeonjun yang lebih dulu menggelitiki tubuhnya.

Keduanya pun kini saling tertawa dengan kehangatan dan kebahagiaan yang kian menyelimuti. Yeonjun tidak pernah sesenang ini dalam hidupnya, begitupula Beomgyu. Mereka tidak pernah berpikir akan bisa sampai di tahap seperti ini, mereka yang sudah membayangkan bahwa pernikahannya akan gagal, bahkan yang sudah berjanji berpisah sejak awal justru sekarang berganti untuk berjanji akan mempertahankan pernikahan mereka sampai akhir.

Semua masalah dan juga badai dalam rumah tangga yang telah mereka lewati di masa-masa meyakinkan perasaan keduanya akan selalu menjadi kenangan dan juga pembelajaran untuk ke depannya nanti.

Bagai sebuah kapal di tengah lautan, mereka tahu bahwa akan ada banyak ombak dan juga badai lainnya yang akan datang untuk menggoyahkan pertahanan kapal mereka, untuk menuju ke pelabuhan selanjutnya. Akan ada banyak cobaan dan ujian yang hadir untuk menggoyahkan komitmen pernikahan mereka di masa depan.

Tetapi keduanya yakin, walau banyak ombak dan badai kian menerjang, keduanya akan siap melabuhkan kapalnya agar tetap bertahan dengan kokoh. Tidak karam apalagi tenggelam.

Karena kini keduanya tidak akan berjuang untuk memecahkan masalahnya secara sendirian, melainkan mereka hadapi bersama-sama dengan saling menguatkan satu sama lain.

Dengan Yeonjun untuk Beomgyu. Juga Beomgyu untuk Yeonjun. []

© 2021, moawaua.