moawaua

Kalau ditanya mengapa Yeonjun sangat ingin bertemu dengan Beomgyu, maka jawabannya adalah entah. Yeonjun sendiri tidak mengerti mengapa ia tertarik sekali untuk bertemu dengan Beomgyu dan berencana ingin membalas perbuatan laki-laki yang sudah menantangnya duluan itu.

Mungkin karena rasa tidak terimanya, karena rasa bosannya, atau karena rasa penasarannya.

Terhitung jarang ia mendapatkan pesan yang menjelek-jelekan dirinya, sekalinya ada pun tak lama orang itu akan segera meminta maaf karena takut padanya. Bukan maksudnya Yeonjun berlagak paling berkuasa di SMAN 304 Depok ini, tetapi orang-orang itu sendiri yang memang mengakui bahwa jangan bermain-main dengan Yeonjun.

“Jun, kalo udah ketemu anaknya, terus mau lu labrak beneran?”

Mata rubah Yeonjun melirik Hyunjin yang juga sekarang ikut menemaninya untuk bertemu dengan Beomgyu. Ya, pulang sekolah ini mereka, anak-anak Malih dengan motor masing-masing mengikuti Yeonjun ke tempat seblak CBG milik Beomgyu dan menjalani misi menaklukkan Choi Beomgyu untuk minta maaf pada Choi Yeonjun.

Kini mereka sudah asyik duduk di bangku-bangku paling belakang untuk siap menunggu keluarnya sang target.

“Emangnya gua kang bully apa maen labrak-labrak aja,” timpal Yeonjun tidak terima, “paling baru gua liatin juga udah langsung minta maap itu bocah.”

Soobin terkekeh, “Ampun dah, tapi gua rasa responnya dia gak sesuai sama yang lu arepin, Jun.”

“Belom nyoba mana tau,”

Yeonjun bukan asal bicara juga tentang orang yang ia sering hadapi lebih dulu takut kepadanya. Pasalnya dia anak paling disegani satu sekolah, anak orang kaya, di media sosial juga ia terkenal, punya geng yang isinya orang-orang ganteng, asyik, dan juga populer di antara para gadis. Ya, bisa dikatakan status kepopuleran Yeonjun membuat orang itu takut, padahal Yeonjun tidak pernah mengucilkan siapa pun atau bahkan mengajaknya berkelahi duluan.

“Kata gua si, lu langsung disiram seblak beneran, betewe ini mana dah bocahnya gak keluar lama bat,” Woojin yang berada di samping Wooyoung ikut tidak sabar.

“Gua sering beli di sokin, ini kan kita dateng abis pulang sekolah pisan, setan. Sabar, dia mandi dan siap-siap dulu kalo ga salah,”

Mendengar penjelasan Wooyoung membuat Yeonjun tersenyum meledek, “Merhatiin aja luh, jangan-jangan ini anak cakep—”

“Jun, Jun, tuh anaknya keluar!”

Yeonjun dengan mulut masih terbuka pun reflek menoleh dan mengikuti arah pandang teman-temannya—ke tempat di mana sesosok laki-laki bertubuh ramping dengan rambut yang dikuncir tengah datang untuk memberikan dua mangkuk seblak kepada pelanggan di bangku paling depan. Sosok laki-laki dengan wajah bak pahatan seniman ternama dengan bibir tipis dan mata seindah galaksi yang mampu menghentikan waktu Yeonjun dalam seketika.

“—banget. Cakep banget ....” sambung ucapan Yeonjun yang di sela Wooyoung tadi.

Yeonjun masih terdiam dengan perasaan yang mengacak-acak hati dan pikirannya. Wajahnya perlahan memerah, ia terus menatap Beomgyu yang kini terus tersenyum dari pelanggan satu ke pelanggan lainnya. Yeonjun rasa akan ada sesuatu yang besar datang kepada diri mereka berdua.

Keempat temannya menatap Yeonjun dengan bingung, pasalnya sekarang setelah Beomgyu keluar menimbulkan tidak adanya pergerakan sama sekali dari pemuda Choi itu. Yeonjun benar-benar diam dan menatap lekat Beomgyu yang kini sedang mencatat pesanan-pesanan para pelanggan.

Soobin menutup mulutnya untuk menahan tawa, “Ternyata gua salah, justru responnya Yeonjun sendiri yang gak sesuai sama yang dia ekspetasiin,”

“WOYY, bengong aje lu!”

Senggolan tangan Woojin membuat Yeonjun tersadar dari lamunannya, ia pun menatap teman-temannya dengan kesal.

“Apa si lu ganggu aja, gua lagi ngeliatin si Beomgyu lu tau?” Yeonjun kembali meliriknya, tetapi kini Beomgyu sudah ada di tempat yang jaraknya lebih jauh, membuat Yeonjun mendecak pelan dan melanjutkan ucapannya, “Yang begitu tukang seblak? Ini kaga salah?”

“Iya, anjir, yang ada gua siram beneran lu biar sadar, ini gimana kita duduk doang kaga beli apa? Mana duduknya jauh bangat kaga dinotis,”

Yeonjun tertawa pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya, “Gapapa disiram seblak sama dik Beomgyu gua rela lahir batin, apalagi disirami kasih sayang,”

Merasa bahwa sifat menyebalkan Yeonjun sudah naik ke permukaan, Wooyoung pun tanpa aba-aba langsung mengangkat tangannya dan berteriak.

“BEOMGYU!”

Serempak mereka berempat melotot, terutama Yeonjun yang mendadak tegap. Beomgyu sendiri yang mendengar itu langsung menoleh, tetapi ia tidak menemukan siapa pun yang memanggilnya melainkan hanya melihat beberapa anak laki dengan seragam SMA yang sama dengannya sedang berlari seperti dikejar setan.

“UYONGG BANGSAATTTT!!!”

Wooyoung tertawa puas melihat Yeonjun yang terengah-engah di parkiran dengan wajah memerah. Baru kali ini ia melihat Yeonjun sepanik itu untuk bertemu seseorang, apalagi seseorang itu benar-benar baru ia temui hari ini juga.

“Lu kenapa pada lari si? Ngagetin, anjing ...” protes Hyunjin.

“Uyong setan emang,”

Wooyoung tidak terima, “Lah, kok nyalahin gua, kan emang lu yang mau ketemuan, kan? Tinggal dipanggil doang juga anaknya langsung nyamperin,”

“Tapi entar dulu, sath. Gua masih ngontrol hati, buset bisa mati di tempat gua kalo itu anak ada depan komok gua,”

“Lagak lu kayak abis liat siksa kubur, takut lu?” timpal Woojin.

“Bukaaann, tapi ada perubahan rencana,”

Soobin menyipitkan matanya, “Hah?”

Yeonjun yang sudah tidak terengah-engah kini berpose tolak pinggang, lalu menatap teman-temannya dengan senyuman menyebalkan yang mereka prediksi akan memunculkan suatu hal gila yang baru.

“Dari misi menaklukkan Choi Beomgyu untuk minta maaf sama Choi Yeonjun, jadi misi menaklukkan Choi Beomgyu untuk jadi pacarnya Choi Yeonjun.” []

© 2021, moawaua.

Sentuhan itu. Sentuhan yang membuat pemuda asal Daegu tidak bisa fokus walau harusnya ia sudah terlatih lama. Sentuhan yang berkali-kali ia terima di bagian pahanya. Sentuhan yang dilakukan oleh anggota grup tertuanya. Siapa lagi kalau bukan Choi Yeonjun sang pelakunya.

“Kak, kita lagi vlive loh ini,” bisik Beomgyu dan menyingkirkan tangannya sambil ia berpura-pura tertawa di depan kamera dan kru di depan mereka.

“Aku marah nih ya, aku gak mau ketemu Kakak kalau masih pegang-pegang,”

Tetapi ucapannya tidak digubris oleh Yeonjun yang membuat kesabaran Beomgyu habis. Sepanjang vlive ia pasrah Yeonjun sering menyentuh dirinya di mana pun ia suka, bahkan mengeluarkan ucapan-ucapan yang menimbulkan tanda tanya.

Beberapa jam kemudian mereka semua bersiap untuk tidur, saat itu juga Beomgyu gunakan waktu sebaik mungkin untuk ia berbicara empat mata dengan Yeonjun.

“Kak, di dalem, kan?”

Hanya gumaman yang menjadi jawabannya, tapi itu sudah cukup untuk Beomgyu. Akhirnya ia membuka pintu kamar milik Yeonjun, masuk ke dalam dan tak lupa ikut menguncinya, karena pembicaraan ini akan berbahaya jika ada yang mendengar.

“Ngapain? Katanya marah sama aku?”

Ah. Ini dia. Mode Yeonjun Merajuk.

Beomgyu yang masih berdiri di depan pintu menghela napasnya pelan. Ia melihat Yeonjun yang masih merebahkan dirinya dan membelakangi Beomgyu. Pacarnya sedang merajuk dan ia tahu apa itu penyebabnya.

“Emang masih marah, lagian siapa suruh pegang-pegang aku kayak gitu? Gak malu di lihat fans? Mana tadi juga ngomong pantat-pantat, apa coba maksudnya, gajelas banget.”

“Kan kamu pacar aku, kenapa harus malu?” jawabnya seenak jidat.

“Kenapa? Masih marah gara-gara di konser bajuku melorot yang bikin tulang selangka kemana-mana? Gitu?”

“Tuh tau,”

Beomgyu merotasikan bola matanya, “Kan tadi makanya aku udah tutupin di vlive pake handuk sebagai gantinya,”

“Udah kamu mah emang sukanya ngumbar-ngumbar aset aku,”

“Dih, Kakak juga ya,” balas Beomgyu tak terima.

“Yaudah iya, semuanya salah Kakak, kamu mah ga pernah salah.”

Sial, dia tambah ngambek.

Kalau sudah seperti ini Beomgyu akan melunak. Ia pun mengalah dan memilih untuk mendekati Yeonjun yang masih membelakanginya. Dengan perlahan Beomgyu melepaskan celana panjang dan juga boxer yang ia kenakan hingga menyisakan celana dalam berwarna putihnya itu.

“Ga usah ngambek, cepet pilih mau nenen apa paha?”

Yeonjun tetap bergeming, “Nggak mau.”

“Ya udah gak maksa.”

Beomgyu pun ikut merebahkan dirinya di samping Yeonjun dengan posisi tengkurap. Yeonjun yang mendengar itu lantas menatap ke arah si mungil, dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah sosok Beomgyu yang hanya mengenakan atasan kaus polos kebesaran miliknya dengan bawahan celana dalam saja.

Seringai Beomgyu muncul ketika Yeonjun benar-benar langsung terpancing. Pemuda itu sekarang tengah memeluknya dari belakang dengan tangan kekarnya yang berada di bokong dan paha dalam Beomgyu.

“Katanya tadi gak mau,”

“Hehe.”

Beomgyu membalik badannya dan kini ia berada dalam rengkuhan Yeonjun. Pemuda yang lebih tua tersenyum, mau tak mau Beomgyu ikut tersenyum, tetapi gerakan tangan Yeonjun membuatnya sedikit kesulitan bernapas.

“Apa hehe hehe? Makanya ga usah sok ngambek,”

Beomgyu menusuk pelan hidung mancung Yeonjun dengan telunjuk lentiknya. Yang ditunjuk lantas makin mendekatkan tubuh mereka, tanpa Beomgyu bisa persiapkan lagi, Yeonjun sudah mencuri ciuman singkat di bibirnya.

“Biar gak ngambek,” Yeonjun menyeringai tipis sebelum melanjutkannya, “ronde harus semau aku, ya?”

Belum sempat Beomgyu membalas, ia lebih dulu menutup mulutnya sendiri dengan kedua tangannya untuk menahan desahan akibat serangan Yeonjun yang entah bagaimana kepalanya sudah sampai di bagian pahanya dalam sekejap.

Jika sudah seperti ini, harusnya Beomgyu biarkan saja pacarnya merajuk seharian daripada ia dibuat tidak tidur semalaman. []

© 2021, moawaua.

kalau rindu itu peluru sudah pasti penembaknya jitu kalau senyum itu cerutu sudah pasti pemakainya candu kalau beomgyu itu namamu sudah pasti pacarnya aku

— yeonjun, 2021

kalau rindu itu peluru sudah pasti penembaknya jitu kalau senyum itu cerutu sudah pasti kau pemakainya candu kalau beomgyu itu namamu sudah pasti pacarnya aku

— yeonjun, 2021

Jari kecil itu terus saja menggeser layar ponsel di depannya. Beomgyu menghabiskan beberapa menit untuk melihat kembali masa-masa ketika dirinya dan Yeonjun masih di tahap berkenalan. Mereka yang berbeda jurusan dan fakultas, bahkan umur yang juga berbeda. Memang sedari dulu keduanya tidak akur, tetapi dari ketidakakuran tersebut banyak momen-momen lucu untuk diingat kembali.

Ketika awal mereka bertemu, betapa beraninya Beomgyu untuk melabrak Yeonjun.

Ketika mereka justru menjadi satu tim dance bernama TXT, Beomgyu bahkan tidak pernah membayangkan kadang menari berpasangan di beberapa part lagu dengan Yeonjun.

Ketika adanya pertengkaran-pertengkaran kecil tidak penting yang entah kenapa terjadi di antara keduanya, mulai dari kalah adu panco, kalah debat, saling ejek bagian menari, bahkan hal kekanakan lainnya yang membuat seluruh teman mereka heran.

Namun, bukan berarti keduanya selalu bertengkar dan tidak mempunyai kenangan yang berharga. Jujur dulu Beomgyu tidak ingin mengakuinya, tapi berkat satu momen ini, Beomgyu menyadari, bahwa Yeonjun memang selalu membuatnya kesal akan tingkah sombongnya, tetapi bukan berarti ia orang yang jahat.


Saat itu ketika genap 4 bulan mereka menjadi satu tim TXT, keadaan seluruh member sedang dilanda kegelisahan. Mereka semua sedang memikirkan bagaimana berlatih di tengah-tengah kesibukan karena dalam seminggu ini sudah ada penampilan yang perlu ditampilkan. Ya, berdasarkan kocokan acak, TXT berada di urutan pertama untuk tampil di panggung yang ditonton satu kampus di acara pensi tahunan.

“Apa kita gak bisa ngundur jadwal dulu? Gue gak yakin bakal bisa maksimal kalo waktu latihan tinggal seminggu,”

Soobin terlihat sedang berpikir keras menanggapi ucapan Taehyun barusan, ia sebagai leader di sini terus mencari cara bagaimana agar mereka bisa latihan tanpa diganggu oleh kesibukan yang lain. Sampai akhirnya Yeonjun menjetikkan jarinya yang langsung menjadi pusat perhatian mereka.

“Gua bakal minta Papa buat ngurus deadline tugas kita gimana? Jadi nanti dosennya ya biasalah gua bujuk supaya tugas-tugas kita bisa dikasih keringanan dan dikumpulin setelah tampil? Atau lo pada mau joki?”

Beomgyu sebenarnya menyetujui hal itu, tapi bukan kesibukan masalah tugas semester yang menjadi masalahnya. Ia pun menggeleng, membuat keempat teman satu timnya bingung.

“Aku tetep gak bisa latihan, bukannya aku nolak-”

“Kenapa? Apa lagi masalah, lo?”

Yeonjun tiba-tiba memotong ucapannya dengan raut wajah serius, pasti laki-laki itu juga sangat pusing saat ini.

“Ini bukan masalah tugas, aku tetep aja walau tugas bisa diundur, tapi Minggu ini aku bener-bener bakal jarang latihan,”

Beomgyu ingin menangis saja rasanya. Kai yang menyadari itu segera mengelus punggung Beomgyu yang suaranya mulai bergetar.

“Kenapa, Gyu? Kerja paruh waktu, lo?”

Beomgyu menggeleng, “Aku minta maaf kalo emang paling nyusahin di sini, gimana kalo aku absen dulu untuk ga tampil pensi nanti, kalian bisa, kan tampil berempat-”

“Yang namanya TXT itu lima. Ga ada empat. Sebenernya lo kenapa si, apa masalah hidup lo? Bener paruh waktu? Urusan uang biar-”

“Yayah aku dirawat. Aku harus nemenin beliau setiap pulang kampus.”

Semua tertegun mendengar jawaban Beomgyu. Benar, Beomgyu adalah tipe yang sangat jarang untuk memberitahu bagaimana keadaan hidup pribadinya, satu-satunya yang mereka tahu hanyalah Beomgyu yang berasal dari keluarga sederhana dan bekerja paruh waktu dengan semangat berkobar-kobar. Tapi untuk masalah pribadi yang seperti ini, pengetahuan mereka sangat nihil.

“Gyu? Lo serius? Kenapa lo gak bilang dari awal?” Soobin segera merangkul Beomgyu karena pemuda itu kini menangis.

“Maaf, aku bukannya gak mau cerita tapi aku gak mau ngerepotin kalian sama alasan ini, makanya aku minta maaf gabisa tampil dulu padahal aku juga pengen banget,”

“Justru karena lo yang gak cerita ini lah yang malah ngerepotin.”

Semua mata tertuju pada Yeonjun ketika ia mengatakan hal itu. Taehyun ingin segera memarahinya, tapi Yeonjun belum menyelesaikan ucapannya.

“Kenapa gak bilang dari awal? Gua pikir masalah lo apa,” Yeonjun mendecak seraya mengacak rambutnya gusar, “latihan kayak gini gak penting, orang tua lo lebih penting, lo tau?”

“Tapi-”

“Oke, posisi Beomgyu kita biarin tetep ada tapi kita kosongin dan masalah selesai, gimana?” Yeonjun kembali memotongnya dan membuat simpulan.

“Setuju.”

Beomgyu ingin menolak hal itu, tapi dering ponselnya berbunyi tiba-tiba. Ketika ia melihat siapa yang memanggilnya, ternyata itu dari pihak rumah sakit. Reflek tangannya bergetar ketika menerima panggilan tersebut.

“Ha-halo?”

“Dengan kak Beomgyu, saat ini kami sudah siap untuk menjalankan operasinya.”

“T-tapi aku belum mengumpulkan biaya-”

“Sudah ada keluarga Choi Taehyung yang membantu. Operasi akan segera dilaksanakan dalam 15 menit. Terima kasih.”

Ketika sambungan terputus, Beomgyu kembali menangis. Ia tidak tahu harus bereaksi apa saat itu. Ia senang sekali, padahal ia bisa saja mengambil seluruh tabungan dan juga meminjang uang kepada bos dan saudaranya yang lain untuk biaya operasi. Tetapi nyatanya ada yang sudah menolong keluarganya terlebih dahulu.

“Kenapa, Gyu?” tanya Kai panik.

“Yayah aku udah siap dioperasi, kita bisa lanjut latihan-”

“Mau operasi? Gak. Lo gak boleh ada di sini, ayo kita ke rumah sakit sekarang.”

“Yeon-”

Tangannya tiba-tiba ditarik untuk keluar dari ruang latihan untuk menuju parkiran. Yeonjun tidak mengucapkan sepatah kata pun melainkan langsung memberikan jaketnya pada Beomgyu.

“Kita pake motor, kalo pake mobil bakal lama.”

“Yeon-”

“Udah jangan bawel, gua janji bakal hati-hati. Rumah sakit mana, ini?”

“R-rumah sakit SM, tapi Njun-”

Beomgyu yang masih tergagap langsung dipakaikan helm begitu saja oleh Yeonjun, bahkan pemuda itu juga ikut memasangkan tali pengait di bawah dagunya. Yeonjun naik duluan dengan mesin yang sudah menyala, menunggu Beomgyu untuk ikut naik di belakangnya.

“Mau gua gendong juga apa gimana, nih? Cepet naik.”

Dengan tergesa-gesa Beomgyu naik ke motor ninja yang pasti mahal milik Yeonjun. Mau tak mau ia berpegangan pada pundak Yeonjun agar tidak jatuh, tapi justru Yeonjun menarik tangannya untuk sengaja memeluk pinggang laki-laki itu.

“Pegangan yang kuat, nanti lo kebawa angin gua yang disalahin.”

“I-iya,”

“Udah siap? Gua berangkat.”

Beomgyu mengangguk, kemudian sepanjang perjalanan ke rumah sakit ia terus memeluk Yeonjun dari belakang. Tidak banyak percakapan yang keluar, bahkan ketika sampai di rumah sakit Yeonjun juga ikut menemaninya menunggu operasi yang sangat disyukuri berjalan lancar. Tetapi Yeonjun belum sempat bertemu dengan orang tua Beomgyu karena saat itu ada masalah yang juga harus ia urus. Sementara Beomgyu sendiri juga belum bertemu dan sempat berterima kasih dengan sosok yang menolong keluarganya karena orang tersebut selalu dikabarkan sibuk.

Hingga kini ia baru sadar, bahwa yang menolongnya saat itu secara keseluruhan adalah keluarga Choi Taehyung, sosok yang menjadi mertuanya saat ini. Yeonjun dan Taehyung telah berjasa besar padanya bahkan sejak ia belum mengenal betul mereka.

Ya, momen ini lah yang selalu Beomgyu ingat hingga saat ini dan Beomgyu percayai bahwa Yeonjun dan keluarganya adalah orang-orang yang sangat baik. Bahkan Beomgyu juga ingin mempercayai hal tersebut sampai detik ini. Beomgyu ingin sekali lagi untuk percaya kepada Yeonjun.


Pintu kamar mandi dibuka setelahnya, menampilkan Yeonjun yang bertelanjang dada dengan sehelai handuk menutupi area bawahnya. Beomgyu reflek kembali pada kenyataan, ia mengusap cepat air mata di pipinya, lalu menatap Yeonjun yang berjalan ke arahnya dengan keadaan seperti itu. Harusnya momen ini bisa membuat wajah Beomgyu memerah malu, tapi tidak bisa, ia justru tidak sempat memikirkan hal aneh-aneh tersebut.

“Aku pikir kamu udah keluar kamar dari tadi,”

Beomgyu menggeleng, “Ga papa, kamu kenapa mandi malem tiba-tiba gini?”

Sudah jelas ingin bertemu Haechan, bodoh.

Yeonjun mendekati Beomgyu yang masih duduk di atas ranjangnya. Belum sempat Beomgyu menolak, tapi tiba-tiba tubuhnya dipeluk begitu saja hingga membuat dirinya telentang dengan Yeonjun di atasnya.

“Maunya sih mesra-mesraan sama kamu, tapi aku harus keluar,”

Yeonjun kini menduselkan hidungnya pada area leher Beomgyu seperti kucing butuh perhatian. Beomgyu menahan napasnya ketika rangsangan Yeonjun begitu kuat untuk membuatnya lemah, tetapi kini ia harus tetap tegas. Jika mereka ingin melanjutkan hubungan ini, ada beberapa hal yang harus diperjelas.

“Berat, bangun.”

Menuruti suami kecilnya, Yeonjun bangkit duduk berhadapan dengan Beomgyu yang entah kenapa terlihat berantakan dan seksi bersamaan. Mata dan hidungnya memerah, apa lelaki itu sudah mengantuk?

Bukannya Yeonjun mesum, tetapi sosoknya yang seperti ini benar-benar ingin ia terkam.

“Kamu ngantuk? Tidur, gih.”

Beomgyu menggeleng lagi, “Kamu mau ke mana dulu? Aku ikut, ya?”

“Jangan, sayang. Aku gak akan lama kok,”

“Emangnya mau ketemu siapa?”

Beomgyu sengaja menanyakan hal itu meski ia sudah tahu jawabannya. Berdasarkan pertanyaan ini juga yang menjadi penentuan Beomgyu untuk berpikir kembali tentang hubungannya dengan Yeonjun.

Jika ia jujur, maka Beomgyu benar-benar bisa kembali mempercayainya.

“Aku ketemu rekan bisnis Papa.”

Tapi jika tidak, maka Beomgyu akan mengajukan perceraian padanya.

Kamu bohong, Njun.

Pemuda manis itu tersenyum tipis, kemudian ia merasakan tangan dingin Yeonjun yang mengacak pelan rambutnya. Mata mereka bertemu, mata yang mungkin tidak bisa Beomgyu tatap di kemudian hari seperti saat ini.

“Kamu tunggu aku pulang, ya.”

Yeonjun pun bangkit ke arah ruang ganti di kamarnya, meninggalkan Beomgyu yang masih mematung di atas ranjang dengan sisa-sisa sentuhan yang tadi suaminya berikan. Oh, apakah status suami itu masih cocok untuk mendeskripsikan mereka berdua?

Beomgyu menundukkan kepalanya, membiarkan air mata kembali jatuh perlahan di antara kedua lututnya.

Kamu minta aku nunggu? Aku nunggu apa, Njun? Nunggu kamu pulang di sini, tapi kamu perginya ke sana untuk kembali ke dia. []

© 2021, moawaua.

Malam ini Beomgyu akhirnya mau keluar kamar dengan alasan bermain dengan Taehyun, Kai, dan juga Jeongin untuk mengelabui para bodyguard dan kedua mertuanya. Padahal aslinya Beomgyu sedang mengikuti arah mobil Yeonjun pergi sejak tadi. Untung mereka sudah pisah kamar, jadi gerak-gerik Beomgyu yang memasang strategi di kamarnya tidak ketahuan pemuda berbibir tebal itu.

Sebelum benar-benar berangkat, Beomgyu dibuat heran dengan kedatangan anggota yang lebih. Di sana ada tambahan Soobin, Changbin, Woojin, dan juga Hyunjin.

“Kalian ngapain?” Beomgyu meminta kejelasan juga pada tiga temannya atas rencana tiba-tiba ini.

“Buat nemenin lu lah, terus jaga-jaga kalo Yeonjun berengsek nanti kita yang bagian mukulin,”

Woojin dengan senyum gigi gingsulnya menunjukkan kepalan tangan yang diibaratkan senjata yang siap untuk menghantam kepala Yeonjun juga dipersilakan.

“O-oke?”

Tetapi mereka tetap berada di mobil yang berbeda. Urutannya jadi Beomgyu yang mengikuti mobil Yeonjun kemudian mobil Soobin di belakangnya yang mengikuti mereka.

Tak memakan waktu lagi mereka pun segera menjalankan misi rahasia dan mengikuti ke mana Yeonjun pergi.

“Kalo rencana asli kamu gimana, Gyu? Kamu emang mau ngapain di sana, mau langsung jambak si Haechan?” tanya Kai yang berada di jok belakang mobil.

Beomgyu yang masih mengikuti mobil Yeonjun pun menggeleng, “Gatau, yang jelas aku harus dateng, apa yang ada di sana nanti yang bakal nentuin jawaban untuk hubungan kita juga.”

“Nanti mending kita sembunyi dulu di balik semak-semak kek, awas lu sampe muncul tiba-tiba,”

Taehyun menatap Beomgyu penuh selidik, sementara yang ditatap hanya mengangguk mengiyakan.

Ternyata Yeonjun berhenti di sebuah taman tersembunyi yang cukup sepi, terletak tepat di dekat kampus mereka juga. Sepertinya ini tempat spesial mereka berduaan, dengan membayangkannya saja membuat hati Beomgyu tambah sakit.

Menuruti usul Taehyun, mereka berempat segera keluar dari mobil dan langsung bersembunyi di balik semak-semak dan juga pohon besar di sana. Keempat pemuda lainnya juga mengikuti mereka. Beruntung mereka bertemu di malam hari, jadi keberadaan mereka semakin tidak terlihat karena gelap.

“Ini kita sembunyi di sini?” bisik Hyunjin.

“Iya,” balas Jeongin, kemudian ia menatap Beomgyu dan memastikannya sekali lagi, “Janji jangan keluar tiba-tiba?”

“Janji.”

Netra galaksi Beomgyu menatap Yeonjun yang masih berdiri di tengah taman itu sendirian. Sosoknya yang tampan walau tertutup masker semakin membuat Beomgyu sedih. Kenapa dia terlihat begitu tampan dan sempurna? Untuk apa ia diciptakan seperti itu jika tidak bisa menjadi milik ia seutuhnya?

Beomgyu ingin menangis saja saat ini, keputusan Yeonjun sebentar lagi akan menentukan segalanya. Hingga akhirnya tak lama setelah itu sosok lain yang sudah pasti Haechan berjalan mendekat.

“Hai,” sapa Yeonjun duluan.

Haechan tersenyum, kemudian sedetik kemudian pemuda yang lebih pendek itu langsung memeluk Yeonjun. Mereka bertujuh serentak terkejut dan reflek melihat Beomgyu. Pikiran mereka semakin was-was, sudah pasti Beomgyu tambah sedih dan kecewa.

“Aku kangen kamu, Jun.”

“Gua juga.”

Dada Beomgyu reflek sesak saat mendengarnya. Ingin rasanya ia egera melarikan dari sini atau bahkan menyerang mereka berdua dengan bebatuan di sekitarnya. Tapi Beomgyu berusaha sabar, karena entah kenapa ia merasa ia harus tetap berada di sini sampai selesai.

“Aku kangen kita yang dulu.”

“Kalo itu gua engga.”

Yeonjun perlahan melepaskan pelukan Haechan, ia menatap pemuda yang lebih pendek dengan tatapan sedih. Haechan sendiri juga menyesal karena menyia-nyiakan Yeonjun yang selalu baik dengannya selama ini. Pasti laki-laki itu telah banyak menderita saat menjalani hubungan tanpa status dengannya.

“Yeonjun, maaf. Harusnya aku terima saat kamu ngajak aku nikah,”

“Chan,”

“Maaf udah bikin kamu nunggu lama soal gimana hubungan kita ini, maaf juga udah bikin kamu terpaksa nikah sama orang lain dan ngebuat kamu lebih menderita ...”

Haechan menatap Yeonjun iba, ia benar-benar merasa bersalah. Tetapi justru Yeonjun menggelengkan kepalanya.

“Gapapa, Chan. Ini bukan salah lo, bukan salah orang tua gua, bukan salah Beomgyu juga,” ia tersenyum tipis sebelum melanjutkannya, “di sini ga ada yang salah. Karena menikahi Beomgyu itu bukan sebuah kesalahan.”

Beomgyu yang sedari tadi sudah pasrah dengan mata memanas tiba-tiba menjadi tersentak. Apa tadi ia tidak salah dengar?

Bukan hanya Beomgyu yang terkejut, tetapi Haechan di depan Yeonjun juga begitu, “Maksud kamu?”

Yeonjun mengangguk, “Mungkin awalnya gua emang nolak berat karena gua masih suka sama lo. Tapi gak nutup kemungkinan gua jatuh hati sama Beomgyu, kan? Bahkan justru aneh kalo gua ga jatuh hati sama orang kayak dia.”

Haechan diam seribu bahasa. Ia melihat diri Yeonjun yang berbeda dari biasanya. Yeonjun sendiri saat ini di pikirannya sedang memutar kilas balik bagaimana pertemuan dirinya dengan Beomgyu.

Bagaimana tingkah suami manisnya ketika ia goda setiap hari membuatnya tertawa, bagaimana setiap kata-kata yang keluar dari bibir tipisnya membuat ia merasa senang dan hangat, bagaimana setiap hari kehadirannya membuat Yeonjun merasa ingin hidup lebih lama. Bagaimana seorang Choi Beomgyu benar-benar hidup selama ini untuk melengkapi kehidupan Choi Yeonjun.

“Gatau kenapa, tingkah lakunya, suaranya, senyumnya, semua tentang dia, bagai ngisi kekosongan di hati gua, seakan dia hadir emang untuk ngelengkapin bagian diri gua yang hilang,” Yeonjun tersenyum tulus, “gua ... sayang dia. Gua jatuh cinta sama Beomgyu.”

“Cinta?”

Haechan bergumam pelan, tidak percaya kata-kata itu diucapkan oleh sosok di depannya saat ini. Bahkan ia belum pernah sekali pun mendengar Yeonjun mengatakan itu padanya.

“Jatuh cinta ke Beomgyu juga bukan jatuh sepenuhnya, menurut gua definisi jatuh itu terlalu cepat. Bagi gua, mencintai Beomgyu itu kayak proses lo lagi jalan buat balik ke rumah ... dan gak kerasa aja tau-tau lo udah pulang.” Yeonjun terkekeh, senyum dan tawa Beomgyu kembali terlintas di pikirannya, “Jadi justru gua menemukan kebahagiaan dan juga hal yang patut disyukuri karena bisa melewati proses ketemu, nikah, bahkan sampe jadi suami dia.

Ya, Beomgyu adalah rumah tempat gua pulang.”

Bulir air mata jatuh begitu saja di pipi pemuda itu. Haechan menangis mendengarnya, begitupula Beomgyu yang ikut menutup mulutnya agar tidak bersuara. Ia tidak menyangka bahwa Yeonjun akan mengatakan hal semanis itu di depan orang yang pernah disukainya. Beomgyu tidak lagi dapat mengartikan perasaan bahagia dan harunya saat ini. Ia hanya terus menatap Yeonjun di sana dengan linangan air mata.

“Jadi ... aku beneran udah ga ada lagi artinya di hidup kamu?”

Pertanyaan Haechan membuat Yeonjun menggeleng, ia menepuk bahu itu pelan, “Haechan, jangan bohong sama diri lo sendiri juga. Jangan maksain. Sebenernya gua cuma pelampiasan aja, kan?” yang lebih pendek membeku, ia menatap Yeonjun yang tetap memberinya tatapan tulus, “Mark. Lebih baik sekarang lo kejar dia lagi.”

Haechan terkesiap, ia mendadak panik. Bagaimana Yeonjun bisa tahu?

“Yeon- Yeonjun?”

“Gua tau, Chan. Makanya selama ini gua juga cuma bilang suka aja tapi gak pernah nembak lo kecuali ngajak nikah. Karena gua tau sebenernya lo selama ini emang gak pernah suka sama gua dan selalu mikirin orang lain,” Yeonjun akhirnya mengungkapkan seluruh perasaan yang selama ini ia pendam selama 2 tahun terakhir sejak ia menyukai Haechan, “lo mikirin orang lain dan orang itu adalah Mark. Gua tau dari Lucas, dia yang ngebantu gua setelah dia juga bikin gua salah paham tentang hubungannya sama Beomgyu.”

Final sudah. Yeonjun sudah mengetahuinya, Haechan tidak lagi bisa membantah. Memang terlalu banyak kejanggalan dalam hubungan mereka selama ini. Haechan juga ingin segera berpindah hati ke Yeonjun, ia memanfaatkan situasi dengan Yeonjun yang menyukainya hanya untuk melupakan Mark yang selama ini mungkin hanya menganggapnya sebagai sahabat dan tidak ada kepastian darinya.

“Maaf ... maafin aku, Yeonjun. Maaf,”

Setelahnya hanya ada ucapan maaf yang keluar dari mulut Haechan. Yeonjun hanya kembali menggeleng dan menepuk-nepuk pundak pemuda yang pernah ia sukai itu perlahan. Ia juga menyukai Haechan karena ia akui ia cocok dengan pemuda itu, tiap candaan dan juga tingkahnya membuat Yeonjun nyaman. Yang kurang hanya perasaannya yang tidak terbalas, jadi selama ini Yeonjun juga tidak berusaha untuk menyukainya secara berlebihan, ia sudah mengantisipasi hal itu sejak dulu.

“Lo harus tegas, kasih keputusan buat dia. Kalo lo mau mau berenti ngejar-ngejar dia ya bilang, kalo lo mau berusaha, lo juga bilang dan buktiin.” tiba-tiba ucapan itu keluar dari Yeonjun persis seperti ketika Beomgyu memberinya saran waktu itu.

Haechan mengusap air matanya perlahan, ia pun mengangguk, “Kamu bener. Aku terlalu takut sama perasaan dia ke aku, padahal aku sendiri belum nunjukin bukti apa pun. Makasih ya, Jun.”

Yeonjun merasa sangat lega akhirnya masalahnya dengan Haechan selesai. Ia pun memanggil supir pribadinya yang lain untuk mengantar pemuda itu pulang. Mereka mengakhiri hubungan ini dan berpisah dengan baik-baik, ah lebih tepatnya bukan berpisah, tapi memulai hal baru dengan jalan masing-masing.

“Gua yakin lo pasti jadi sama Mark, gua aja pernah naksir sama lo, masa Mark engga sih,”

Haechan tertawa atas hiburan yang diberikan Yeonjun, “Kamu juga. Aku rasa kita memang gak ditakdirkan sama-sama karena ya kamu ini emang diciptain buat Beomgyu. Aku turut seneng liat kamu berjodoh sama dia.” ia tersenyum miris ketika mengingat bagaimana wajah Beomgyu kemarin yang berusaha berani untuk menegaskan hubungannya, “Kamu jaga dia ya, Jun. Dia bener-bener tulus sama kamu, malah kayaknya Choi Beomgyu terlalu baik untuk kamu juga, dia bahkan pantes dapet lebih,”

Yeonjun menyeringai, “Dia pantes dapet lebih, tapi harus gua juga orangnya, karena gua yang bakal terus berusaha menjadi yang terbaik untuk dia, hahaha.”

“Boleh, boleh, bisa diatur. Sama sampein maafku buat kesalahpahaman ini juga, ya? Aku juga bakal klarifikasi langsung, maaf udah buat keributan tiba-tiba. Aku pamit dulu.”

“Pasti. Hati-hati.”

Setelah Haechan pergi dengan mobil yang dibawa supirnya, Yeonjun langsung memerintah para bawahannya untuk segera membantu Haechan dan juga menghilangkan berita-berita buruk tentang mereka di seluruh media.

Tidak perlu waktu lama, dalam satu jam pasti berita itu akan sirna. Yeonjun menghela napas setelah memasukkan ponselnya di kantong, lalu bersiap membalik badan menuju ke mobil.

Namun, langkahnya terhenti ketika menatap adanya beberapa siluet yang bersembunyi di balik semak-semak dan juga pohon. Awalnya ia pikir itu wartawan, tapi setelah mendengar adanya isakan, ia langsung berjalan cepat dan menemukan sosok mungil yang berjongkok tengah menangis haru ditemani ketiga temannya.

Yeonjun menatapnya geli, “Ngapain di sini? Curiga sama aku?”

“Wa-waktu itu juga kamu ngikutin aku.”

Pemuda jangkung itu mendekat, sementara ketiga teman Beomgyu menjauh untuk memberi jarak. Yeonjun ikut berjongkok di dekat si manis, ia meraih wajah Beomgyu yang tetap terlihat cantik walau hanya diterpa cahaya lampu taman. Wajah yang memerah karena menangis, sangat lucu dan menggemaskan setiap harinya. Sebenarnya ia menikahi laki-laki berumur 20 tahun atau 10 tahun, sih?

“Maaf, ya. Aku baru bisa beresin masalah aku sama dia malem ini, sebenernya aku gak mau kamu khawatir dan tau, tapi kamu taunya malah ngikutin aku.”

“Gapapa,”

“Kok malah nangis? Takut, ya?” Yeonjun mengusap air mata yang membekas di pipi Beomgyu pelan, “Choi Yeonjun cintanya cuma sama Choi Beomgyu, kok.”

“Ga percaya.”

“Tadi udah denger semua bukannya? Gak usah dijelasin lagi dong,”

“Gatau.”

Beomgyu masih merajuk, Yeonjun semakin gemas.

“Butuh yang lebih jelas? Oke.”

Tiba-tiba tubuh Beomgyu diangkat begitu saja dan diletakkan pada pundak Yeonjun yang kokoh. Si manis berteriak minta diturunkan dengan wajah yang memerah. Kemudian Yeonjun menatap ke arah teman-temannya dan juga bodyguard Yeonjun yang baru datang tak jauh dari sana.

“Ngapain ngeliatin aja? Kalian bertiga pulang pake mobil yang dibawa Beomgyu sama supir gua nanti,” mata rubahnya kini menatap ke arah empat temannya yang masih memasang tampang bodoh, “dan buat lo pada, pasti tadi lo udah siap mau mukulin gua, kan? Sana lo pada pulang, sat. Hahaha.”

Kemudian Yeonjun menyamankan Beomgyu yang meronta-ronta di pundaknya sambil menatap para bodyguard yang bingung.

“Kalo nanti ditanya sama Papa Papi kenapa, bilang aja bentar lagi mau dapet keturunan.”

“Ap- HEH!”

Mereka yang mendengar itu sontak memerah dan salah tingkah tetapi segera menuruti kemauan Yeonjun. Sementara para temannya juga saling tatap dan tersenyum sumringah ketika melihat Yeonjun yang masih asyik menggendong Beomgyu di pundaknya dengan tertawa bahagia. Pemandangan seperti ini lah yang mereka harapkan, sekaligus pemandangan yang sudah menjawab dengan jelas kelanjutan hubungan pernikahan keduanya nanti.


Pintu belakang mobil Yeonjun segera dibuka paksa oleh pemiliknya dan dengan perlahan Beomgyu ia rebahkan di sana. Beomgyunya yang kecil dengan wajah memerah panik.

“Mau ngapain?” Jantung Beomgyu berdebar kencang dua kali lipat.

“Mau nambah keturunan, kan?”

Yeonjun dengan santai mulai membuka mantel yang ia pakai dan menyisakan kemeja garis-garis birunya. Kini posisi Beomgyu tidak bisa bergerak sama sekali ketika Yeonjun mengukungnya bahkan menahan kedua tangannya di atas kepala.

“Yeonjun-”

Yeonjun sudah membuka dua kancing atas kemejanya, dengan seringai di wajahnya, ia mulai merendahkan tubuh perlahan. Jika ditanya bagaimana Beomgyu sekarang, wajahnya sudah tidak beraturan, memerah total, dan juga membatu. Satu-satunya yang dapat dilakukan Beomgyu sekarang hanya pasrah dan memejamkan mata, membiarkan Yeonjun bertindak semaunya.

Namun, setelah beberapa detik ia memejamkan mata, ternyata tidak ada pergerakan sama sekali dari sang dominan. Beomgyu pun memberanikan diri untuk membuka kelopak matanya, kini pemandangan yang pertama ia lihat adalah Yeonjun yang tengah tersenyum dengan tatapan penuh cinta di kedua netranya.

“Gemes banget, nungguin, ya?”

Hingga akhirnya kalimat tanya itu terdengar, kesadaran Beomgyu langsung kembali seperti semula.

“IHH RESEEEE!”

Beomgyu ingin memukul Yeonjun, tapi dengan secepat kilat tubuhnya tiba-tiba terangkat begitu saja dan tidak tahu bagaimana caranya ia sekarang sudah berada tepat di pangkuan Yeonjun. Lagi, napas Beomgyu kembali sesak dan jantungnya berdetak tak beraturan.

“Aku cinta kamu, Gyu.”

“Ih ... kenapa tiba-tiba ngomong gitu,”

Beomgyu menolehkan kepalanya ke samping karena malu, tapi Yeonjun meraih dagunya agar wajah mereka kembali berhadapan.

“Makasih, ya. Udah selalu mau percaya sama aku walau kamu belum pernah ngomong begitu, karena aku tau kamu tipe orang yang langsung dengan pembuktian, bukan hanya omongan.” Beomgyu ingin menangis lagi mendengarnya, ia bahkan tidak sanggup hanya untuk menatap Yeonjun sekarang, “Karena itu sekarang aku juga bakal selalu langsung buktiin ke kamu, kalo aku udah beneran suka, cinta, dan sayang banget sama kamu. Cuma kamu. Choi Beomgyu si beruang tengil yang dijodohin sama aku beberapa bulan yang lalu.”

“Yeonjun, udah ...”

Yang lebih tua menggeleng, ia masih ingin terus mengutarakan segala hal yang ia pendam selama ini.

“Apa yang kamu denger tadi itu bener semua kok, aku sangat beryukur bisa jadi orang yang dijodohin sama kamu, nikah sama kamu, bahkan jatuh cinta sama kamu.”

Yeonjun kini meraih kedua pipi Beomgyu dan membuat mereka kembali bertatapan, bisa ia lihat netra galaksi yang ia dambakan itu mulai berair dan tak lama lagi akan membuat sungai di pipi tirusnya.

“Kamu inget gak waktu Ayah minta kita untuk pertahanin pernikahan ini?”

“I-inget, kenapa?”

“Awalnya aku miris, karena Ayah bilang itu di saat kita udah punya keputusan untuk cerai. Tapi sekarang aku akan memastikan bahwa itu bukan janji semata melainkan kewajiban yang perlu aku lakuin.” Yeonjun tersenyum yakin, “aku bakal pertahanin pernikahan kita sampai kapan pun, Beomgyu.”

Ya, Beomgyu tentu sukses meloloskan air mata lagi akibat mendengarnya.

“Njun, udah ...”

“Dan kamu inget juga saat Ayah dan Yayah minta kita berjanji untuk saling bahagia?”

“Yeonjun ...” ia mulai melemas.

“Awalnya juga aku pikir aku bakal nepatin janji itu dengan bikin kamu bahagia aja dengan cara apa pun, keputusan apa pun, bahkan keadaan apa pun. Mau kita tetep bersama atau bercerai, karena menurut aku hidup dan ketulusan kamu kayak susu putih bersih yang gak boleh dinodai siapa pun. Terutama aku, aku takut ketika perceraian kita datang bakal munculin satu titik hitam pertama di hidup kamu. Dan aku gak mau itu, Gyu.”

Beomgyu terus menangis, kepalanya bahkan sudah pusing mendengar segala perkataan manis Yeonjun yang membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi selain hanya diam dan terharu.

“Tapi sekarang aku bakal ngubah perumpaan hidup kamu dari susu putih bersih jadi kanvas putih yang polos.”

Yang lebih muda kembali memberanikan diri menatap yang lebih tua, “Kanvas putih yang polos?”

Yeonjun mengangguk, “Ya, dan karena itu aku juga mau minta izin sama kamu,”

“Izin apa?”

“Untuk hadir bukan menjadi satu titik hitam pertama, melainkan menjadi banyak warna-warni lain di atas kanvas putihmu.”

Yeonjun kini juga ikut berkaca-kaca, ia menatap Beomgyu dengan tersenyum haru.

“Boleh kamu izinin aku hadir di hidupmu sepenuhnya, Gyu?”

Belum sempat mendengar jawabannya, tetapi justru bibir Yeonjun lebih dulu Beomgyu bungkam dengan bibir tipisnya. Kedua mata mereka terpejam ketika bibir itu melakukan penyatuan yang sempurna. Hanya sebuah ciuman ringan dan lembut tetapi menyiratkan cinta yang begitu dalam dari keduanya.

Ketika ciuman itu terlepas perlahan, Beomgyu kini menyatukan kedua dahi mereka sebelum menjawabnya, membiarkan napas keduanya saling bertubrukan satu sama lain.

“Kamu gak perlu izin lagi kalau kamu sendiri udah ngedobrak pintu pertahananku sejak awal, Yeonjun.”

“Aku yang dobrak atau emang kamu yang sengaja gak ngunci pintu biar aku dateng?” ledek Yeonjun yang kembali pada mode isengnya.

“Udah, ah. Ngomong mulu, ayo pulang, katanya mau nambah keturunan,” Mata Yeonjun melotot, sementara Beomgyu sudah kembali semerah tomat, tidak menyadari apa yang baru saja ia katakan, “BERCANDA! Aku ga ngomong apa-”

“SIP. Aku denger semuanya, ayo, kita pulang.”

“Yeonjun, bercanda! Aku bercandaaaa!! AHAHA! GELII!”

Beomgyu berusaha untuk tetap berada di pangkuan Yeonjun ketika suaminya itu berusaha menggesernya agar ia bisa ke jok depan, tetapi pertahanannya kalah dengan Yeonjun yang lebih dulu menggelitiki tubuhnya.

Keduanya pun kini saling tertawa dengan kehangatan dan kebahagiaan yang kian menyelimuti. Yeonjun tidak pernah sesenang ini dalam hidupnya, begitupula Beomgyu. Mereka tidak pernah berpikir akan bisa sampai di tahap seperti ini, mereka yang sudah membayangkan bahwa pernikahannya akan gagal, bahkan yang sudah berjanji berpisah sejak awal justru sekarang berganti untuk berjanji akan mempertahankan pernikahan mereka sampai akhir.

Semua masalah dan juga badai dalam rumah tangga yang telah mereka lewati di masa-masa meyakinkan perasaan keduanya akan selalu menjadi kenangan dan juga pembelajaran untuk ke depannya nanti.

Bagai sebuah kapal di tengah lautan, mereka tahu bahwa akan ada banyak ombak dan juga badai lainnya yang akan datang untuk menggoyahkan pertahanan kapal mereka, untuk menuju ke pelabuhan selanjutnya. Akan ada banyak cobaan dan ujian yang hadir untuk menggoyahkan komitmen pernikahan mereka di masa depan.

Tetapi keduanya yakin, walau banyak ombak dan badai kian menerjang, keduanya akan siap melabuhkan kapalnya agar tetap bertahan dengan kokoh. Tidak karam apalagi tenggelam.

Karena kini keduanya tidak akan berjuang untuk memecahkan masalahnya secara sendirian, melainkan mereka hadapi bersama-sama dengan saling menguatkan satu sama lain.

Dengan Yeonjun untuk Beomgyu. Juga Beomgyu untuk Yeonjun. []

© 2021, moawaua.

Beomgyu berusaha semaksimal mungkin untuk bekerja sama bersama orang suruhannya agar berita-berita tentang Yeonjun dan Haechan tidak terlalu ramai. Apalagi sampai terdengar oleh kedua orang tua mereka.

Bahkan Beomgyu sendiri takut untuk berbicara dengan Yeonjun, sekadar bertanya saja ia tidak mau. Ya, ia takut untuk mendengar kenyataan yang nanti akan menyakiti dirinya.

Sepanjang perjalanan masuk ke fakultas teknik tentu saja Beomgyu jadi pusat perhatian, tetapi ia tetap berusaha terlihat santai. Ia juga sudah meminta para bodyguardnya untuk berjaga-jaga takut ada penyelundup seperti wartawan dadakan yang akan menyebar perbincangannya dengan Lee Haechan.


“Hai, Chan. Bisa ikut aku sebentar ke toilet?”

Haechan yang sudah tahu bahwa Beomgyu benar-benar serius untuk bertemu dengannya pun mengangguk menyetujui. Ia mengikuti pemuda yang lebih tinggi darinya itu dengan perlahan.

Setelah sampai pun Beomgyu tidak ingin berbasa-basi lagi, ia berniat akan bicara baik-baik dengan Haechan soal masalah serius ini.

“Aku langsung aja, ya. Aku ga ngerti maksud kamu apa akhir-akhir ini, tapi aku mohon jangan ganggu kami. Jangan nyebar fitnah yang engga-engga,”

Haechan menaikkan sebelah alisnya, “Gua ga fitnah, gua emang pacar Yeonjun kok, lo emang gak dikasih tau?”

“Jangan boong, Yeonjun udah cerita sama aku kalo kamu nolak untuk jadi suaminya, makanya dia terima aja nikah sama aku,” Beomgyu sedikit tercekat ketika melanjutkannya, “udah cukup kamu nyakitin dia dulu, kenapa gak dari sebelum aku nikah aja kamu nyelametin dia dari perjodohan ini, hm?”

Haechan membuang mukanya, mencoba menghindari tatapan sedih Beomgyu.

“Lo gak tau apa-apa jadi diem aja.”

“Sekarang aku udah jadi suaminya, aku harus tau semuanya tentang dia. Ngerti gak, sekarang siapa yang asing di sini?”

“Lo-”

Haechan ingin menampar Beomgyu tapi lebih dulu ditahan oleh yang lebih muda. Beomgyu sebenarnya tidak ingin mengucapkan kalimat itu, tapi ucapan Haechan sebelumnya membuat ia tersulut sedikit emosi. Apalagi sekarang Haechan tertawa, membuatnya kian bingung.

“Lo juga baru tau Yeonjun setelah nikah, kan? Lo gatau sepenuhnya dia gimana.”

“Kita sama-sama belajar.” Beomgyu memelankan suaranya, sedikit membenarkan ucapan Haechan.

Haechan mendecih, “Sok tau lo pelakor. Liat aja, gua yang paling tau tentang dia sejak awal kuliah. Dan Yeonjun bakal dateng ke gua dengan sendirinya tanpa disuruh. Kalo gak percaya, lo liat gimana chat kita selama ini. Abis itu lo bisa liat dan tentuin sendiri siapa yang bener-bener orang asing di sini.”

Setelah mengatakan hal tersebut Haechan langsung pergi begitu saja meninggalkan Beomgyu yang terdiam seribu bahasa dengan kekhawatiran menjadi-jadi.

Apa ucapan Haechan benar? Tapi memang mereka baru saja menjalin kasih yang sesungguhnya tak lebih dari dua hari? Bagaimana jika memang Beomgyu saja yang sudah terlalu percaya kepada Yeonjun selama ini?

Beomgyu berjalan perlahan dengan pikiran yang kalut selagi menyusuri area fakultas di mana Yeonjun belajar. Langkah kaki kecilnya membawa ia menuju ke bawah pohon rindang di depan kampus, memintanya berjongkok karena tubuhnya sudah lelah. Pemuda kecil itu memeluk lututnya dengan perasaan gundah gulana, tak memerdulikan suasana sedikit ramai sore hari di jam kelas terakhir ketika anak-anak pulang.

Kepala yang ia tundukkan sedari tadi perlahan terangkat ketika mendengar suara-suara sekumpulan anak yang hampir ia kenal. Tetapi yang mampu membuat matanya berbinar adalah ketika mendengar salah satu suara yang sudah ia tunggu sejak tadi.

“Beomgyu?”

Tak jauh dari sana ada Yeonjun bersama teman-temannya yang juga ingin berjalan pulang. Yeonjun menatap suami kecilnya yang masih berjongkok dengan tatapan heran. Tapi setelah melihat senyuman manis yang menyambut kedatangannya, Yeonjun juga ikut menarik senyum dan tanpa ragu membentangkan kedua tangannya.

Tanpa disuruh lagi Beomgyu bangkit dan berlari ke arah Yeonjun untuk masuk ke dalam pelukan suaminya itu. Mata di sekeliling yang memandang mereka hanya bisa iri bahkan ikut terbawa suasana. Mereka bisa melihat bahwa ada cinta yang begitu besar telah terjadi pada pasangan suami yang sangat terkenal ini.

“Kamu nungguin aku dari tadi?”

Beomgyu mengangguk pelan. Entah kenapa ada perasaan campur aduk saat ini di dalam hatinya. Ia memang merasakan kenyamanan dan juga rindu yang membuncah ketika bertemu dengan Yeonjun. Tapi ia juga sangat gelisah dan takut, bahwa mungkin kenyataan akan menamparnya setelah ini dan menjadikan pelukan saat ini adalah pelukan mereka yang terakhir kali.

“Yeonjun, aku harus gimana lagi?”

“Hm?”

Pelukan perlahan dilepaskan. Gumaman Beomgyu yang sangat kecil tidak terdengar siapa pun, akhirnya pemuda manis itu memilih untuk menggelengkan kepalanya dan meraih tangan hangat Yeonjun untuk ia genggam.

“Kita ... pulang sama-sama, kan?”

Yeonjun tidak mengerti, entah kenapa perasaannya mengatakan ada yang tidak beres. Tapi ia buru-buru tepis pikiran buruk tersebut, karena baginya dunia masih terlihat baik-baik saja hanya dengan melihat senyuman Beomgyu di hadapannya.

“Ya. Ayo, kita pulang.” []

© 2021, moawaua.

Malam itu juga mereka pulang dengan perasaan yang sangat bahagia. Tangannya tak henti bertaut, siapa pun yang melihat keduanya akan ikut tersenyum melihat kemesraan dua insan muda yang baru menjalin kasih.

Bahkan ketika pulang ke rumah, semua yang ada di sana lebih dulu mereka sapa, sampai Taehyung dan Jungkook yang ada di ruang tamu sedikit heran karena tidak biasanya mereka sedekat ini.

“Pa, Pi, ada yang mau Yeonjun omongin,”

Taehyung meletakkan cangkirnya di meja, “Ya, ada apa?”

“Kita mau pisah ranjang.”

Kedua orang tuanya terkesiap, tentu saja mereka panik dan saling tatap, “Maksud kamu? Kalian berantem?” Jungkook bertanya dengan heran karena apa yang ia lihat di depannya dan Yeonjun minta sangat bertolak belakang.

Yeonjun tersenyum, “Yeonjun sama Beomgyu udah saling, ehem- suka, maka dari itu karena kita masih muda dan juga kuliah, kita gak mau disatuin dulu,”

Taehyung menatap mereka penuh selidik, “Masa? Coba buktiin.”

Belum sempat Beomgyu berpikir akan membuktikan apa, Yeonjun lebih dulu menarik pinggang rampingnya dan mengajaknya untuk berciuman di depan sepasang pengantin yang lain itu.

Jungkook bahkan sedikit berteriak karena anaknya ini begitu agresif ketika mencium Beomgyu walau hanya sekilas, bisa ia lihat juga semburat merah di pipi kedua pengantin muda itu. Senyum Jungkook kian merekah, ia menatap Taehyung bahagia karena rencana mereka untuk mempersatukan Yeonjun dan Beomgyu ternyata berhasil selama 2 bulan jalannya pernikahan.

“Yeonjun takut khilaf kalau dikasih berduaan terus sama Beomgyu,” jujur Yeonjun yang membuat Beomgyu semakin memerah saja.

Taehyung pun terkekeh pelan, “Tuh kan, Papa bilang juga apa, kamu pasti naksirnya cepet sama Beomgyu,” ia pun menganggukkan kepalanya, “selamat deh, Njun, Beomie. Kehidupan pernikahan kalian yang sesungguhnya baru mulai sejak hari ini. Semoga kalian selalu dilimpahkan oleh kebahagiaan dan juga diberkati. Doa Papa, Pipi, Ayah, sama Yayah akan selalu menyertai untuk kebaikan kalian berdua.”

“Makasih, Pa, Pi.” ucap Beomgyu dengan senyuman yang tak hilang dari wajahnya sejak sore ini.

Jungkook ikut mengangguk, “Dari awal Papa dan Papi gak nyesel udah jodohin kalian berdua. Gak taunya cinta emang langsung tumbuh gak lama setelah itu, kan? Tetap saling menjaga, setia, percaya, dan berpegang teguh sama komitmen kalian.”

“Iya, Pi. Yeonjun bakal selalu inget pesan Papa dan Papi,” pemuda itu pun merangkul Beomgyu di sampingnya, “kita pamit dulu ya, mau bantuin pelayan nyiapin pemindahan barang-barang Beomgyu.”

Taehyung dan Jungkook mengangguk bersamaan seiring dengan kepergian Yeonjun dan Beomgyu ke lantai atas. Senang melihat keduanya benar-benar sudah menjalin kasih. Semoga mereka selamanya akan seperti itu. Sekalipun ada masalah yang datang menimpa, semoga keduanya juga tetap saling merangkul untuk menyelesaikannya secara bersama.


Ternyata pekerjaan itu menjadi lebih cepat dikerjakan dengan hanya pelayan mereka sendiri yang bekerja. Barang-barang Beomgyu sudah diletakkan secara rapih di kamar barunya yang lebih terlihat luas dan nyaman dibanding kamar Yeonjun. Ketika dirasa bahwa kamar tersebut sudah layak ditempati, Beomgyu pun menatap Yeonjun dan genggaman tangan mereka yang sedari tadi tidak terlepas.

“Aku ke kamar, ya?”

Yeonjun menoleh, kemudian ia mengecup kilat bibir itu sekali lagi. Sudah berapa kali Yeonjun melakukannya untuk hari ini? Sepertinya bibir tipis Beomgyu sudah menjadi favoritnya.

“Masih kangen.”

Kini Yeonjun menghimpit laki-laki kecil itu ke dinding di sebelah mereka. Beomgyu hanya semakin memerah, ia sejujurnya masih belum terbiasa dengan sikap Yeonjun yang seperti ini.

“Ih, nanti ada yang liat ...”

Yeonjun menyeringai, “Terus kamu malu?”

Yeonjun makin mendekatkan dirinya dan mencuri-curi kesempatan untuk mengecup leher dan bahu Beomgyu yang terekspos cantik di depannya.

“Aku teriak, nih, ya?”

Wajah Beomgyu sudah memerah total. Harusnya ia bisa marah seperti biasanya mereka bertengkar. Tetapi karena rasa cinta yang besar ini ia justru seperti orang bodoh yang malah mengharapkan lebih.

“Bentar, aku tandain dulu,”

“Apanya- AH!”

Yeonjun menghisap cepat leher Beomgyu hingga menghasilkan tanda merah keunguan di sana. Dengan seringai tampannya yang kurang ajar, Yeonjun pun mengecup bibir Beomgyu yang masih memproses keadaan.

“Bukti lain kalau kamu hak paten punya Choi Yeonjun.”

Final. Beomgyu akhirnya mendorong dengan sekuat tenaga wajah Yeonjun agar menjauh dari hadapannya. Yeonjun sendiri tertawa puas ketika Beomgyu berhasil dibuat memerah total akibat ulahnya, apalagi dengan tanda kepemilikannya yang jelas siapa pun bisa melihat itu nanti.

“Sinting! Sana pergi!”

“Gemes banget, sih? Tau kamu gemes dari dulu kayak gini aku cium terus kali, ya?”

“Kamu langsung aku gampar! Udah ih, aku mau ke kamar, apa mau kita berantem lagi aja?”

Yeonjun terkekeh, ia akhirnya melepaskan tangannya dari pinggang ramping Beomgyu. Membebaskan sang mangsa dari kandangnya.

“Hati-hati.”

Beomgyu mendecih, “Kayak mau ke mana aja, aku juga mau mandi sebelum malem banget, dadah~”

“Gak mau aku temenin mandinya?”

“Mesum!”

Beomgyu berteriak ketika bokongnya ditepuk begitu saja, ia pun membalasnya dengan menginjak kaki Yeonjun dan segera berlari masuk ke kamar barunya sambil menjulurkan lidahnya mengejek.

Yeonjun hanya tertawa pelan. Banyak yang terjadi hari ini, membuatnya ingin segera merasakan kesegaran lain yaitu dengan ikut membasuh tubuhnya. Tapi sebelum itu pikirannya kembali tertuju pada kejadian sore ketika Beomgyu yang jelas-jelas menolak Lucas karena sudah mencintainya lebih dulu.

Jika Beomgyu sudah menyelesaikan masalahnya dengan Lucas, itu tandanya ia juga harus mengurus masalahnya dengan Haechan. Ada yang aneh dalam hubungan di antara dirinya dan Haechan sejak dulu, dan sepertinya Lucas tahu tentang hal ini. Ia akan menghubungi lelaki itu nanti. []

© 2021, moawaua.

Ketika mata mereka bertatapan, saat itu juga Yeonjun menarik tangan Beomgyu menjauh dari sana. Tentu saja ia menggiring si manis ke tempat yang lebih sepi karena ada pembicaraan serius yang ingin ia bicarakan segera.

Sementara Beomgyu hanya terus menurut sambil menatapp punggungnya heran, ada apa gerangan yang membuat suaminya ini tiba-tiba datang? Apa ia kembali menguntitnya?

“Ternyata lo berdua masih sering ketemuan, hm?”

Yeonjun melepaskan genggamannya, ia menatap Beomgyu datar dengan suara sedingin es. Beomgyu tahu bahwa laki-laki itu sudah marah dan juga terlihat sedikit... frustasi?

“Yeonjun, kamu ngikutin aku lagi? Aku sama-”

“Jadi selama ini lo emang masih main di belakang gua?” Yeonjun tertawa pahit, “Goblok banget gua ternyata, percuma aja gua baik sama lo selama ini kalo disia-siain,”

Beomgyu tidak mengerti apa yang Yeonjun mulai bicarakan dengan nada meremehkannya, tetapi sepertinya ada kesalahpahaman lagi di sini. Ia pun mencoba meraih Yeonjun tapi ditepis perlahan oleh laki-laki yang masih mengatur napas dan emosinya itu.

“Yeonjun-”

“Yaudah, terserah lo. Bener emang kita nikah kontrak,” Yeonjun tertawa menyedihkan, “gua juga cuma pengen lo bahagia dengan jalan yang lo pilih, tapi gua ga nyangka ternyata baru di proses ini aja gua udah sesakit ini,”

Beomgyu mengedipkan matanya berkali-kali, “Pengen aku bahagia? Udah sesakit ini? Kamu ngomong apa sih?”

“Lo suka sama si Lucas itu? Ya udah silakan, pasti sekarang lo mau nyindir gua kalo jadi orang harus konsisten, kan?”

Beomgyu tidak suka ini. Yeonjun yang kembali marah bahkan terlihat kecewa karena kesalahpahamannya akan selalu menjadi yang terburuk.

“Yeonjun, dengerin aku-”

“Dengerin apa lagi? Dengerin gimana lo bisa jatuh cinta sama dia?”

Beomgyu menggeleng, “Yeonjun-”

“Terserah lo mau jadian sama siapa juga gua gak ada hak ngelarang-”

“Aku gak jadian sama siapa-siapa!” potong Beomgyu kesal, matanya pun kembali memanas.

Yeonjun mendecih, “Terus tadi-”

“GIMANA BISA AKU JADIAN SAMA YANG LAIN KALO AKU SUKANYA CUMA SAMA KAMU!”

Final, air mata Beomgyu menetes tepat ketika ia tidak sengaja mengutarakan perasaannya. Cukup, Beomgyu tidak bisa menahannya lagi. Ia sudah kalah, ia benar-benar jatuh hati pada Yeonjun walau ia tahu ini salah karena melanggar peraturan utama mereka. Setelah ini mungkin hubungannya dengan Yeonjun tidak akan sama seperti dulu.

Beomgyu pasrah. Ia pun membalik badannya untuk segera pergi, tetapi tangan Yeonjun kembali menahannya.

“Beom-”

“Lepasin!” Beomgyu menatap Yeonjun dengan netra galaksinya yang masih berkaca-kaca, “Iya. Aku suka sama kamu! Orang yang paling nyebelin, galak, sok ganteng, sok kaya, yang sialnya jadi suami aku dan bikin aku jatuh cinta!”

“Gyu-”

Melihat pandangan Yeonjun yang masih terkejut membuat Beomgyu semakin tidak bsia menahan isakannya yang semakin mengeras.

“Ter-terserah kamu mau anggep aku apa setelah ini, maaf udah ngelanggar aturan penting perjanjian kita.”

Setelah itu tubuh Beomgyu mendadak melemas. Ia tidak jadi melarikan diri, biar Yeonjun saja yang meninggalkannya di sini dengan tangisannya.

Namun, Yeonjun sendiri bukannya pergi malah melakukan hal sebaliknya, ia justru menarik Beomgyu mendekat dan langsung memeluknya erat.

“Yeonjun-”

Belum sempat Beomgyu memaksanya untuk menjauh karena tidak ingin dikasihani, tapi bibir Yeonjun lebih dulu membungkam bibr tipisnya.

Untuk kesekian kalinya bibir mereka bertemu. Yeonjun memagut bibir Beomgyu dengan sedikit bergairah, bahkan Beomgyu yang masih menangis pun entah karena apa juga ikut membalas ciuman Yeonjun, membuka mulutnya dan mempersilakan Yeonjun untuk melumatnya penuh perasaan emosi yang campur aduk.

Netra keduanya terpejam, indra peraba dipertajam. Dengan perlahan Yeonjun ikut menarik tengkuk dan juga pinggang yang lebih muda untuk memperdalam ciuman mereka.

Darah kian berdesir ketika Beomgyu merasakan betapa lembut Yeonjun merengkuh pinggangnya, membuat tubuh mereka tidak berjarak sama sekali kecuali adanya pakaian yang membatasi. Pagutan Yeonjun terasa begitu kuat tapi juga lambat, seakan-akan tidak ada hari lain untuk bertemu sapa dengan bibir Beomgyu.

Manis, selalu manis seperti biasa. Yeonjun sangat menyukai ketika ia mencium Beomgyu, selain dapat membuat si manis bungkam, tetapi juga meninggalkan sensasi yang membuat kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya. Merasakan bagaimana bibir mungil itu mencoba mengikuti pergerakan bibirnya yang lebih besar.

Mereka cukup terlarut dalam posisi seperti ini, hingga akhirnya Yeonjun harus melepaskan tautannya demi Beomgyu yang sudah melemas, meminta pasokan oksigen.

Netranya lebih dulu menangkap bagaimana penampilan Beomgyu dengan wajah kemerahan dan basah, tak hanya pada pipinya karena menangis, tetapi juga bibirnya yang baru saja ia cium itu.

Ah, sangat cantik.

“Yeonjun- lepasin, aku gak mau ngelanggar perjanjian lebih dari ini,” ucap Beomgyu pelan, baru kali ini mencoba melepaskan lengan Yeonjun yang masih berada di pinggangnya, seraya mencoba menjauhi kecupan-kecupan kecil yang masih diberikan Yeonjun di pipi dan bibirnya.

Pemuda tampan itu menggeleng, ia justru kembali mendekatkan tubuh Beomgyu untuk kembali ia peluk. Yeonjun pun mengecup singkat pucuk kepala Beomgyu dan menopangkan dagunya dengan nyaman di sana.

“Gamau.”

Beomgyu kembali meronta, “Yeonjun! Kamu juga mau ngelanggar perjanjian-”

“Perjanjian apa?”

Yang lebih muda menatapnya kesal, sementara Yeonjun tetap pada posisinya yang mengeratkan pelukan pada tubuh Beomgyu.

“Perjanjian pernika-”

“Gua lupa.”

Mendengar ucapan tersebut lantas membuat Beomgyu terkesiap dan menatap yang lebih tua di atasnya dengan mata membulat tidak percaya.

“Yeon-”

“Kalo yang ngebuat perjanjian aja udah ngelanggar, berarti biar adil perjanjian itu bisa diilangin, kan?”

Yeonjun mengendurkan pelukannya kemudian menatap langsung pada wajah cantik Beomgyu yang masih terkejut, ia mengecup gemas bibir merah itu lagi.

“Iya, gua juga udah jatuh cinta sama lo, Beomgyu.”

Mata Beomgyu melebar bahkan ia ikut menahan napasnya, “Yeonjun,” tidak ada kata lain yang bisa ia keluarkan selain menyebut nama Yeonjun untuk saat ini. Bahkan air mata kembali mengalir di pipinya yang langsung segera Yeonjun hapus perlahan.

“Gua udah muak, selama ini pusing mikirin lo terus, nolak rasa yang bikin gua seneng setiap sama lo, selalu mikir bahwa rasa gua sama lo hanya sebatas ingin liat lo bahagia, berusaha ngerelain apa pun keputusan lo, khawatirin lo 24 jam, bahkan nahan cemburu mampus sama orang-orang di sekitar lo.” Yeonjun menggelengkan kepalanya pelan, ia mengusap pipi Beomgyu dengan ibu jarinya lebih lembut, “nyatanya gua gak sanggup, gua gak sesanggup diri lo yang bisa ngerelain kebahagiaan lo demi orang yang lo sayang, gua capek lari dari perasaan ini,”

“Yeonjun ...”

“Lo pernah bilang ada masanya emang kita egois dan selalu mikirin diri sendiri, tapi kalo kita udah punya suatu hal yang berharga lebih dari apa pun di dunia ini, kita bakal rela ngelakuin apa aja untuk hal itu, kan?”

“Njun-”

Yeonjun menatap Beomgyu dengan senyum haru di wajahnya, “Gimana kalo gua ambil dua peran itu sekaligus? Karena sekarang gua egois dan ingin bisa dapetin lo. Sekaligus Choi Beomgyu adalah hal paling berharga dalam hidup gua yang gua bakal rela lakuin apa pun demi bisa berada di sisi lo dan milikin lo seutuhnya.”

Kupu-kupu serasa beterbangan dalam perut Beomgyu saat ini juga. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Yeonjun membuatnya tidak percaya bahwa ini bukan mimpi. Karena bukankah itu hal yang jarang jika orang yang kau sukai menyukaimu kembali? Kemungkinan seperti itu jarang terjadi, hanya orang-orang beruntung yang mendapatkannya.

Jadi, bisakah Beomgyu mengklaim dirinya menjadi salah satu di antara mereka?

“Aku ... gak bertepuk sebelah tangan?”

Yeonjun tertawa pelan, tingkah Beomgyu yang polos selalu membuatnya gemas, “Ya, kamu pikir?” ia bahkan langsung menggunakan panggilan aku-kamu seraya meraih kedua tangan Beomgyu dan mengecupnya penuh kasih sayang.

Kemudian isakan Beomgyu membuat Yeonjun sedikit terkejut, si manis kembali menangis, tetapi kini isakannya lebih keras, “Kenapa baru bilang ... padahal aku udah pasrah dan bakal move on perlahan dari kamu~”

Senyuman Yeonjun kian melebar, ia mengacak perlahan surai hitam panjang Beomgyu, “Jangan sok merasa spesial karena suka sendirian, aku juga suka sama kamu, kita impas.”

Tawa Yeonjun kembali terdengar ketika Beomgyu memukul pelan dadanya, yang lebih pendek itu kemudian menatap Yeonjun dengan takut-takut.

“Terus ... rencana cerai juga gimana?”

“Cerai?” Yeonjun terlihat berpikir keras mengundang kecemasan Beomgyu, tapi sedetik kemudian ia menjawabnya dengan ledekan, “Ga ada kata cerai di kamus Choi Yeonjun.”

Tanpa ditarik lagi, Beomgyu langsung kembali menghambur ke dalam pelukan hangat Yeonjun. Keduanya saling berpelukan bahkan Yeonjun sampai mengangkat tubuh kurus Beomgyu untuk ia ajak berputar akibat terlalu senang.

Hanya ada euphoria yang menyelimuti keduanya, karena mulai hari ini, mereka berdua resmi membuka lembaran baru bersama, membangun sebuah komitmen pernikahan yang baru, dengan cinta dan kasih sayang tulus sebagai pondasi utamanya. []

© 2021, moawaua.

Beberapa hari setelah kepulangan mereka dari liburan bersama klub, tidak banyak yang terjadi. Beomgyu dan Yeonjun menghabiskan banyak waktu mereka bersama teman-temannya, awal liburan mereka berjalan dengan baik. Karena merasa semua sudah kembali normal, maka waktu itu Beomgyu gunakan untuk menyelesaikan masalah kesalahpahamannya juga pada Lucas.

Mereka ada janji bertemu di salah satu kafe yang cukup dekat dengan kampus. Beomgyu yang menghargai waktu Lucas pun tiba lebih dulu, ia menunggu sekitar beberapa menit sambil berdoa dalam hati semoga semuanya akan berjalan lancar hari ini.

“Yo, Gyu!”

Lucas datang dengan senyuman tampannya, ia langsung mengambil posisi untuk duduk di depan Beomgyu yang juga membalasnya dengan senyuman manis.

“Udah mesen?” tanya Lucas sambil melihat-lihat menu.

“Belum, aku pesen yang sama kayak kamu aja.”

Sebenarnya Beomgyu tidak ingin berlama-lama, tapi ia juga tidak enak jika mereka hanya mengobrol tanpa menyantap sesuatu di sini. Beomgyu juga sebenarnya nyaman saja bersama Lucas, mereka sering berbagi cerita lucu mau pun serius. Tapi itu semua hanya sebatas teman, tidak lebih.

Minuman yang mereka pesan telah datang, lalu Lucas menyeruputnya sebentar sebelum bertanya pada Beomgyu, “Jadi, lo mau ngomongin apa?”

“Hmm, kamu tau kan hubungan aku sama Yeonjun, gimana?”

Lucas mengangguk, “Kenapa? Dia bertingkah nyebelin lagi sama lo?”

“Bukan,” Beomgyu justru tersenyum miris, “aku malah suka beneran sama dia.”

Lucas terdiam sejenak, kemudian ia menatap ke arah mata Beomgyu yang menyiratkan kebingungan di balik keindahannya. Terkadang ia berpikir ia ingin sekali menyeriuskan hubungan mereka, memang awalnya Beomgyu hanya jadi bahan mainannya, tetapi seiring berjalan waktu mengenal pemuda itu, tingkahnya yang manis, polos, dan juga asyik sangat cocok dengan Lucas.

“Gyu, lo gak lupa kalo kalian nikah kontrak? Hampir seluruh anak klub dance juga tau kali, lo mau ngarepin apa dari dia?”

“Gatau, jujur aku bingung.”

Beomgyu menunduk sedih, Lucas yang melihatnya juga ikut iba, ia pun menarik tangan Beomgyu, menggengamnya lembut hingga kedua mata mereka bertatapan.

“Jadi pacar gue aja, yuk?” pertanyaan Lucas membuat Beomgyu terdiam, tetapi Lucas tetap melanjutkannya, “Dia gak cinta sama lo, kan? Hidup lo masih panjang juga, lo bisa ngerasain kebebasan lain, nikmatin hidup lo, Beomgyu.”

Ucapan Lucas ada benarnya, Beomgyu juga sering memikirkan hal itu sebelum ia tidur. Seperti bagaimana merasakan kembali kebebasan, tidak harus selalu terlihat baik, bahkan bisa bebas berhubungan dengan siapa pun di usia yang masih muda ini. Tetapi pikiran seperti itu segera ia tepis ketika membayangkan wajah kedua orang tua, mertua, dan juga suaminya sendiri. Beomgyu melepaskan genggaman Lucas yang mengundang wajah kecewa lelaki keturunan Hongkong itu.

“Omongan kamu emang bener, Cas. Tapi itu kalo statusnya kamu belum nikah,” Beomgyu menatapnya serius, “aku udah punya ikatan yang serius sama Yeonjun, aku yang bertanggung jawab penuh sama pilihan aku jadi suami dia.”

“Tapi dia juga yang jadi pusat kesedihan lo berasal, kan?”

“Bener, bahkan aku juga yang memilih dan menerima itu. Apa pun yang aku lakukan nantinya aku yang tanggung sendiri, jadi aku gak bakal mau selingkuh atau apa pun, aku gak mau bikin masalah sama selingkuhanku, ngecewain orang tua dan orang-orang yang baik sama aku.”

Beomgyu tersenyum manis ketika mengingat wajah Yeonjun di benaknya, “Biar pun Yeonjun gak cinta sama aku, tetep aja aku mau jadi suami sebagaimana mestinya untuk dia. Sampai waktu cerai itu tiba, mungkin aku baru bisa buka hati ke orang lain.”

Tidak menyangka Beomgyu akan menjawabnya dengan untaian kalimat yang begitu indah sekaligus menampar kenyataannya, Lucas pun mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pemuda manis di depannya saat ini. Bagaimana bisa seorang Choi Yeonjun belum juga jatuh hati padanya? Dia itu bodoh atau tolol?

“Maaf, Gyu. Gue udah ngajak lo jadi orang yang gak bener,”

Beomgyu menatap Lucas dengan tetap mempertahankan senyumnya, “Haha, makasih ya, Cas. Maaf juga gara-gara aku banyak yang bikin salah paham sama kamu, setelah ini mungkin kita bakal gabisa keluar berdua aja, tapi kalo bareng sama yang lain aku selalu gas!”

“Padahal harusnya gue yang ngomong begitu,” gumam Lucas pelan.

Mereka pun berbincang-bincang ringan setelahnya, Beomgyu merasa lega telah membicarakan hal ini dengan Lucas. Ia tahu Lucas menginginkan hubungan yang lebih, oleh karena itu Beomgyu lebih dulu jujur tentang perasaannya dan juga meluruskan kegelisahan, ia tidak ingin lagi ada salah paham di antara siapa pun.

Tak lama setelah itu pun mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah. Beomgyu sudah janji tidak akan lama-lama, ia memilih untuk pamit lebih dahulu.

Beomgyu berjalan dengan senyuman lega sepanjang jalan menuju pintu keluar, tetapi senyum itu sekejap luntur digantikan oleh keterkejutannya dengan sosok yang langsung menarik ia menjauh segera dari kafe.

Ya, siapa lagi yang berani seperti itu kalo bukan Choi Yeonjun, suaminya sendiri. []

© 2021, moawaua.