moawaua

Yeonjun dan yang lainnya mungkin sudah sangat panik saat ini. Sementara yang dicari sedang menangis sendirian di dalam sebuah rumah orang yang baru ia kenal tadi malam. Rumah terpencil di sebuah pekarangan luas banyak pepohonan lumayan jauh dari pantai.

Ya, Beomgyu tersesat.

“Kenapa sih penyakit tololnya gak sembuh-sembuh?” rutuk Beomgyu pada dirinya sendiri.

Padahal awalnya dia tidak merencanakan hal ini. Ia hanya keluar tengah malam untuk mencari udara segar karena pikirannya yang tidak bisa berhenti memikirkan Yeonjun. Memikirkan perkataan suaminya yang telah menyakitinya hingga lubuk hati paling dalam. Apalagi ketika ia sudah sadar bahwa sekarang ia menjadi pihak yang kalah untuk tidak boleh melanggar perjanjian mereka.

“Yeonjun ... kenapa sih aku malah suka sama kamu ... padahal kamu galak tapi ganteng, tapi jelek, tapi ngeselin, TAPI YA TETEP AJA AKU SUKA KENAPA SIH!” Beomgyu kembali menangis, “Kayaknya aku tiba-tiba kesasar gini juga kamu gak peduli, kan kamu gak ada rasa ... yaudah biarin aja aku di sini terus merintis karir jadi petani tembakau sekitar sini ... maafin aku Ayah Yayah ...”

Beomgyu memeluk lututnya, bicaranya semakin melantur. Ia ingin Yeonjun datang tetapi ia sudah tidak boleh berharap lebih pada laki-laki yang sama sekali tidak menyukainya itu. Ini salah Beomgyu yang sudah membawa perasaan lebih pada hubungan mereka di saat keduanya berjanji untuk berkata tidak. Tetapi apa buktinya sekarang? Kini ia menangis lagi hanya dengan memikirkan nasibnya yang sudah di ujung tanduk.

Karena kebanyakan menangis, Beomgyu pun jatuh tidur di kamar yang telah disediakan. Hingga beberapa jam setelah itu, sang pemilik rumah yang merupakan seorang kakek tua itu sekarang tengah mencoba membangunkan Beomgyu. Pemuda yang meringkuk seperti bayi beruang itu pun membuka matanya perlahan.

“Iya, Kek? Ada apa?”

“Kayaknya ada yang nyari kamu, Nak. Fotonya mirip.”

Beomgyu mengusap matanya pelan, “Cari aku? Ini masih subuh ...”

Lalu kemudian suara ketukan pintu yang memaksa itu kembali terdengar lebih keras. Sangat menganggu tidur Beomgyu, akhirnya dengan nyawa yang belum terkumpul ia paksakan membawa dirinya menuju ke depan pintu. Ketika sang Kakek membuka kembali pintunya, Beomgyu dikejutkan oleh adanya polisi dan juga laki-laki berjas berjumlah lebih dari sepuluh orang di hadapannya saat itu juga.

“Eh? K-kalian siapa?”

Salah satu dari mereka segera menekan sesuatu di dekat telinganya dan berbicara, “Tuan muda Beomgyu sudah ditemukan. Lokasi sudah saya kirim.”

Tak lama setelah itu langit yang masih gelap mendadak terang, bahkan angin kencang juga langsung menerpa mereka semua. Ketika Beomgyu menatap ke atas, sebuah helikopter muncul. Tapi yang lebih mengejutkannya lagi ada sosok Yeonjun juga di sana yang sekarang berteriak kencang ke arahnya.

“BEOMGYU! LO GAPAPA, KAN?”

“YEONJUN?”

Putra Choi Taehyung itu turun menggunakan tangga helikopter yang membuat Beomgyu panik karena takut ia terjatuh dari ketinggian yang mengerikan itu. Ketika berhasil turun dengan selamat karena sudah terlatih, Yeonjun langsung berlari ke arah Beomgyu dan meraih cepat kedua bahunya.

“Lo ga diapa-apain, kan?” ia memutar tubuh Beomgyu dan menelitinya dari atas hingga ke bawah, “Apa yang dimau si penculik? Uang? Mobil? Rumah? Atau-”

“Tenang, Yeonjun, aku ga diculik, aku baik-baik aja!”

“Hah?”

Yeonjun menatap Beomgyu dengan napas terengah-engah, keduanya masih disinari lampu helikopter dan juga angin kencang yang mengiringinya. Yang lebih pendek lantas membuang mukanya ke arah lain, takut untuk melihat suaminya.

“Aku baik-baik aja, semalem aku ga bisa tidur jadi sengaja jalan-jalan keluar dari pantai, tapi aku ga sadar udah di mana dan taunya kesasar. Yaudah, karena gelap aku nginep di sini dulu, nanti kalo pagi aku baru rencana mau balik,”

“Terus kenapa hapenya ditinggal kalo emang mau jalan-jalan aja?” Yeonjun sedikit berteriak karena adanya suara berisik dari baling-baling helikopter.

“Aku lupa, makanya gak bisa minta tolong sama siapa-siapa ...”

“HAH?”

“AKU LUPA MAKANYA GAK BISA MINTA TOLONG SIAPA-SIAPAAA!”

Penjelasan Beomgyu membuat tubuh Yeonjun melemas dari ketegangannya sejak tadi, “Shit. Gua takut setengah mati,” ia bahkan sampai mengusap wajah dan rambutnya sekaligus, “jangan-jangan lo emang mau kabur karena gua marah-marah? Lo ngambek lagi, kan?”

Wajah Beomgyu memerah dan semakin menghindari tatapan Yeonjun, “Engga.”

“Boong. Ini mata lo bengkak, udah nangis berapa lama?” Yeonjun mengusap pipi Beomgyu perlahan, sementara sang empunya tetap diam, “Maafin gua, lagi-lagi gua kelewatan sama lo. Gua sadar kok gua tolol. Lo boleh marah sepuasnya sama gua, tapi please, jangan sampe ngecelakain diri lo sendiri.”

Beomgyu akhirnya menatap mata Yeonjun yang benar-benar menyiratkan rasa bersalah, “Kamu khawatir?”

“Ya, jelas lah, Gyu ...” Yeonjun pun mencubit pipi suaminya gemas.

“Kirain engga, kamu masih marah juga gak?”

Yeonjun menggeleng, “Justru satu-satunya yang boleh marah sekarang adalah lo.”

“Yaudah, kalo gitu kamu harus nurut lagi sama aku,”

“Apa? Sebutin apa pun gua lakuin.”

Yang lebih tinggi pasrah jika ia meminta yang aneh-aneh. Tapi kini matanya justru melihat Beomgyu dengan sedikit cemberut merentangkan kedua tangannya.

“Mau peluk.”

“Hah?”

“Gamau?”

Melihat itu Yeonjun dibuat terpaku, ada getaran lain di hatinya yang membuat ia bertanya-tanya. Tapi sebelum mencari tahu lebih jauh, senyum tulus sudah terukir di bibirnya. Ia memilih untuk menerima permintaan Beomgyu dengan senang hati, direngkuhnya tubuh yang lebih mungil dengan erat, memberikan seluruh kehangatan yang ia miliki untuknya.

“Jangan marahin aku lagi,” ucap Beomgyu pelan.

Yeonjun mengangguk, ia pun mengecup kepala dan bahu Beomgyu dengan sayang, “Iya, engga,” kemudian tangannya beralih untuk mencubit kedua pipi si kecil, “ayo, balik, yang lain masih panik nungguin.”

Beomgyu menurut, setelah pamit dan berterima kasih kepada sang pemilik rumah yang nanti akan segera Yeonjun berikan hadiah, keduanya pun bergandengan tangan untuk berjalan menuju tangga helikopter yang masih menggantung sejak tadi.

“Ki-kita naik ini?”

Yeonjun menatapnya dengan seringai, “Iya, kenapa? Takut?”

“E-engga lah, aku mau jalan kaki aja-”

“Terlambat,”

Sebelum Beomgyu kembali melarikan diri, Yeonjun segera meraih pinggang rampingnya untuk ia peluk, kemudian tangga itu mulai tertarik ke atas bersamaan dengan teriakan Beomgyu. Pemuda beruang itu mau tak mau membalas pelukan Yeonjun dengan sangat erat.

“Yeonjun ini tinggi banget!”

Sementara sang pemilik helikopter mendekatkan bibirnya pada telinga Beomgyu, “Jangan takut, ada gua di sini. Peluk terus yang erat, oke?”

Akhirnya Beomgyu menurut, mereka pun sampai ke atas dengan selamat. Tetapi ketika baru saja mereka duduk di dalam, tiba-tiba Beomgyu langsung tertidur atau bahkan pingsan begitu saja dalam pelukan Yeonjun. Melihat wajah damai ketika Beomgyu tidur semakin menyadarkan Yeonjun bahwa suaminya ini memang sangat cantik.

Ia pun perlahan merapikan sedikit helaian rambut yang jatuh di wajah suaminya. Beomgyu pasti kembali menjadi korban dalam ketidakjelasan dirinya. Ia yang tidak menyukai fakta bahwa mungkin ia memang cemburu pada Lucas tetapi justru Beomgyu yang menjadi korban kekesalannya dan berujung menyakiti hati laki-laki itu.

Mana yang katanya mau membahagiakan Beomgyu? Bukannya justru Yeonjun adalah orang yang selalu membuatnya menangis seperti ini?

Tetapi anehnya, entah Yeonjun yang terlalu percaya diri atau tidak. Beomgyu pasti akan selalu menerima dan memaafkannya. Apakah Beomgyu sudah mulai menaruh rasa kepadanya? Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin. Yeonjun pun tersenyum tipis seraya terus mencium kepala Beomgyu yang tertidur dalam dekapannya.

Andai gua ketemu lo duluan sebelum dia, pasti hubungan kita akan selalu baik-baik aja, kan, Beoms? []

Subuh itu satu anggota klub mendadak panik hingga semuanya terpaksa keluar dari tenda. Ada yang masih mengantuk hingga tidur berdiri, ada juga yang masih bertempelkan masker di wajahnya. Beberapa yang lain matanya langsung tertuju pada Yeonjun yang juga baru keluar dengan wajah sangat panik.

“Ilang dari jam berapa? Kok bisa?”

Taehyun menatapnya kesal, “Mana gua tau, sejak balik dari ngejar lu itu anak jadi gak senyum sama sekali,”

“Terus lo nyalahin gua?”

“Ya nyalahin siapa lagi?! Lu itu suaminya, anjing!”

Taehyun membentak Yeonjun, yang dibentak tentu saja tak mau kalah, “Gua ga setenda sama dia harusnya lo yang ada di tendanya yang lebih tahu!”

“Tapi kalo bukan karena lu yang cuek dan bikin dia sedih pasti dia gabakal kabur!”

Yeonjun seakan ditampar dengan kenyataan tersebut. Benar, Taehyun benar. Jika bukan karena kelalaiannya yang ke sekian kali pasti Beomgyu akan baik-baik saja. Ini semua benar salah Yeonjun yang kembali bertindak gegabah dan selalu menyakiti Beomgyu.

Yeonjun tidak mengerti, tapi jujur dunianya serasa ingin hancur mengetahui Beomgyu menghilang dari sisinya sekarang.

Soobin mulai merelai mereka berdua, “Lo berdua kenapa jadi berantem!? Beomgyu masih belum ketemu, gua ngeri dia kebawa omba-”

“Lo jangan asal ngomong, bangsat!” bantah Yeonjun.

“Kok lo jadi ngegas ke gua juga!? Ngajak ribut?”

Lucas hanya menatap pertengkaran di depannya dengan geli, walau aslinya ia juga sama paniknya. Ia memang mengharapkan adanya pertikaian di antara mereka terutama pihak Yeonjun yang mungkin akan berkelahi dengannya, tetapi nyatanya ini terlalu berlebihan, ia tidak menyangka bahwa justru Beomgyu lah yang menghilang.

“Njun, lu tenangin dulu pikiran lu, lu lagi dibawa emosi dan-”

“Beomgyu ilang anjing gimana gua bisa tena-”

“SABAR BANGSAT GUA LAGI NGOMONG!”

Changbin menampar pelan pipi Yeonjun, dan seperti biasa, karena Changbin yang paling galak di gengnya Yeonjun jadi sedikit menurut. Soobin dan Taehyun yang masih kesal terhadap Yeonjun pun ikut mengatur napas mereka yang sudah berada di puncak emosi.

“Ini gua bawain air deh lu tenang dulu, gak biasanya lu marah-marah kayak gini,” Woojin juga datang dengan sebotol air mineral yang langsung Yeonjun terima. Bukan untuk diminum melainkan ia sirami ke kepalanya.

“Kita semua juga khawatir Beomgyu bakal kenapa-kenapa, terutama lo, tapi tolong jangan dibawa emosi berlebihan.”

Changbin benar, akhirnya Yeonjun pun menarik napasnya panjang lalu mengembuskannya perlahan. Kini ia menatap Taehyun dan Soobin yang menatapnya sinis, tetapi itu hanya sedetik sebelum mereka berdua terkejut saat Yeonjun membungkukkan tubuhnya 90 derajat ke arah mereka.

“Maafin gua, Taehyun, Soobin. Gua lagi emosi, lo bener di sini yang paling salah gua.”

Soobin mendadak panik, “Udeh, udeh, gua juga gak marah kok cuma kesel doang,”

“Iya dimaafin, lo pikir dengan lo suaminya cuma lo doang yang paling khawatirin dia? Gua juga khawatir banget kali,” Taehyun menambahkan.

Yeonjun pun menegakkan tubuhnya kembali. Nyatanya ia juga bersyukur dikelilingi oleh orang-orang seperti mereka yang masih mau memaafkan perbuatannya dan juga mengkhawatirkan sosok yang ia sayangi. Pemuda bermargai Choi itu pun akhirnya menghadap ke arah mereka semua, fokus terhadap kronologis hilangnya Beomgyu harus kembali dibicarakan.

“Oke, balik ke topik. Jadi gimana bisa dia ilang? Ada yang terakhir liat dia masih ada di tenda?”

Kai yang sedari tadi menatap cemas ke arah mereka semua pun mengangkat tangannya, “Ada! Jadi kita emang sempet liat dia juga tidur sama aku, Tyun, dan Ayen, tapi pas tadi aku bangun karena kebelet pipis, aku mau minta temenin dia, taunya Beomgyunya udah gak ada,”

“Terus lo semua udah nyari dia di mana? Ke tenda lain?”

“Ya masa suami lu diumpetin sih, udah tau mereka aja dipaksa bangun sekarang biar kita cek satu-satu tendanya,” Soobin menghela napas gusar, “di daerah pantai sampe parkiran mobil kita juga gaada, bahkan hapenya juga ditinggal,”

Mendengar itu langsung membuat Yeonjun menjambak rambutnya kasar. Ini semua tidak bisa dibiarkan begitu saja dan harus ditindak lanjuti. Beberapa detik kemudian ia menatap ke arah mereka semua dengan tajam.

“Gak ada dari satu pun lo semua yang boleh lapor ke bokap gua atau bahkan sampe masuk berita. Kalo sampe ketauan, jangan harap lo pada bisa kuliah di HYBE lagi.”

Ancaman Yeonjun membuat mereka seketika membeku. Karena baru saja salah satu dari mereka ada yang ingin menyebarkannya ke twitter. Yeonjun juga segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Ia tidak bisa diam saja seperti orang bodoh, ini semua jelas salahnya Beomgyu bisa sampai menghilang dan ia harus sangat bertanggung jawab akan hal itu. Yeonjun tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika suaminya itu sampai terkena masalah.

“Selamat pagi, tuan Yeonjun, ada-”

“Darurat. Beomgyu hilang di lokasi yang sudah saya kirim. Sebar 100 detektif dan polisi kalo perlu lebih. Satu lagi, jangan sampe Papa tau. Sekarang.” []

© 2021, moawaua.

Tidak afdol rasanya jika berkemah tanpa ada ritual menyalakan api unggun dan mereka semua duduk melingkar mengelilinginya. Malam kedua setelah banyak melakukan aktivitas menyenangkan seperti berenang, memasak, dan lain-lain, sudah saatnya sekarang mereka beristirahat sejenak.

Ada yang asyik bercanda, makan, atau sekadar mengobrol. Sementara Beomgyu asyik bermain gitar dan bernyanyi dengan Yeonjun di sampingnya. Siapa pun yang melihat pemandangan indah itu pasti akan iri.

Woojin segera menyenggol lengan Hyunjin sambil melirik satu-satunya pengantin di sini, “Bro, ngontrak di sini bayarnya berapa dah?”

Hyunjin yang mengerti pun balas menyenggol Woojin, “Gratis lah bre, jalur calon pacar temennya itu,” kemudian mengedip genit pada Jeongin yang asyik mengobrol dengan Hueningkai.

“Yeee, anjing juga lu,”

Merasa semakin gerah dengan suasana seperti ini, Lucas segera melirik Mark untuk memberi aba-aba. Pemuda itu pun mengangguk menyetujui, kemudian menepuk tangannya minta perhatian. Ketika semua mata sudah tertuju padanya, ia pun tersenyum sambil mengeluarkan sebuah botol beling kosong.

“Bosen banget gak si? Main TOD, yuk?”

Soobin mengangguk, “Boleh, yang lain setuju, gak?”

“Setuju!!!”

Mereka semua pun merapikan lingkaran yang telah dibuat, mengitari botol yang berada di tengah dekat api unggun. Mark yang berada paling dekat dengan botol pun langsung memutarnya tanpa aba-aba, mereka semua mendadak cemas takut dipilih, tetapi botol itu langsung berhenti tepat di depan Jeongin.

“Wahh, Jeongin kamu pilih truth atau dare?” tanya Kai antusias.

“Aku truth deh, nanti kalo dare dijailin lagi,”

Woojin tiba-tiba mengangkat tangannya, “Jeongin suka gak sama Hyunjin?”

Hyunjin yang asyik tersenyum-senyum mendadak panik dan segera menjitak Woojin, pemuda bergingsul itu tertawa puas karena berhasil membalasnya. Jeongin yang ditanya begitu segera menjawabnya tanpa berpikir lama lagi.

“Suka,” semua yang mendengarnya mendadak berhenti tertawa, tetapi dengan cepat Jeongin melanjutkannya, “Hyunjin baik, aku suka. Sama kayak Kai, Beomgyu, Taehyun, dan yang lain.”

Dengan cepat suasana kembali ramai akibat gelak tawa mereka semua. Hyunjin sendiri masih asyik memukuli Woojin yang masih juga tidak bisa berhenti tertawa. Beberapa menit kemudian putaran selanjutnya kembali dilakukan, yang kedua, ketiga, hingga keempat.

Tapi kali ini ada sedikit kecurangan karena Mark dengan sengaja memutarnya hingga tepat sasaran ke arah Lucas. Sesuai rencana mereka berdua.

“Pilih truth atau dare?” tanya Mark.

“Dare lah, bosen amat truth,”

Mark pun menyeringai, “Buat lu yang paling tengil, gua jabanin yang paling susah juga,”

“Weh, apa tuh?”

Saat bertanya justru Lucas menatap ke arah Yeonjun yang langsung merasa aneh. Mark pun menjetikkan jarinya dan tersenyum puas.

“Cium pipi Choi Beomgyu.”

Beomgyu yang asyik mendengarkan sambil menyentuh senar gitarnya mendadak panik, ia segera menatap ke arah Mark, tapi ternyata semua mata memang sudah tertuju padanya juga.

Taehyun yang mengetahui itu segera mengangkat tangan dan membuka suaranya, “Gabisa anjir, ganti darenya, cium Soobin aja tuh,”

Soobin melotot, “Anjir, yakali gua,”

“Yeonjun.”

Beomgyu menarik-narik ujung kaos Yeonjun meminta pertolongan, tetapi Yeonjun bergeming dan justru tatapannya masih tertuju pada Lucas yang menatapnya seperti mengibarkan bendera perang. Bahkan Haechan yang berada di sana juga sedikit terkejut. Suasana tiba-tiba menjadi ramai karena beberapa dari mereka mulai menepuk tangannya seraya menyuruh darenya untuk segera dilakukan.

“Cium! Cium! Cium!”

Lucas berjalan mendekat ke arah Beomgyu yang semakin panik, kemudian ia duduk di depan Beomgyu sambil tersenyum, “Gapapa, kan? Cuma dare kok, Gyu.”

Ketika tangan Lucas sudah meraih dagu Beomgyu dan bersiap mencium pipinya, saat itu juga Yeonjun beranjak pergi dari sana.

Suasana yang tadinya masih bisa tertawa-tawa langsung terdiam dalam sekejap. Yeonjun benar-benar menjauh dari sana dan berjalan ke pinggir pantai, Beomgyu tentu saja langsung mengejarnya dan meraih pergelangan tangan pemuda itu.

“Yeonjun, kenapa pergi?”

Mendengar cicitan Beomgyu membuat pikiran Yeonjun semakin runyam. Entah kenapa tubuhnya sangat panas, ia merasa sangat kesal malam ini. Bukan kesal kepada Mark atau pun Lucas. Ia juga tidak kesal pada Beomgyu, melainkan kesal pada pikirannya saat ini. Ia merasa mulai ada yang aneh pada dirinya, persis seperti ketika ia menarik paksa Beomgyu ke parkiran satu bulan yang lalu dan juga malam hari itu.

Harusnya Yeonjun tetap pada perkataannya yang ingin membuat Beomgyu bahagia dengan jalan yang ia pilih. Tetapi baru melihat adegan seperti itu saja dia sudah tidak bisa menahan emosi lagi.

“Yeonjun, kamu ... marah?”

Akhirnya Yeonjun membalik badannya dan menatap Beomgyu dengan seringai meremehkan, “Marah? Buat apa? Cuma cium gitu doang. Gua sama lo kan, gak ada rasa?”

Namun, nyatanya hanya kalimat-kalimat yang berkebalikan dengan apa yang ia rasakan lah yang kembali terlontar.

Dada Beomgyu terasa seperti ditekan saat itu juga, “Tapi-”

“Jangan lupa kita cuma nikah kontrak,” Yeonjun pun menepis tangan Beomgyu sedikit kasar, “gua pergi karena ngantuk, udah sana lo main sepuasnya. Gua tidur duluan.”

Setelah itu Yeonjun benar-benar langsung pergi bahkan sebelum ia sempat mendengar jawaban Beomgyu. Padahal jika ia menoleh walau hanya sedetik, ia akan melihat lelaki itu sedang menundukkan kepalanya dan menangis. Membiarkan air matanya jatuh ke pasir pantai dan hanyut dibawa air laut. []

© 2021, moawaua.

Liburan semester genap yang telah tiba beberapa hari lalu tentu tidak disia-siakan begitu saja oleh anak klub dance TUBATU, mereka menggunakan waktu ini untuk mengakrabkan diri dengan anggota lain yang baru masuk, salah satunya dengan mengadakan kemah di dekat pantai.

Memang terkesan tidak ada korelasinya dengan dance, tapi sejalan dengan tujuan mereka yaitu liburan dan bersenang-senang.

Kehidupan pernikahan Yeonjun dan Beomgyu juga sudah berjalan satu bulan lebih, selama itu pula hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan karena itu juga Beomgyu hampir selalu diperbolehkan menginap di rumahnya. Seperti akhir bulan ini, sudah seminggu Yeonjun tidur sendirian, mereka baru akan bertemu lagi ketika liburan bersama klub.

“Lemes amat gua liat-liat ga ada cemewew lu,” senggol Hyunjin pada Yeonjun yang menatap malas ke arah mereka semua.

Woojin ikut tertawa, “Harusnya malah enak dong nyuruh dia nginep di rumah orang tuanya, lu jadi bebas sendirian, apa jangan-jangan lu udah naksir dia?”

Yeonjun menatap keduanya sinis. Tidak menggubris pertanyaan Woojin dan juga godaan Hyunjin. Suka pada Beomgyu katanya? Apa benar begitu? Ia masih menyukai Haechan dan sesekali memerhatikannya dari jauh. Tetapi tidak memungkiri sekarang ia juga memikirkan Beomgyu. Mungkin sekarang hanya sekadar perasaan sayang kepada teman. Tidak lebih. Harusnya.

Tapi siapa pun yang bisa melihat juga akan tahu. Ketika bis terakhir datang, mereka yang di dalam mulai turun satu per satu. Semuanya bisa melihat bagaimana netra Yeonjun memancarkan binar kebahagiaan ketika miliknya juga muncul dan turun dengan wajah mengantuk lucu.

“Yok, baris dulu, yok. Gua absen nih, udah ngumpul semua, kan?” tanya Soobin sebagai ketua klub TUBATU dan juga Leader di tim TXT.

“Udah, Bin!”

Beomgyu dan teman-temannya segera membuat barisan, karena Beomgyu lebih tinggi ia berada di barisan belakang bersama Hueningkai dan Taehyun.

Ketika Soobin mulai memanggil nama mereka satu per satu, saat itu pula Beomgyu dibuat terkejut oleh sepasang tangan kekar yang melingkar di pinggangnya dari belakang. Sebelum bersiap menendang, wangi maskulin yang khas itu membuat Beomgyu lebih dulu ia kenali, siapa lagi kalau bukan Choi Yeonjun suaminya.

“Gak kangen sama suami sendiri?” Yeonjun mengeratkan pelukannya dari belakang seraya menyandarkan dagunya pada bahu Beomgyu.

“Bis kamu nyampe duluan, ya? Tumben gak naik mobil pribadi,”

“Mau mandiri biar gak disindir lagi,” Yeonjun mendecih pelan, “kok malah balik nanya, jawab dulu kangen apa engga?”

Beomgyu terkekeh kecil, “Biasa aja, apa yang mau dikangenin dari kamu emang?”

“Oh, mancing nih.”

Karena yang lain masih sibuk berbaris, Yeonjun langsung menarik Beomgyu untuk masuk ke dalam tenda yang sudah dibuatnya ketika lebih awal sampai. Mereka menghilang begitu saja, bahkan ketika absen sudah mencapai nama Beomgyu, sosok itu tetap tidak kunjung menampakkan dirinya.

“Beomgyu mana? Loh, ini si Yeonjun juga ngilang,”

Hueningkai dan Taehyun yang sedari tadi mengetahuinya pun segera menunjuk ke tenda secara bersamaan, “Maklum, ada yang lagi temu kangen.”

“Masih pagi anjay ...” keluh Woojin.

Mendengar itu beberapa dari mereka langsung tertawa, beberapanya lagi merasa iritasi seperti Lucas dan Haechan salah satunya. []

© 2021, moawaua.

Yeonjun tanpa pikir panjang langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini, tapi yang jelas ia memang harus segera menghampiri suami kecilnya itu dan membawanya pulang. Malam ini tentu tidak terlalu ramai, tetapi tetap saja kedatangan Yeonjun di fakultas ilmu budaya ini menjadi pusat perhatian bagi mereka yang masih ada kegiatan di sana.

“Liat Beomgyu?” pemuda itu bertanya pada salah satu mahasiwa yang terlihat takut, karena nada Yeonjun bukan seperti bertanya melainkan memaksa.

“G-gatau, coba tanya anak sekelasnya,”

Yeonjun kemudian menghampiri salah satu wajah yang pernah ia lihat di kelas Beomgyu ketika menjemputnya pulang.

“Lo temen sekelasnya Beomgyu, kan? Liat Beomgyu ke mana?”

Yang ditanya tiba-tiba padahal sedang asyik bercanda pun mendadak gugup, “Kalo gak salah tadi dia bilang mau ke kafe 1313,”

“Makasih.”

Tanpa berlama lagi Yeonjun membalik badannya dan meninggalkan tatapan bingung dari mereka semua. Kakinya yang panjang membawanya cepat sampai ke kantin, matanya yang tajam menyapu seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Beomgyu.

Sampai akhirnya ia berhasil menemukannya. Di sana sosok mungil yang ia cari nyatanya sedang tertawa bersama sosok laki-laki lain yang sudah ia duga. Mata Yeonjun memicing tidak suka. Tanpa aba-aba lagi ia berjalan mendekat dan meraih tangan kecil pemuda itu untuk beranjak dari sana.

“Ayo, pulang.”

Si manis terperanjat, “Yeonjun?”

Lucas yang berada di depan Beomgyu lantas ikut berdiri dan menatap Yeonjun kesal.

“Lo ini apa-apaan? Lepasin Beom-”

“Gua suaminya.”

Yeonjun menatap Lucas tajam dan penuh penekanan pada kata-kata yang baru saja ia deklarasikan.

Menyadari posisi tersebut akhirnya Lucas mengulum seringainya dalam diam. Pasangan ini benar-benar menarik perhatiannya. Ia pun mengulurkan tangannya untuk mengajak Yeonjun bersamaan.

“Jadi lo si Yeonjun itu? Kenalin gue Lucas, di sini Beomgyu sama gue cuma belajar jadi-”

“Lo yang bukan siapa-siapanya bisa diem, gak? Gua gak ada urusan sama lo.” ia pun menarik tangan mungil suaminya lagi, “Ayo, pulang.”

Beomgyu yang merasa bahwa ada hawa gelap yang mengelilingi Yeonjun pun juga ikut panik. Apalagi tatapan dari orang-orang yang mulai berbisik-bisik.

“Yeonjun, lepasin banyak ora-”

“Ini kafe rame, jangan sampe gua berisik, oke?” Yeonjun kini juga menatapnya tajam.

Beomgyu rasa suaminya ini benar-benar marah, tanpa pikir panjang ia pun membereskan barang-barangnya dengan cepat. Lucas kemudian hanya memandang mereka dengan tatapan cuek, tapi ia juga tersenyum tipis sambil menganggukan kepala ketika Beomgyu menatapnya dengan perasaan bersalah.

“Hati-hati.” ucapnya pelan.

Mereka menjadi pusat perhatian sepanjang jalan ke tempat parkir dengan Yeonjun yang tetap setia menarik paksa tangan Beomgyu hingga pergelangan tangan pemuda itu memerah. Beomgyu tidak mengerti mengapa Yeonjun marah, bukannya ini sudah menjadi kesepakatan mereka untuk bisa menjalin hubungan dengan yang lain? Kenapa pemuda itu malah menggeretnya menjauh?

“Yeonjun, sakit ...” cicit Beomgyu.

Reflek Yeonjun melepas genggamannya ketika mendengar suara itu, bertepatan dengan mereka yang sudah sampai di tempat parkir dekat taman yang sepi. Sebelum bisa mengucapkan sepatah kata pun, Yeonjun sudah membalik badannya dengan mata tajam mengintimidasi Beomgyu.

“Abis ngapain?”

Beomgyu bergidik dibuatnya, “Belajar, kan bentar lagi ulangan semester,”

“Kenapa harus sama cowok lain? Hm?”

“Emangnya kamu mau nemenin dan ngajarin aku? Enggak, kan?”

Beomgyu melawan tidak terima, sementara Yeonjun semakin mengeraskan rahangnya.

“Lo tau gak lu siapa?” Beomgyu ditanya seperti itu tapi ia tetap diam, “Lo ini udah jadi suami orang, dan orangnya itu gua! Apa lo gak malu kalo diliat banyak orang lagi jalan sama cowok lain yang bukan suaminya? Gimana kalo langsung dijadiin berita? Apa kata mereka nanti?!”

Yeonjun membentaknya galak, Beomgyu tentu terkejut bahkan matanya memanas saat itu juga. Bisa-bisanya ia pihak yang mencoba untuk mencari jalan keluar tetapi justru ia juga yang harus dicaci-maki? Lagi-lagi Beomgyu tidak diam saja dan langsung membalas bentakan Yeonjun.

“Emangnya kamu pikir aku ngapain sama dia?! Dipikir aku pacaran diem-diem? Padahal kamu yang sebenernya kayak begitu! Kenapa aku doang yang diomelin?!”

“Hah? Gua?”

Beomgyu tidak tahan, akhirnya ia menangis saat itu juga, “Aku begini juga karena mau ngejauh dan biar kamu punya waktu sama Haechan ... aku- aku tau kamu suka sama dia, kan?”

Seperti tertangkap basah, Yeonjun melunakkan garis wajahnya. Ia kini menatap Beomgyu yang sekarang terisak. Beomgyu benar, padahal dirinya sama saja. Bahkan mereka juga sudah membuat perjanjian untuk tidak terlalu mengurusi urusan pribadi. Mengapa Yeonjun bisa melupakan hal itu?

Choi Yeonjun tolol.

Terbesit rasa bersalah setelah mendengar pengakuan polos dan jujur dari lelaki manis di hadapannya. Bagaimana bisa Yeonjun egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri selama ini?

“Gyu ...”

Beomgyu masih terisak tapi ia tetap melanjutkan ucapannya, “Aku ini emang dasarnya perusak hubungan kalian,”

“Ngga, Beoms-”

“Aku paling gak suka kalo udah ngerepotin orang, ngerugiin orang,”

“Beomgyu-”

“Apalagi orang itu suami aku sendiri, jadi emang lebih baik juga kalo aku-”

Ocehan Beomgyu terhenti begitu saja ketika Yeonjun menariknya mendekat hingga bibir Yeonjun lebih dulu membungkam miliknya.

Beomgyu membeku saat itu juga, sementara Yeonjun malah memejamkan matanya seraya terus mencium bibir Beomgyu untuk beberapa saat. Bukan ciuman penuh nafsu, tetapi ciuman lembut yang ia berikan untuk kedua kalinya pada Beomgyu seorang.

Ketika ciuman itu terlepas, Yeonjun langsung menarik Beomgyu ke pelukannya. Ia menenggelamkan kepalanya pada bahu Beomgyu, sementara yang dipeluk hanya tetap diam, sebelum suara parau Yeonjun terdengar yang membuat hatinya tersentuh dalam sekejap.

“Maaf. Sebentar aja kita kayak gini. Bisa, kan?”

Beomgyu menyerah. Ia memilih untuk membalas pelukan Yeonjun yang semakin mengerat. Ia usap-usap punggung yang terlihat lelah itu. Entah kenapa Beomgyu yang tadinya masih marah dan kecewa mendadak melunak lagi. Padahal sudah biasanya ia marah kepada laki-laki itu, tetapi untuk kali ini berbeda. Beomgyu merasakan ada sesuatu yang aneh mulai hadir di dalam dirinya yang berhubungan dengan Yeonjun.

“Ya, lo bener, gua emang suka sama Haechan,” tiba-tiba Yeonjun bercerita, tetapi Beomgyu tidak ingin menanggapinya lebih dulu, “tapi kita gak pacaran. Dan ya, gua ngajak dia nikah juga sebelum nikah sama lo, tapi dia gak mau nikah muda, dia masih mau ngejar karirnya dan gua menghargai keputusan dia. Jadi ... percuma juga seandainya nanti kita cerai, dia juga belum tentu mau nikah sama gua atau engga.”

Beomgyu tersenyum miris, ternyata Yeonjun memang sudah memikirkan tentang perceraian mereka dengan serius sejak awal.

“Maafin gua. Gara-gara masalah gua yang gak jelas lo jadi terlibat dan bahkan sampe nangis kayak gini, maaf udah buat lo mikirin sampe sejauh ini dan nyuruh lo gak usah ikut campur.”

Merasa bahwa Yeonjun tidak lagi melanjutkan ucapannya, Beomgyu perlahan melepaskan pelukan Yeonjun dan mempertahankan senyumnya seraya menatap langsung pada kedua netra cokelat gelap itu.

“Akhirnya kamu mau cerita juga, lain kali kalo ada apa-apa kamu bisa cerita sama aku, jangan anggep aku sebagai suami aksesoris, kita udah gak musuhan, kan? Jujur aku gak mau ada rahasia di antara kita terutama hal sepenting ini,”

Yeonjun jadi merasa sangat bersalah telah membentak Beomgyu tadi, ia hanya tersulut emosi melihat miliknya bersama orang lain sampai tidak sadar telah melakukan hal fatal dengan melampiaskannya pada Beomgyu. Ia pun perlahan menghapus air mata yang membekas di pipi merah Beomgyu dengan kedua ibu jarinya.

“Maaf, gua pikir masalah pribadi ini lo gak perlu tau karena takut lo jadi ikut bermasalah,”

“Dengan kamu begitu justru aku malah tetep terlibat, kan?”

Yeonjun mengembuskan napasnya gusar, “Gua jujur gatau lagi soal hubungan gua sama dia, gua cuma ngejalanin apa yang ada aja, tetep suka sama dia, tapi gua juga nikahnya malah sama lo.”

Beomgyu terkekeh, membuat Yeonjun menatapnya bingung, “Ternyata kamu beneran bisa galau ya kalo soal percintaan, kirain taunya cuma ngeledek sama sok kaya doang,”

“Ngajak berantem?” Yeonjun bersiap untuk menyentilnya.

“Hehehe, bercanda, ganteng.” tapi sedetik kemudian Beomgyu kembali serius, “Kalo soal ini berarti kamu harus lebih tegas, gak hanya sama perasaan kamu sendiri tapi juga sama perasaan Haechan. Dengan kamu begini justru kamu seperti ngegantungin dia, tau?”

“Tapi gua kan, ga pacaran sama dia?”

“Tetep aja, kalian emang gaada status, tapi hati gabisa boong, kan?”

“Hah?” Beomgyu menepuk pundak Yeonjun pelan.

“Kamu harus tegas, kasih keputusan buat dia. Kalo kamu mau berenti ngejar-ngejar kamu bilang, kalo kamu mau berusaha, kamu bilang dan buktiin. Kali aja dia masih punya harepan sama kamu cuma ketutup gengsi. Atau kalo kamu belum siap, kamu bisa bilang untuk temenan aja kayak biasa. Kalo kamu diem terus dia juga bakal bingung, kamu harus kasih bukti usaha kamu, Yeonjun.”

Selagi Beomgyu memberinya saran, mata Yeonjun tak lepas dari memandangi wajahnya yang tampan dan juga cantik bersamaan. Ditambah ketika Beomgyu berbicara, wajah memerah sampai hidung karena habis menangis menambah kegemasan 100 persen.

Hati Yeonjun ikut menghangat dibuatnya, setiap uraian kalimat yang diutarakan Beomgyu entah kenapa membuatnya tenang, seperti mendapatkan beberapa kepingan jawaban yang ia cari selama ini.

“Ternyata boleh juga solusi suami beruang tengil gua ini, padahal tadinya mau gua jual ke kebon binatang,” ia pun reflek mencubit pelan pipi suami mungilnya itu.

“Lagian sok tau, orang cuek nyebelin kayak kamu mana paham sama masalah ginian,”

“Heh, padahal sendirinya juga belum pernah pacaran aja,”

Beomgyu membuang mukanya malu, “Bawel.”

Yeonjun tertawa untuk kesekian kalinya, ia merindukan momen seperti ini ketika mereka saling menjahili satu sama lain, momen yang akhir-akhir ini tidak terjadi akibat kebodohannya sendiri.

Seketika ia mengingat satu hal dan segera mengeluarkan ponselnya. Beomgyu hanya meliriknya sekilas, tetapi setelah itu Yeonjun menyalakan mesin mobilnya dan membukakan pintu untuk Beomgyu.

“Lupa bilang, tadi karena nyariin lu, gua sampe boong sama Ayah kalo kita mau ke sana,” Yeonjun menatap Beomgyu yang masih bingung, “gimana kalo kita beneran aja dateng ke rumah lo nya?”

“Eh? Sekarang?”

“Yuk, sekalian nginep aja gimana? Lo pasti seneng, kan?”

“Beneran boleh?”

“Jahat amat gua kalo sampe gaboleh,”

“HEHE! Makasih suamiku~”

Beomgyu memeluk Yeonjun kilat sebelum ia masuk dan duduk di jok depan dengan antusias. Sementara Yeonjun hanya tersenyum dan mengikutinya masuk ke dalam mobil. Keduanya kemudian saling bercanda dan berbagi cerita soal hari ini dan hari-hari sebelumnya, sekaligus melupakan fakta bahwa mereka baru saja bertengkar beberapa menit yang lalu. []

© 2021, moawaua.

Bisa dikatakan hari ini adalah hari pertama Yeonjun menginap di rumah sang mertua. Jika ditanya canggung atau tidak tentu saja jawabannya sangat. Tetapi itu hanya karena pikiran buruknya yang mengarah untuk diinterogasi lebih jauh, apalagi Yayah Yoongi terlihat jutek dan mengintimidasi.

“Jadi gimana, kalian udah ngapain aja?”

Yeonjun reflek batuk ketika Yoongi melontarkan pertanyaan begitu. Beomgyu yang berada di sampingnya segera menyodorkan air dan membantu suaminya itu untuk minum agar tidak tersedak. Ya, mereka kini sedang makan malam bersama di kediaman Choi Jimin dan Choi Yoongi.

“Yayah ihhh,” Beomgyu memerah malu.

“Becanda, tapi pasti cium-cium udah lah ya,”

“YAYAHHH!!”

Jimin ikut tertawa melihat Beomgyu frustasi dengan wajah semerah tomat, “Udah, udah, kasian anaknya pada salah tingkah, mending kita tanya aja yang lain,” pria itu tersenyum tipis, “tapi beneran cuma cium-cium doang, nih?”

“AYO NJUN KITA KABUR AJA.”

Kini Yoongi bahkan ikut tertawa geli, Beomgyu yang sudah bangkit berdiri ia tarik lagi untuk duduk. Melihat reaksi kedua anak muda di depannya justru memang yang mereka harapkan, jika masih malu-malu seperti ini berarti ada perkembangan yang baik untuk kedua perasaannya, karena jika mereka marah justru itu akan menjadi kemungkinan yang buruk.

“Oke, oke, gak ditanya hal aneh-aneh lagi. Ayah cuma seneng aja ternyata kalian bisa keliatan akrab kayak sekarang, katanya dulu sering berantem, kan?”

Yang paling muda di sana mengangguk dengan wajah masih memerah, “Untuk sekarang juga kadang berantem tapi ya tetep baik-baik aja,”

“Bagus. Kalo buat Yeonjun gimana? Beomgyu kita gak ngerepotin, kan?”

“Ayah ...” Beomgyu mengerucutkan bibirnya.

Yeonjun menghentikan makannya dan menatap Jimin antusias, “Ngerepotin sih Yah,”

Beomgyu melirik suaminya sinis, “Maaf sih kalo suka ngerepo-”

“Tapi sengerepotinnya Beomie, Yeonjun tetep aja nyariin dia,” kini ia tersenyum tipis, “gapapa mending Beomie ngerepotin Yeonjun setiap hari, asal dia gak ngejauhin Yeonjun walau hanya sehari.”

Mendengar itu Yoongi sampai menutup mulutnya, bahkan Jimin tidak bisa menahan untuk tersenyum sangat lebar hingga matanya tak terlihat lagi. Beomgyu sendiri jangan ditanya, ia sudah kehabisan kata-kata dan juga tidak tahu bagaimana harus berekspresi. Ya, otak Beomgyu sedang berhenti bekerja tiba-tiba.

“Ayah seneng denger jawaban kamu, Njun,” Jimin menyantap suapan terakhirnya dan kini menatap sepasang pengantin yang masih membangun cinta mereka, “Ayah baru kali ini ingin mempercayakan Beomie ke orang lain karena sebelumnya belum pernah sama sekali,”

“Beomie jomblo dari lahir, jadi kamu itu bakal jadi segala yang pertama buat dia, Njun.”

Entah kenapa mendengar itu membuat rasa bangga dalam diri Yeonjun meronta-ronta. Bahkan ia sampai harus menutup mulutnya untuk menyembunyikan senyuman selebar tembok besar cina.

“Jadi, Ayah dan Yayah sangat mempercayakan Beomie sama kamu, Yeonjun.” Jimin menepuk tangan Yeonjun yang berada di sebelah piringnya, “apa pun yang terjadi sama kalian ke depannya, Ayah sangat memohon agar kalian bisa mempertahankan pernikahan ini.”

Tetapi ketika mendengar itu senyuman Yeonjun luntur perlahan. Mempertahankan pernikahan? Yeonjun tidak mengerti apa yang ia pikirkan sekarang, terlebih lagi kini mereka terikat dengan perjanjian yang sudah mereka buat di hari pertama pernikahan. Janji bahwa mereka akan cerai jika semua permasalahan telah dipenuhi, lalu bagaimana bisa terlintas di pikiran mereka untuk mempertahankan pernikahan ini?

“Untuk itu doakan aja yang terbaik, Ayah, Yayah,” Beomgyu akhirnya membuka suara, pemuda manis itu melanjutkan ucapannya dengan serius.

“Kita juga gak tahu apa yang ada di masa depan, tapi kita selalu berharap semua akan baik-baik aja. Kita selalu mengharapkan yang terbaik. Jika memang Yeonjun baik untuk Beomgyu dan Beomgyu juga baik untuk Yeonjun, pernikahan kita pasti bisa bertahan.”

Ah, dia mengatakan suatu hal yang membuat Yeonjun kagum ke sekian kalinya.

“Beomie bener,” timpal Yoongi, ia sangat bangga bahwa ia mendidik seorang anak hingga bisa memikirkan jawaban sedewasa ini tanpa menyakiti pihak mana pun, “semua tergantung takdir kalian juga, Ayah dan Yayah gak akan minta lebih, mungkin janji untuk mempertahankan pernikahan kalian terlalu berat, Yayah cuma ingin kalian berdua bahagia tanpa saling menyakiti. Kalau janji ini bisa dipegang, kan?”

“Yeonjun bakal berusaha keras untuk itu,” kini Yeonjun yang menjawabnya dengan tegas, bahkan ia sambil menggenggam tangan Beomgyu di sampingnya yang terkejut, “asal itu juga dengan persetujuan Beomgyu yang mau percaya sama Yeonjun.”

Beomgyu tidak bisa menjawabnya. Tetapi ia hanya mengirimkan sinyal bahwa ia menyetujui perkataan Yeonjun untuk berusaha memenuhi janji itu. Ya, jika memang waktu perceraian akan datang tanpa ia tahu kapan, Beomgyu ingin perceraian itu menjadi perpisahan yang memang diputuskan tanpa adanya dendam atau menyakiti pihak mana pun.

Jika memang sudah tiba waktu mereka berpisah. Beomgyu ingin berpisah dengan Yeonjun dalam keadaan yang baik-baik saja.


Setelah menghabiskan makan malam bersama yang ditutup dengan canda tawa, kini sudah saatnya mereka melakukan ritual-ritual sebelum tidur yaitu dengan mencuci muka dan menggosok gigi. Mereka melakukannya bersama-sama, saling menjahili dan juga sedikit mengadakan pertarungan siapa yang lebih lambat menggosok gigi akan menuruti satu perkataan dari yang menang.

“Baibai, suami jelek!”

Beomgyu yang sudah selesai lebih dulu karena curang pun akhirnya keluar dari toilet untuk berlari ke kamarnya sambil tertawa penuh kemenangan. Tetapi kemudian tawa itu mendadak berhenti ketika ia menyadari bahwa Yeonjun juga akan kembali tidur berdua dengannya, di kamarnya, dengan ranjang yang ukuran biasanya hanya untuk satu orang.

“Beomgyu! Lo curang kan pasti lo gak nyikat gigi bagian- Beoms?”

Yeonjun yang baru datang sambil protes juga ikut bingung melihat Beomgyu yang membatu di depan pintu. Setelah melihat arah pandangnya, ia langsung bisa mengerti dan sedikit canggung akan hal itu juga.

“Njun, aku baru sadar kasurku ukurannya gak segede kasur kita di rumahmu,”

Yeonjun menghela napasnya, ia pun mengacak surai panjang Beomgyu perlahan, “Yaudah karena lo menang, gua bisa nurutin apa aja perkataan lo. Jadi gimana? Lo pengen gua tidur di bawah aja, kan?”

Beomgyu ditarik suaminya untuk segera duduk di atas ranjang, sementara Yeonjun mengambil satu bantal di atas kasur dan meletakkannya di lantai yang hanya dilapisi karpet berbulu. Sebelum Yeonjun bersiap untuk merebahkan tubuhnya, Beomgyu justru menarik ujung kaus Yeonjun pelan.

“Bukan gitu,”

“Terus?”

“Kamu tidur di atas juga sama aku.” cicitnya pelan.

Yeonjun melebarkan matanya, “Beom-”

“Ga usah protes, ga usah tanya lagi, kataya mau nurutin apa yang aku mau, kan?”

Beomgyu membuang mukanya yang sudah semerah tomat. Yeonjun yang juga tidak percaya bahwa suami mungilnya akan mengatakan hal itu pun juga ikut memerah. Mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sini, tetapi keduanya benar-benar memutuskan untuk berbagi ranjang kecil ini untuk dua tubuh mereka yang saling berdempetan satu sama lain.

Selama beberapa menit mereka terpejam dalam posisi saling membelakangi. Yeonjun dan Beomgyu yang pada dasarnya memiliki sifat tidak bisa diam pun akhirnya membuat posisi kedua tubuh mereka telentang dengan bersamaan.

“Aku gak bisa tidur!”

“Gua juga.”

Beomgyu melirik Yeonjun yang sedang menatap atap, “Kalo gitu kita saling cerita aja yuk, sampe kita cape dan akhirnya ada yang tidur duluan?”

“Hmm, setuju. Dimulai dari lo aja, gimana kalo gua tanya tentang cerita lo kenapa jomblo sampe sekarang?”

“IHH, rese pertanyaannya,” Beomgyu mencubit pelan lengan kekar Yeonjun yang kini tertawa.

“Tinggal jawab aja beres, pasti karena ga ada yang mau sama lo, kan?”

Beomgyu menggeleng, ia pun mulai bercerita, “Aku sebenernya mau-mau aja pacaran, bukannya aku kepedean juga, tapi beberapa ada kok yang deketin aku bahkan nembak langsung juga, tapi kamu tau gak kenapa aku gak terima?”

“Karena lo ga suka sama dia?”

“Itu bener, tapi seandainya aku suka dia juga, bukan berarti aku bakal nerima,”

“Terus?”

Yeonjun mendengarnya dengan seksama ketika Beomgyu kembali melanjutkannya, “Prinsip aku, pacaran ya terserah orang-orang yang mau ngejalaninnya, kamu tau kan untuk hal ini harus ada persetujuan dari kedua belah pihak. Apalagi pacaran menurutku bukan hal yang serius, dan aku paling gasuka sama hal itu,”

“Ohhh, makanya karena nikah itu serius lo jadi mau nikah sama gua? Bukan karena gua yang ganteng dan tajir ini?”

Beomgyu meliriknya sinis, “Dih, pede banget. Aku cuma gamau aja terikat sama hal yang gak pasti kayak begitu, Njun. Apalagi yang ngajak pacaran masih jaman-jaman sekolah, pasti lagi masa selabil-labilnya remaja, kan?”

“Tapi gak seru dong gak ada kenangan cinta-cintaan pas sebelum nikah?”

“Padahal kamu sendiri juga gak ada pengalaman cinta-cintaan, kan?” selidik Beomgyu yang membuat Yeonjun tidak bisa mengelak. Ia sendiri memang belum pernah berpacaran, menyukai seseorang saja jarang bertahan lama.

“Aku mau ... melakukan suatu hal itu yang gak ngerugiin aku dan gak ngerugiin orang lain, kalo menurutku pacaran itu bakal ngerugiin aku, aku gak suka dipanggil mantan, aku gak suka ketika nanti diputusin, aku bahkan gak suka kalo harus jatuh cinta sama orang yang salah,”

“Jadi lo ngelakuin ini semua atas dasar perlindungan untuk diri lo sendiri, begitu? Untuk jaga-jaga dari resiko sakit hati dan kecewa?”

“Betul,”

“Terus kenapa lo mau nikah sama gua padahal lo sendiri tau kalo kita menikah juga tanpa cinta dan belum tentu punya akhir yang bahagia?”

Yeonjun menatap Beomgyu intens, sementara yang ditatap kini tersenyum miris.

“Di dunia ini kan yang hidup bukan kita aja, Yeonjun. Ada masanya emang kita egois dan selalu mikirin diri sendiri, tapi kalo kita udah punya suatu hal yang berharga lebih dari apa pun di dunia ini, kita bakal rela ngelakuin apa aja untuk hal itu, kan?”

“Maksudnya?”

“Keluarga. Orang tua aku. Menurut mereka pernikahan ini adalah yang terbaik untuk keluarga kami dan mereka seneng banget kalau aku mau nerima perjodohan ini,” kemudian Beomgyu mengubah senyum miris itu menjadi senyuman manis nan tulus yang baru pertama kali Yeonjun lihat, “ya, kebahagiaan Ayah Yayah akan selalu jadi hal yang paling aku utamain, dan seperti yang aku bilang tadi, aku juga suka untuk ngelakuin hal ini dan menurutku gak ngerugiin siapa pun karena kamu pun setuju untuk nikah sama aku, kan? Aku suka untuk melakukan hal yang ngebuat mereka seneng, salah satunya dengan nerima perjodohan kita waktu itu ...”

Yeonjun terdiam dalam beberapa saat untuk mencerna perkataan yang barusan suami kecilnya ini utarakan. Ia tidak menyangka bahwa ia kembali melihat sisi lain yang tidak ia ketahui dari Beomgyu dan segala pikiran dewasa yang pemuda manis itu miliki. Tidak ada nada kebohongan di sepanjang ia bercerita, hanya ada ketulusan yang murni seputih susu bersih. Tetapi nyatanya justru hal itu juga yang membuat hati Yeonjun mendadak sakit.

“Tapi, Gyu. Bukannya hal itu justru secara gak langsung ngartiin bahwa lo sebenernya merelakan kebahagiaan lo demi orang lain?”

Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar begitu saja tanpa Yeonjun pikir panjang lagi akan menyakiti hati Beomgyu atau tidak. Ia menunggu beberapa saat agar suara lembut itu kembali terdengar, tetapi nyatanya tidak ada jawaban sama sekali selain suara napas teratur dari sampingnya.

Yeonjun pun memiringkan tubuh dan akhirnya melihat Beomgyu yang kini sudah jatuh tidur duluan bahkan sebelum menyelesaikan ceritanya. Kedua sudut bibirnya terangkat hanya dengan menatap wajah polos nan tenang dari suami kecilnya ini. Tangan Yeonjun pun tak tinggal diam untuk ikut membelai pipinya yang halus.

“Ternyata lo malah tidur duluan, dasar curang.”

Ketika terus menatapi wajahnya, Yeonjun seakan menyadari suatu hal. Mungkin jawaban dari pertanyaannya akan Beomgyu jawab dengan ‘aku bahagia kok, bukan ngerelain kebahagiaanku, kita jadi sama-sama bahagia’ karena Yeonjun yakin seratus persen dari perumpaan yang tadi ia berikan bahwa hati Beomgyu dan ketulusan yang ia lakukan untuk kasih sayang pada orang tuanya seperti seputih susu murni yang bersih.

Beomgyu selalu menjaga dirinya sendiri dengan baik dan juga tanggung jawabnya sebagai seorang anak. Lantas, apa keputusan Beomgyu dengan menjadi suaminya akan merelakan apa yang telah ia pertahankan selama ini?

Apa dengan menikah bersamanya Beomgyu siap untuk merelakan susu putih bersih itu mendapatkan satu titik hitam pertamanya?

Dengan gerakan perlahan, Yeonjun membawa tubuh yang lebih kecil dan terlihat rapuh itu untuk mendekat ke arahnya. Yeonjun memeluk Beomgyu senyamannya pemuda mungil itu hingga ia bisa rasakan Beomgyu kini bersandar pada dadanya yang bidang.

Yeonjun merasa bahwa hidupnya tidak pernah terlalu seserius Beomgyu. Jadi, apakah sebenarnya ia pantas mendapatkan laki-laki yang sangat murni ini untuk dijadikan suaminya? Yang bahkan mereka sendiri sudah memutuskan sejak awal untuk bercerai?

Karena menurut Yeonjun, tidak ada kata ‘baik-baik saja’ dalam sebuah perpisahan.

“Ternyata lo bisa lebih curang lagi, Gyu.” Yeonjun menundukkan kepalanya, kemudian dengan sengaja kembali mengecup kilat bibir Beomgyu yang masih di alam bawah sadarnya, “lo curang karena sekarang gua jadi ikut mikir, untuk ngelakuin hal nekat dengan ingin ngeliat lo juga bahagia lebih dari siapa pun bahkan jika itu harus ngerelain kebahagiaan gua.”

Yeonjun kembali mengeratkan pelukannya dan sesekali menghujani kepala Beomgyu dengan kecupannya selagi ia bermonolog.

“Gua ga ngerti ini perasaan apa, yang jelas apa yang tadi Ayah dan Yayah minta kita berjanji untuk kita saling bahagia, gua bakal nepatin janji itu. Karena gua sangat ingin ngeliat lo bahagia, apa pun keputusan lo, mau kita tetep menikah atau bercerai, kalau emang ada yang bisa bikin lo bahagia, gua rela ngelakuin itu untuk lo.

Gua bertekad untuk mempertahankan susu bersih itu akan selalu putih tanpa noda dari siapa aja bahkan gua sekali pun.

Hanya untuk lo, Choi Beomgyu yang sialnya udah gua sayangi mulai detik ini juga.” []

© 2021, moawaua.

Sesuai dengan rencananya, mereka benar-benar mengadakan makan malam keluarga yang mewah di depan halaman rumahnya yang megah. Tidak usah jauh-jauh untuk bisa makan malam di tempat seperti negeri dongeng jika kau sendiri bisa mendekorasinya secara mandiri. Ya, keluarga Choi dapat mewujudkannya dalam sekali jentikkan tangan.

Awalnya seperti biasa Beomgyu menolak untuk diajak dengan beralasan ada urusan di kampusnya, tetapi kali ini Yeonjun memaksa dengan dalih bahwa kedua orang tuanya lah yang sangat ingin makan malam bersama mereka, hitung-hitung menunjukkan keharmonisan keluarga.

“Beoms, udah siap?”

Yeonjun mengintip dari balik pintu kamarnya ketika Beomgyu merias diri di depan cermin. Ia terpaku dalam beberapa saat ketika melihat refleksi suami mungilnya itu yang begitu indah dan elegan. Entah kenapa ada perasaan bangga terbesit dalam pikirannya bahwa lelaki itu sekarang menjadi miliknya.

“Yeonjun?”

Yeonjun mengedipkan matanya berkali-kali ketika sadar bahwa yang lebih pendek sudah berada di depannya. Ah, semakin dekat ternyata semakin cantik.

“Cantik.”

Beomgyu terkesiap, “Hah?”

“Lo cantik banget hari ini.”

Yeonjun bahkan ikut menunjukkan senyum manisnya, membuat Beomgyu sedikit salah tingkah dan menatap ke arah lain, “Ga jelas. Udah, yuk.”

Melihat reaksi itu justru membuat Yeonjun jadi bersemangat, karena ia bisa melihat wajah memerah Beomgyu yang salah tingkah. Yup, selain menggoda Beomgyu dengan ledekan, ternyata menggodanya dengan pujian juga menyenangkan.


Di depan meja makan yang sudah dihias sedemikian rupa telah ada Taehyung dan Jungkook yang sedang menunggu. Yeonjun tanpa peringatan lagi lebih dulu menggenggam tangan Beomgyu untuk duduk bersamaan dengannya, membuat pemuda yang lebih mudah sedikit tidak nyaman.

“Papa seneng lihat hubungan kamu sama Beomie semakin baik hari-hari ini,” ucap Taehyung ketika mereka sudah mulai dengan ritual makan malamnya.

Sebenernya justru engga.

“Gimana, Beomie? Yeonjun galak gak sama kamu?”

Yeonjun ingin tersedak mendengarnya, ia melirik Beomgyu cemas, tetapi sepertinya laki-laki itu tetap mempertahankan senyumnya, “Yeonjun? Baik kok, hubungan kita baik-baik aja, kadang kita pulang bareng terus, dia juga sering nemenin aku ke mana-mana. Sejak menikah malah kita yang tadinya berantem terus sekarang jadi jarang kok, Pa, Pi.”

Wow. Jawaban yang tidak Yeonjun duga, jawaban yang sangat bagus untuk menutupi ketidakjelasan rumah tangga mereka. Tetapi entah kenapa justru Yeonjun tidak menyukainya.

“Syukur kalau begitu, Papa gak bakal tanya tentang perasaan pribadi kalian, tapi ngeliat hubungan kalian yang baik-baik aja sudah cukup untuk sekarang.”

“Papi setuju.” tambah Jungkook.

Beomgyu hanya tersenyum tipis, ia tidak melirik Yeonjun sama sekali meski sedari tadi laki-laki itu memberi sinyal padanya. Pelayan kemudian mulai membereskan piring-piring di meja dan menyediakan makanan serta minuman minuman peunutup berbagai jenis di hadapan mereka.

Tidak banyak pembicaraan yang keluar ketika makan tadi, sesekali mereka membahas tentang bisnis dan perkuliahan. Sampai akhirnya Yeonjun yang tidak tahan mulai memancing topik yang membuat Beomgyu gelisah.

“Pa, Pi, gimana kalo kita jalan-jalan sebelum Yeonjun dan Beomgyu ulangan?”

Jungkook menaikkan sebelah alisnya, “Semacam refreshing?”

“Iya. Ke mana aja, berhubung kita juga belum honey-”

“Kayaknya untuk sekarang gak bisa dulu deh, Njun. Untuk itu aku maaf gak ikut dulu.”

Beomgyu memotong ucapan Yeonjun dan membuat 3 pasang mata terpusat padanya. Yeonjun kembali gagal untuk membujuk Beomgyu pergi keluar agar ia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama si manis, tetapi Beomgyu justru berusaha untuk sebisa mungkin tidak terlalu banyak melihat Yeonjun. Sangat berkebalikan.

“Kenapa? Kamu gak mau jalan-jalan sama aku?”

Yap. Akhirnya Yeonjun yang selama ini menahan untuk tidak menanyakan hal tersebut nyatanya ia mendapatkan kesempatan di waktu yang tepat. Beomgyu sendiri terkejut ketika mendengarnya, apalagi Yeonjun memakai panggilan aku-kamu, ditambah ia sampai menatap suaminya itu yang kini benar-benar terlihat serius.

Beomgyu mendadak gugup, “A-aku gak bisa, kalau aku bisanya jalan-jalan setelah ulangan karena aku bakal panik di satu Minggu sebelum ulangan itu ...”

Yeonjun menggeleng, “Itu gak ngejawab pertanyaanku. Aku nanyanya, kamu gak mau jalan-jalan sama aku?”

“Aku mau kok, tapi waktunya aja gak pas. Hehe.”

Taehyung dan Jungkook saling lirik, mereka tentu saja menyadari ada sesuatu yang terjadi di antara keduanya. Tetapi setelah itu acara makan malam berjalan lancar sampai selesai karena Beomgyu mampu untuk menutupi kegelisahannya dengan pembicaraan dan juga lelucon yang ia lontarkan.


Setelah itu mereka kembali ke kamar masing-masing. Sebelum Beomgyu bersiap untuk masuk ke toilet untuk mandi, tangannya lebih dulu ditarik Yeonjun yang membuat mereka berdua terpaksa saling berhadapan dengan jarak yang cukup dekat.

“Beom, lo gapapa?”

Beomgyu reflek menahan napas ketika wajah Yeonjun benar-benar hanya sekitar 10 cm di depannya.

“Gapapa gimana?”

“Lo jadi aneh hampir seminggu ini, tiba-tiba lo kayak ngehindarin gua ... dan lebih anehnya lagi selalu nurut. Bahkan di depan Papa Papi aja lo yang biasanya ngeledek gua jadi bicara yang baik-baik banget.”

Ah, ternyata Yeonjun menyadarinya. Perlahan Beomgyu melepaskan tangan suaminya itu sambil menghela napas perlahan.

“Bukannya hal yang kayak gini yang kamu harapin? Kamu emangnya mau aku marah-marah terus? Maunya aku berontak dan super berisik sama kamu? Kita udah mau sebulan menikah, bukannya hubungan kayak gini harus semakin diperbaiki?”

“Gatau. Lo yang diem gini justru aneh dan bikin gua kepikiran. Lo gak marah sama gua, kan?”

Marah?

Beomgyu tersenyum miring, “Kalo aku marah, memang kamu ngerasa ada salah sama aku gak?”

“Engga.”

“Ya udah.”

“Tapi Beom-”

“Udah Yeonjun, aku mau mandi dulu abis itu tidur, besok lagi aja ngomongnya.”

Belum sempat Yeonjun kembali menahannya, si manis sudah masuk duluan ke dalam toilet yang berada di dalam kamar mereka ini. Jujur Yeonjun frustasi tidak menemukan jawaban atau petunjuk sedikit pun mengapa Beomgyu seperti ini. Harusnya memang hubungan yang mereka jalani sebatas musuh yang berdamai, tetapi yang ini kelewat damai bahkan seperti tidak saling mengenal. Yeonjun tidak menyukai itu.

Beomgyu sendiri sedang mengatur napasnya di dalam toilet, sebenarnya ia ingin sekali mengeluarkan seluruh emosi yang ia tahan atas ketidakpekaan Yeonjun selama ini. Tetapi Beomgyu mau tak mau harus yang bertindak sendiri, ia tidak bisa mengharapkan Yeonjun yang terkesan labil terhadap perasaannya, jadi ia memilih untuk membatasinya sendirian. Yaitu dengan sebisa mungkin selalu menjauh dari jangkauannya. []

© 2021, moawaua.

Kehidupan pernikahan mereka akhirnya sudah berjalan seminggu lebih dan hubungan keduanya juga kian membaik, bukan dalam percintaan, tetapi tidak ada laginya pertengkaran-pertengkaran kecil seperti yang biasa terjadi.

Walau berbeda fakultas dan jurusan, keduanya sering menghabiskan waktu bersama di waktu-waktu menunggu kelas selanjutnya. Bahkan akhir-akhir ini Yeonjun juga jadi lebih perhatian terhadap Beomgyu, entah dalam hal kecil mau pun besar. Seperti sekarang ketika mereka sedang latihan dance untuk sebuah penampilan Minggu ini.

“Gerakan lo masih salah, harusnya bukan tepuk tangan ngasal, tapi 3 kali, sesuai dengan ketukan lagunya,”

“Gini?” Beomgyu mengulang gerakannya, tetapi Yeonjun masih menggeleng.

Yang lebih tinggi mendekat dan meraih kedua lengan Beomgyu untuk ia bimbing, wajah dan tubuh mereka jadi suka berdekatan untuk hal-hal seperti ini. Membuat Beomgyu sering menahan napasnya dan malah gugup, sialnya karena kegugupan itu juga yang membuat mereka semakin lama dengan posisi saat ini.

Taehyun menyenggol pelan lengan Kai yang sedang meneguk minumannya, “Liat deh, enak ye yang udah halal jadi bisa nebar uwu gatau tempat,”

Kai tertawa mendengar Taehyun, “Julid lo beraksi lagi, tapi setuju. Mending kita cie-ciein aja dari jauh biar salting,”

“Jangan anjir, ganggu aja lu berdua, momen kek gini harusnya kita videoin,” usul Soobin yang tiba-tiba datang dengan ponsel siap merekam.

Akhirnya mereka lebih memilih untuk tetap diam duduk di pinggir ruangan sambil tersenyum-senyum meledek, memperhatikan dua insan yang asyik dengan dunia mereka itu. Hingga akhirnya yang lebih pendek menyadarinya, dan seketika sorakan ‘cieee ...’ langsung saja memenuhi satu ruangan.

“Dih, gajelas lo pada.” balas Yeonjun yang sebenarnya juga sedikit salah tingkah.

Latihan tersebut selalu berjalan dengan lancar, mereka berdua memang sangat suka menari dan kegiatan klub ini tidak menganggu aktivitas belajar juga, jadi keduanya sangat menikmati waktu-waktu seperti sekarang sebelum ada jadwal kegiatan lain yang harus mereka lakukan.


Kini mereka sedang melakukan peregangan setelah selesai berlatih untuk hari ini, lebih tepatnya Yeonjun sedang asyik menekuk jari kaki Beomgyu agar kakinya tetap lurus, sementara Beomgyu menatapnya geli, tidak terlalu percaya bahwa mereka bisa seakur ini padahal dulu menyapa saja malas-malasan.

“Duh ilah~ berasa ngontrak gak si lu pada yang ada di sini?” sahut Woojin tiba-tiba.

“Dunia milik yeongyu berdua sisanya ngontrak,” balas Soobin hingga gelak tawa langsung bermunculan di ruangan tersebut.

Yang disindir tentu saja tidak menggubris sama sekali. Ketika merasa sudah cukup, mereka pamit lebih dulu kepada teman-temannya yang masih asyik melakukan peregangan. Keduanya berjalan keluar dari ruang latihan dengan Yeonjun yang merangkul santai bahu Beomgyu di sampingnya.

“Makasih ya, tumben akhir-akhir ini kamu kek perhatian,” ejek Beomgyu.

“Ga suka gua perhatian?”

“Engga, malah aku ngeri takut ada maunya.”

“Kurang ajar.”

Rambut Beomgyu diacak-acak gemas oleh Yeonjun, setelah itu keduanya saling membagi canda tawa bersama. Kadang keduanya juga tidak menyangka bahwa mereka bisa sangat cocok untuk berteman baik, kenapa tidak dari dulu saja mereka berteman? Mungkin jika dulu mereka berstatus seperti itu, perjodohan ini akan semakin berjalan lancar.

“Besok jadi ke kondangan temen Papa, kan?”

“Jadi, kita mau beli sesuatu dulu gak, nih? Jas baru misalnya? Atau lo mau kemeja baru?”

“Boleh aja, aku juga mau ke-”

Ucapan Beomgyu terhenti sesaat ketika Yeonjun menghentikan langkah mereka. Penasaran, Beomgyu langsung saja mengikuti arah pandang Yeonjun, yang menuju ke seseorang yang ia tidak kenal dekat. Ya, salah satu mahasiswa di klub yang sama dengan mereka berdua. Pemuda itu baru saja melewati mereka dan masuk ke dalam ruang latihan.

Lee Haechan namanya.

“Yeonjun, kamu gapapa?” Beomgyu segera menyadarkan Yeonjun, bisa ia lihat raut wajah suaminya itu berubah menjadi sedih, Beomgyu sadar itu.

“Hah? Tadi lu bilang apa? Kayaknya mau ujan nih, kita cabut sekarang aja, ya.”

Yeonjun melepaskan rangkulannya pada Beomgyu. Bahkan sebelum mendengar jawaban dari yang lebih muda, pemuda itu lebih dulu melanjutkan langkahnya. Mendadak Beomgyu merasa bahwa kini kembali ada tembok besar yang membatasi mereka berdua.

Tiba-tiba Yeonjun yang tadi terlihat hangat kembali menjadi dingin. Beomgyu menatap nanar punggung Yeonjun yang semakin menjauh darinya, ia masih diam dan bergelut dengan pikirannya saat ini.

“Kalo emang kalian ga pacaran? Terus dia siapa?” Beomgyu tesenyum miris, “Apa jangan-jangan kalian saling suka?”

Kini ia juga menatap langit yang cerah hingga memperlihatkan bintangnya.

Dari mana mau hujannya, Yeonjun?

Satu-satunya hujan yang mau turun mungkin bukan berasal dari langit, tetapi justru dari netra galaksi Beomgyu yang kini menatap Yeonjun dari kejauhan. []

© 2021, moawaua.

Keesokan paginya berbeda dengan pagi hari kedua mereka menjadi sepasang pengantin, tetapi sedikit sama seperti dengan pagi pertama. Karena kini ketika Beomgyu membuka matanya, yang ia langsung lihat adalah pemandangan wajah damai Yeonjun yang begitu tampan.

Tetapi bukan itu poin pentingnya, melainkan ia terbangun dengan keadaan Yeonjun memeluknya. Semalaman.

Beomgyu ingin segera bergerak menjauh, tetapi tangan Yeonjun masih asyik melingkar di pinggang rampingnya, mempersempit jarak mereka. Mengalah, Beomgyu memilih untuk tersenyum diam-diam sambil terus menatap wajah suaminya itu.

Ganteng. Kalo diem gini semakin keliatan gantengnya.

“Suka, ya? Liat yang ganteng-ganteng?”

Mata Yeonjun masih tertutup tetapi sekarang bibirnya menyunggingkan senyuman meledek. Beomgyu seperti maling yang tertangkap basah, pemuda mungil itu pun reflek bergerak menjauh. Sayangnya tangan Yeonjun tetap memaksanya untuk mendekat, membuat wajahnya semakin memerah malu.

“Yeon-”

“Pagi~ Lo gak mau tidur lagi? Bolos kuliah aja, ya?”

Yeonjun membuka matanya perlahan yang justru membuat debaran jantung Beomgyu menjadi lebih cepat. Yeonjun bahkan tambah mendekatkan dirinya pada Beomgyu, memeluknya erat hingga tak lagi ada jarak di antara mereka.

“Yeonjun, lepasin. Aku bau belum mandi-”

“Hm? Engga. Lo wangi kok kayak bayi.”

Bisa Beomgyu dengar dengkuran halus Yeonjun di dekat lekukan lehernya, sepertinya dia masih setengah sadar karena bicaranya masih aneh-aneh.

Beomgyu terdiam beberapa saat. Entah kenapa ia sendiri juga bingung, harusnya ia sudah sangat marah dipeluk oleh musuhnya, tetapi mengingat mereka sudah sah menikah, jarak-jarak seperti ini jadi terlihat wajar. Justru Beomgyu sedikit nyaman.

“Yeonjun lepas ...”

Ingin rasa Beomgyu ikut mengelus rambut halus Yeonjun saat ini. Tetapi ia teringat akan satu hal. Jika seperti ini terus bukankah bisa melanggar perjanjian yang telah mereka perbuat? Terlebih lagi Beomgyu juga masih sedikit penasaran tentang sosok misterius yang disukai Yeonjun itu.

Mereka tidak boleh memanfaatkan status mereka untuk bisa bermesraan. Beomgyu juga tidak mau melanggar perjanjian yang sudah mereka buat.

“Ini udah jam 8, aku ada kelas jam setengah 10. Kamu mau aku tendang lagi atau mau bangun?” ancamnya.

“Iya, iya, ini bangun.”

Yeonjun perlahan melepaskan pelukannya, tetapi sebelum ia benar-benar bangkit dari ranjang, satu kecupan singkat ia berikan pada leher Beomgyu yang otomatis berteriak kencang sambil melemparinya bantal.

Wajah si manis itu sudah seperti kepiting rebus sekarang, Yeonjun benar-benar menguras emosi dan tenaganya pagi ini.


Ritual sarapan itu berjalan lancar seperti hari pertama juga, tetapi kali ini mereka tidak berangkat kuliah bersama dikarenakan jadwal kelas Yeonjun yang berbeda.

Mereka akan bertemu nanti di kegiatan klub, oleh karena itu Yeonjun hanya bisa mengantar Beomgyu sampai ke depan pintu rumah. Sebelum benar-benar keluar, Yeonjun menggengam tangan suami kecilnya agar pandangan mereka bertemu.

“Gapapa kan gak berangkat bareng gua?”

“Biasanya juga aku berangkat sendiri,” balasnya ketus, masih ada sisa-sisa merajuk karena kemarin.

“Jangan kabur lagi, entar kalo diculik gimana?”

Beomgyu menatapnya malas, “Ga bakal kali. Udah ah, aku berangkat dulu.”

“Hati-hati, beruang tengil.”

“Berisik, suami jelek.”

“Jelek-jelek gini bisa bikin lo terpesona juga tadi pagi,”

Beomgyu melotot sementara Yeonjun menyeringai puas.

“TAU AH!”

Taehyung yang memerhatikan dari jauh ikut tersenyum-senyum sendiri, entah kenapa mengingatkannya ketika dulu bersama Jungkook, mereka awalnya sangat kaku, tapi perlahan mencair dengan kehangatan yang diberikan oleh masing-masing seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, Taehyung sangat berharap hubungan anak dan menantunya akan selalu membaik ke depannya.

Sementara Beomgyu yang baru duduk di dalam mobil akhirnya bisa bernapas dengan lega. Karena sedari tadi ia menahan dirinya untuk tidak tersenyum, sekaligus merilekskan keadaan jantungnya yang sudah berdebar lebih kencang sejak pagi tadi.

Penyebabnya tentu saja suaminya sendiri, Choi Yeonjun yang sejak tadi tersenyum sok tampan di depan pintu ketika menuntunnya untuk berangkat kuliah. []

© 2021, moawaua.

Kejadian tadi pagi membuat Yeonjun memikirkannya seharian. Ini total salahnya yang memang kurang perhatian terhadap Beomgyu, bahkan karena kelalaiannya juga berita sudah mulai tersebar dan sekarang para bawahannya sibuk mengurus itu semua. Tadi pagi mereka semua hampir panik mengetahui Beomgyu dengan cepat melarikan diri dari rumah, untungnya alat pelacak sudah ada di tas suami kecilnya itu.

Kedua orang tua mereka juga tidak mengetahui hal ini, lebih tepatnya Yeonjun sudah meminta bawahannya untuk segera menutup akses kedua orang tuanya tidak tahu akan kejadian tersebut. Yeonjun sendiri juga sangat yakin Beomgyu juga tidak akan memberitahu mereka secara personal karena kehidupan pribadi seperti ini tidak akan ia laporkan kepada mereka. Alhasil sekarang ketika pulang ke rumah, Yeonjun ditinggal sendirian dalam kamar, Beomgyu masih berada di kamar bodyguardnya untuk menjauhi Yeonjun.

“Tch, cepet banget dia akrab sama orang lain.” gumam Yeonjun, mengakui keahlian Beomgyu dalam bersosialisasi.

Ia pulang sekitar pukul 7, ia sendiri mengutuk diri karena terlalu gengsi untuk sekadar meminta maaf pada Beomgyu. Bodohnya malah tambah memalukan diri sendiri di depan teman-temannya yang kurang ajar itu.

“Ini gimana bujuknya, kalo sampe Papa Papi pulang bisa kacau,”

Sampai akhirnya ketika malam tiba, mau tak mau Yeonjun harus menghampirinya. Ia pun mengetuk pintu kamar bodyguard di mana suaminya berada. Meruntuhkan pertahanannya demi seorang Choi Beomgyu.

“Beomgyu ...”

Yeonjun memanggilnya pelan. Tetapi belum ada sahutan sama sekali dari dalam.

“Beom, keluar yuk, udah malem, mau di kamar bodyguard lo seharian?”

Yeonjun mendekatkan telinganya ke pintu, lalu ia bisa mendengar bisikan-bisikan Beomgyu yang sedang berbicara dengan Nata di dalam.

“Kamu teriak, bilang aku lagi tidur gamau diganggu gitu,”

“Tidak bisa, Tuan muda.”

“Beoms. Gua bisa denger loh. Ayo, balik ke kamar. Gak kesian sama suaminya sendirian?” Yeonjun sedikit terkekeh mengucapkannya.

“Loh, kirain suka kalo aku tinggal sendirian, biar gak ikut campur masalah hidup kamu.”

Jawaban Beomgyu dari dalam kamar itu membuat Yeonjun menghela napasnya pasrah, “Kita omongin di kamar yuk, jangan ngambek lagi. Atau mau gua telpon Ayah sama Yayah?”

Ya. Mau tak mau ia harus membawa orang tua mereka untuk melemahkan pertahanan Beomgyu juga. Kemudian tak lama dari itu pintunya terbuka, sudah Yeonjun prediksi bahwa memang Beomgyu adalah sosok yang mandiri dan tidak ingin kedua orang tuanya masuk dalam masalah yang ia miliki.

Tanpa melihat ke arah Yeonjun lagi, pemuda manis yang membawa boneka beruang di tangannya itu langsung melangkah begitu saja mendahului Yeonjun untuk ke kamar mereka.

Sesampainya Yeonjun di kamar, ia sudah melihat Beomgyu yang meringkuk di atas ranjang, memeluk bonekanya erat. Dengan perlahan Yeonjun mengikutinya dan mendekat, lalu ikut berbaring di sebelahnya, menatap punggung Beomgyu yang tentu lebih kecil dari miliknya.

“Udah makan?”

“Hm.”

“Udah mandi?”

“Hm.”

“Udah gak ngambek?”

“H- siapa yang ngambek?”

Yeonjun kembali tertawa, menggoda Beomgyu memang paling mengasyikan.

“Lain kali kalo mau berangkat gak bareng sama gua bilang aja, banyak yang khawatir, jangan malah jadi nyusahin orang.”

Mendengar itu Beomgyu bangkit untuk duduk dan menatap Yeonjun sinis, “Aku cuma kesel doang sama kamu! Tapi makasih tadi pagi udah nolongin juga.”

“Maaf, ya. Orang-orang itu udah gua keluarin kok. Setelah gua cari tau ternyata emang stalker gua dari dulu, gak heran mereka begitu ke lo.”

“Hmm.”

Beomgyu menundukkan kepalanya, bibirnya cemberut. Reflek Yeonjun menempelkan punggung tangannya pada kening Beomgyu, “Lo gak sakit, kan?”

“Engga, tadi kamu dateng cepet soalnya.”

Beomgyu menepis pelan tangan itu, Yeonjun yang sadar pun akhirnya tersenyum kecil.

“Masih kesel karena kemarin?”

Ditanya seperti itu tentu saja yang lebih muda mengangguk, “Kenapa kamu gak bilang kalo punya pacar? Tau begitu aku bakal nolak banget perjodohan ini, kamu tau sendiri orang tua kita boong soal paksaannya.”

Yeonjun menatap Beomgyu yang sekarang wajahnya merasa bersalah, membuatnya kian mempertahankan senyum di wajahnya. Biasanya ia hanya mendapat wajah ketus atau menyebalkan Beomgyu yang suka mengusiknya, tetapi ia tidak pernah menyangka mereka akan satu ranjang seperti ini dan membicarakan hal pribadi mengenai hidup masing-masing. Status mereka juga sudah sah di mata hukum, bukankah tidak apa jika Yeonjun membagi kisahnya juga pada Beomgyu?

“Dia bukan pacar gua.” Yeonjun akhirnya membuka suara, membuat Beomgyu kembali menatapnya bingung.

“Terus apa?”

“Pokoknya bukan pacar. Maaf gua belum bisa ngasih tau lo dan bilang kalo lo ga usah ikut campur.”

Merasa bahwa Yeonjun belum mau cerita sepenuhnya pun membuat Beomgyu paham, ia kemudian menatap mata Yeonjun intens.

“Aku gak ngerti masalah kamu apa, tapi kalo kamu sedih, kamu bisa cerita sama aku, karena aku suami yang ... mungkin bisa kamu anggep temen?”

“Bukannya kita musuh?” ledek Yeonjun.

“Jadi kamu mau musuhan terus sama aku?”

Yeonjun tertawa, laki-laki di depannya ini benar-benar polos, ia pun menyentil pelan dahinya, “Terus emang kalo gua mau cerita, lo nanti bisa ngasih solusi?”

“Ih, yaudah bodoamat, sana galau sendirian! Aku mau tidur!”

Pemuda manis seperti bayi beruang itu kembali membalik badannya untuk tidur membelakangi Yeonjun. Sementara Yeonjun hanya tertawa, puas menjahilinya. Setelah beberapa menit merilekskan diri pun ia mengikuti arah Beomgyu tidur. Tiba-tiba ia mendekat dan memeluk Beomgyu dari belakang. Mencari kehangatan pada tubuh suaminya yang lebih kecil ini selama beberapa saat.

“Makasih, ya, Beomgyu.”

Entah karena apa, Yeonjun juga bangkit sedikit untuk mengecup pelan pucuk kepala Beomgyu, terdiam dalam posisi tersebut sebelum menyadari apa yang baru saja ia lakukan dan langsung ikut membalik badannya. Tanpa mengetahui bahwa Beomgyu masih dalam keadaan terjaga, dengan wajah memerah tidak menyangka. []

© 2021, moawaua.