[🌸] Khawatir
Yeonjun dan yang lainnya mungkin sudah sangat panik saat ini. Sementara yang dicari sedang menangis sendirian di dalam sebuah rumah orang yang baru ia kenal tadi malam. Rumah terpencil di sebuah pekarangan luas banyak pepohonan lumayan jauh dari pantai.
Ya, Beomgyu tersesat.
“Kenapa sih penyakit tololnya gak sembuh-sembuh?” rutuk Beomgyu pada dirinya sendiri.
Padahal awalnya dia tidak merencanakan hal ini. Ia hanya keluar tengah malam untuk mencari udara segar karena pikirannya yang tidak bisa berhenti memikirkan Yeonjun. Memikirkan perkataan suaminya yang telah menyakitinya hingga lubuk hati paling dalam. Apalagi ketika ia sudah sadar bahwa sekarang ia menjadi pihak yang kalah untuk tidak boleh melanggar perjanjian mereka.
“Yeonjun ... kenapa sih aku malah suka sama kamu ... padahal kamu galak tapi ganteng, tapi jelek, tapi ngeselin, TAPI YA TETEP AJA AKU SUKA KENAPA SIH!” Beomgyu kembali menangis, “Kayaknya aku tiba-tiba kesasar gini juga kamu gak peduli, kan kamu gak ada rasa ... yaudah biarin aja aku di sini terus merintis karir jadi petani tembakau sekitar sini ... maafin aku Ayah Yayah ...”
Beomgyu memeluk lututnya, bicaranya semakin melantur. Ia ingin Yeonjun datang tetapi ia sudah tidak boleh berharap lebih pada laki-laki yang sama sekali tidak menyukainya itu. Ini salah Beomgyu yang sudah membawa perasaan lebih pada hubungan mereka di saat keduanya berjanji untuk berkata tidak. Tetapi apa buktinya sekarang? Kini ia menangis lagi hanya dengan memikirkan nasibnya yang sudah di ujung tanduk.
Karena kebanyakan menangis, Beomgyu pun jatuh tidur di kamar yang telah disediakan. Hingga beberapa jam setelah itu, sang pemilik rumah yang merupakan seorang kakek tua itu sekarang tengah mencoba membangunkan Beomgyu. Pemuda yang meringkuk seperti bayi beruang itu pun membuka matanya perlahan.
“Iya, Kek? Ada apa?”
“Kayaknya ada yang nyari kamu, Nak. Fotonya mirip.”
Beomgyu mengusap matanya pelan, “Cari aku? Ini masih subuh ...”
Lalu kemudian suara ketukan pintu yang memaksa itu kembali terdengar lebih keras. Sangat menganggu tidur Beomgyu, akhirnya dengan nyawa yang belum terkumpul ia paksakan membawa dirinya menuju ke depan pintu. Ketika sang Kakek membuka kembali pintunya, Beomgyu dikejutkan oleh adanya polisi dan juga laki-laki berjas berjumlah lebih dari sepuluh orang di hadapannya saat itu juga.
“Eh? K-kalian siapa?”
Salah satu dari mereka segera menekan sesuatu di dekat telinganya dan berbicara, “Tuan muda Beomgyu sudah ditemukan. Lokasi sudah saya kirim.”
Tak lama setelah itu langit yang masih gelap mendadak terang, bahkan angin kencang juga langsung menerpa mereka semua. Ketika Beomgyu menatap ke atas, sebuah helikopter muncul. Tapi yang lebih mengejutkannya lagi ada sosok Yeonjun juga di sana yang sekarang berteriak kencang ke arahnya.
“BEOMGYU! LO GAPAPA, KAN?”
“YEONJUN?”
Putra Choi Taehyung itu turun menggunakan tangga helikopter yang membuat Beomgyu panik karena takut ia terjatuh dari ketinggian yang mengerikan itu. Ketika berhasil turun dengan selamat karena sudah terlatih, Yeonjun langsung berlari ke arah Beomgyu dan meraih cepat kedua bahunya.
“Lo ga diapa-apain, kan?” ia memutar tubuh Beomgyu dan menelitinya dari atas hingga ke bawah, “Apa yang dimau si penculik? Uang? Mobil? Rumah? Atau-”
“Tenang, Yeonjun, aku ga diculik, aku baik-baik aja!”
“Hah?”
Yeonjun menatap Beomgyu dengan napas terengah-engah, keduanya masih disinari lampu helikopter dan juga angin kencang yang mengiringinya. Yang lebih pendek lantas membuang mukanya ke arah lain, takut untuk melihat suaminya.
“Aku baik-baik aja, semalem aku ga bisa tidur jadi sengaja jalan-jalan keluar dari pantai, tapi aku ga sadar udah di mana dan taunya kesasar. Yaudah, karena gelap aku nginep di sini dulu, nanti kalo pagi aku baru rencana mau balik,”
“Terus kenapa hapenya ditinggal kalo emang mau jalan-jalan aja?” Yeonjun sedikit berteriak karena adanya suara berisik dari baling-baling helikopter.
“Aku lupa, makanya gak bisa minta tolong sama siapa-siapa ...”
“HAH?”
“AKU LUPA MAKANYA GAK BISA MINTA TOLONG SIAPA-SIAPAAA!”
Penjelasan Beomgyu membuat tubuh Yeonjun melemas dari ketegangannya sejak tadi, “Shit. Gua takut setengah mati,” ia bahkan sampai mengusap wajah dan rambutnya sekaligus, “jangan-jangan lo emang mau kabur karena gua marah-marah? Lo ngambek lagi, kan?”
Wajah Beomgyu memerah dan semakin menghindari tatapan Yeonjun, “Engga.”
“Boong. Ini mata lo bengkak, udah nangis berapa lama?” Yeonjun mengusap pipi Beomgyu perlahan, sementara sang empunya tetap diam, “Maafin gua, lagi-lagi gua kelewatan sama lo. Gua sadar kok gua tolol. Lo boleh marah sepuasnya sama gua, tapi please, jangan sampe ngecelakain diri lo sendiri.”
Beomgyu akhirnya menatap mata Yeonjun yang benar-benar menyiratkan rasa bersalah, “Kamu khawatir?”
“Ya, jelas lah, Gyu ...” Yeonjun pun mencubit pipi suaminya gemas.
“Kirain engga, kamu masih marah juga gak?”
Yeonjun menggeleng, “Justru satu-satunya yang boleh marah sekarang adalah lo.”
“Yaudah, kalo gitu kamu harus nurut lagi sama aku,”
“Apa? Sebutin apa pun gua lakuin.”
Yang lebih tinggi pasrah jika ia meminta yang aneh-aneh. Tapi kini matanya justru melihat Beomgyu dengan sedikit cemberut merentangkan kedua tangannya.
“Mau peluk.”
“Hah?”
“Gamau?”
Melihat itu Yeonjun dibuat terpaku, ada getaran lain di hatinya yang membuat ia bertanya-tanya. Tapi sebelum mencari tahu lebih jauh, senyum tulus sudah terukir di bibirnya. Ia memilih untuk menerima permintaan Beomgyu dengan senang hati, direngkuhnya tubuh yang lebih mungil dengan erat, memberikan seluruh kehangatan yang ia miliki untuknya.
“Jangan marahin aku lagi,” ucap Beomgyu pelan.
Yeonjun mengangguk, ia pun mengecup kepala dan bahu Beomgyu dengan sayang, “Iya, engga,” kemudian tangannya beralih untuk mencubit kedua pipi si kecil, “ayo, balik, yang lain masih panik nungguin.”
Beomgyu menurut, setelah pamit dan berterima kasih kepada sang pemilik rumah yang nanti akan segera Yeonjun berikan hadiah, keduanya pun bergandengan tangan untuk berjalan menuju tangga helikopter yang masih menggantung sejak tadi.
“Ki-kita naik ini?”
Yeonjun menatapnya dengan seringai, “Iya, kenapa? Takut?”
“E-engga lah, aku mau jalan kaki aja-”
“Terlambat,”
Sebelum Beomgyu kembali melarikan diri, Yeonjun segera meraih pinggang rampingnya untuk ia peluk, kemudian tangga itu mulai tertarik ke atas bersamaan dengan teriakan Beomgyu. Pemuda beruang itu mau tak mau membalas pelukan Yeonjun dengan sangat erat.
“Yeonjun ini tinggi banget!”
Sementara sang pemilik helikopter mendekatkan bibirnya pada telinga Beomgyu, “Jangan takut, ada gua di sini. Peluk terus yang erat, oke?”
Akhirnya Beomgyu menurut, mereka pun sampai ke atas dengan selamat. Tetapi ketika baru saja mereka duduk di dalam, tiba-tiba Beomgyu langsung tertidur atau bahkan pingsan begitu saja dalam pelukan Yeonjun. Melihat wajah damai ketika Beomgyu tidur semakin menyadarkan Yeonjun bahwa suaminya ini memang sangat cantik.
Ia pun perlahan merapikan sedikit helaian rambut yang jatuh di wajah suaminya. Beomgyu pasti kembali menjadi korban dalam ketidakjelasan dirinya. Ia yang tidak menyukai fakta bahwa mungkin ia memang cemburu pada Lucas tetapi justru Beomgyu yang menjadi korban kekesalannya dan berujung menyakiti hati laki-laki itu.
Mana yang katanya mau membahagiakan Beomgyu? Bukannya justru Yeonjun adalah orang yang selalu membuatnya menangis seperti ini?
Tetapi anehnya, entah Yeonjun yang terlalu percaya diri atau tidak. Beomgyu pasti akan selalu menerima dan memaafkannya. Apakah Beomgyu sudah mulai menaruh rasa kepadanya? Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin. Yeonjun pun tersenyum tipis seraya terus mencium kepala Beomgyu yang tertidur dalam dekapannya.
Andai gua ketemu lo duluan sebelum dia, pasti hubungan kita akan selalu baik-baik aja, kan, Beoms? []