moawaua

Dengan langkah yang pelan karena gugup, Beomgyu akhirnya sampai di tempat Yeonjun, ehm, suaminya itu berada. Sempat terlintas di pikiran Beomgyu bahwa ia ingin melarikan diri saja seperti biasanya, tetapi itu semua sudah terlambat ketika ia sudah setuju dan mengucapkan janji suci yang sama dengan pria itu.

“Beomgyu?”

Ah, sial. Sekarang saat mereka sudah menikah suara Yeonjun ketika memanggilnya benar-benar membuat Beomgyu gemetar. Melawan rasa gugup dan salah tingkahnya, ia kembali mendekat dan akhirnya berhasil melihat Yeonjun yang kini langsung meletakkan cangkir kopi dan beralih menatapnya penuh cinta.

Beomgyu merutuki dirinya yang sudah memikirkan hal aneh-aneh hanya dengan melihat Yeonjun yang duduk di teras. Padahal suaminya itu hanya memakai kaos polos dan juga celana pendek berwarna hitam, tetapi entah mengapa ia terlihat sangat seksi dan tampan di mata Beomgyu. Belum lagi rambutnya yang masih sedikit basah karena habis mandi. Boleh tidak Beomgyu langsung menciumnya sekarang juga?

“Sini duduk.” Yeonjun menepuk-nepuk lantai di sampingnya.

Beomgyu duduk dengan cepat karena energi gugupnya yang semakin meledak-ledak. Berusaha untuk mengabaikan tatapan Yeonjun di sampingnya, Beomgyu mulai mengedarkan pandangan ke seluruh halaman rumah. Tentu saja mencari topik lain yang meminimalisir kegugupannya.

“Saya masih gak nyangka bakal secepet ini, saya pikir kalo orang baru nikah itu tetep ada di rumah orang tuanya,”

“Kamu masih takut untuk satu rumah berdua saja dengan saya? Atau kamu tidak suka karena halaman rumah ini belum jadi?”

Beomgyu menggeleng cepat, “Bukan gitu, cuma kaget aja, apalagi tadi pas sebelum ngucap janji suci, aku pikir Papa Mama bakal marah karena tiba-tiba disuruh siap-siap buat dateng ke nikahan anaknya, gak taunya mereka malah seneng banget …”

“Saya justru yang sebenarnya sangat takut tidak diberikan restu oleh Papa Mama,”

Mendengar Yeonjun sudah ikut menganggap orang tuanya sebagai orang tua dia juga tentu saja membuat Beomgyu lemas. Seperti sudah ditanamkan berkali-kali kalau mereka memang sudah menikah, resmi, bukan mimpi, bukan khayalan.

“Dari awal mereka udah restu bukannya?”

“Oh, iya. Ketika pertama kali saya datang melamar kamu di rumah.” Yeonjun terkekeh pelan.

Jika dipikir-pikir lagi keduanya ini memang cukup nekat. Yeonjun cukup nekat untuk langsung datang melamar Beomgyu padahal mereka baru pertama kali bertemu, sementara Beomgyu sangat nekat untuk menghentikan pernikahan Yeonjun dan mengganti calon pengantinnya dengan dirinya sendiri.

“Aaaaa, malu banget!” Beomgyu menutup wajahnya dengan kedua tangan, “Tadi heboh banget pasti, Om lagian kenapa sih malah buru-buru nikah sama orang lain dan bukan sama saya!”

“Karena saya pikir saya sudah tidak bisa memperjuangi kamu lagi,” Yeonjun tersenyum geli, “tapi saya sangat senang ketika kamu menghentikannya sebelum hal itu benar-benar terjadi, sekali lagi terima kasih, Beomgyu.”

Ya, gimana lagi? Gue juga gak mau nyesel dan kehilangan Om buat selamanya.

Beomgyu kini menangkup kedua pipinya yang sudah panas, “Untung tadi saya cek beritanya cuma ada yang bagus-bagus.”

“Tentu saja, kamu tidak perlu khawatir tentang hal yang tidak penting, pernikahan yang kita lakukan adalah yang benar. Sudah saya katakan bahwa perjodohan ini biasa untuk hidup orang seperti kami, kan? Media dan masyarakat sudah bisa mengerti jika pernikahan ini gagal.”

Beomgyu menatap wajah Yeonjun yang meyakinkannya, “Terus gimana sama Sunoo? Dia pasti marah banget, saya bahkan belum sempet ngomong sama dia dan keluarganya seharian ini …”

“Tenang, keluarganya bahkan tidak marah, kami sudah merundingkan hal ini dengan keputusan yang cepat dan tepat, kerugian mereka sudah kami ganti lima kali lipat. Jadi kamu hanya perlu istirahat, Beomgyu. Seharian ini kamu pasti sudah sangat kelelahan, bukan?”

Menyerah, Beomgyu tidak berniat untuk bertanya kembali dan memilih untuk menikmati waktu yang sudah ada di depan matanya. Ia memilih diam dan Yeonjun memanfaatkan waktu itu untuk mempersempit jarak mereka berdua, membuat Beomgyu kini bersandar padanya.

“Om gak nyeselkan nikah sama aku?”

Kini rasa lemas dan gemetar itu beralih ke Yeonjun akibat Beomgyu menggunakan panggilan ‘aku’ untuk dirinya. Ditambah lagi ketika tangannya juga mulai ikut melingkari tubuh Yeonjun, mengubah posisi mereka menjadi berpelukan.

“Penyesalan terbesar dalam hidup saya hanya akan terjadi ketika saya tidak bisa mendapatkan hati kamu Beomgyu.”

“Tapi aku belum ada pengalaman, aku takut gak bisa jadi suami yang baik buat Om Yeonjun, tapi aku juga gak mau kalo Om nikah sama orang lain ...”

Yeonjun perlahan meraih jemari Beomgyu yang tersematkan cincin berlian darinya, “Saya pun tidak, karena ini pertama kalinya saya dan kamu menikah,” ia kemudian membawa jemari lentik itu untuk ia kecup lembut, “tetapi saya berjanji akan melakukan yang terbaik, saya akan mendukung penuh masa-masa kuliahmu, ketika kamu sudah lulus dan ingin bekerja pun tidak akan saya larang, sebisa mungkin saya tidak akan melakukan hal yang merugikan dan membuat kamu sedih, Beomgyu.”

Hati Beomgyu menghangat, ia juga membawa jemari Yeonjun ke bibirnya untuk ia kecup, “Aku juga bakal berusaha menjadi yang terbaik untuk Om, karena ketika aku ngucap janji suci di depan Om dan semua orang yang liat, aku juga serius banget tentang hal itu.”

Kini kedua netra itu saling bertatapan, menerbitkan dua senyuman cerah di bibir sang insan yang justru sedang tenggelam dalam cinta yang begitu dalam. Entah terbawa suasana atau memang keinginan hati, tanpa menunggu waktu lama lagi kedua bibir itu sudah kembali bertemu untuk ke sekian kalinya.

EHEM! Pengantin baru kalo ciuman emang gak kenal tempat, ya?”

Terkejut mendengar suara lain yang tentunya bukan berasal dari mereka berdua, Beomgyu reflek mendorong Yeonjun cukup kuat dan langsung membelalakkan matanya begitu melihat siapa yang tiba-tiba ada di depan mereka saat ini.

“Sunoo? Kamu-”

“Iya, iya, maaf ngagetin banget datengnya mana malem-malem juga,” Sunoo mengangkat sebuah bingkisan besar di tangannya, “aku mau ngasih ini sebagai hadiah atas pernikahan kalian.”

Yeonjun langsung berdiri dan diikuti oleh Beomgyu yang saling salah tingkah. Memangnya siapa yang tidak terkejut ketika asyik bermesraan ada tamu yang datang di rumahnya? Sebenarnya salah Yeonjun sendiri karena rumah baru ini memang belum mempunyai pagar besar seperti rumah milik papanya.

“Terima kasih, Sunoo. Maaf merepotkan kamu malam-malam begini, kenapa kamu tidak berkabar terlebih dahulu?”

“Gak sama sekali, Kak. Aku udah pamit duluan sama Om Taehyung, karena besok aku justru gak ada waktu jadi aku kejar malam ini sebelum aku nyesel,” Sunoo kemudian melirik Beomgyu yang masih menunduk karena malu, “dan aku juga sengaja mau ketemu sama Beomgyu, ada yang mau aku omongin sama dia.”

Merasa namanya disebut, Beomgyu mengangkat kepalanya cemas, “Saya?”

Sunoo mengangguk dan meraih pergelangan tangan Beomgyu untuk ia bawa jauh-jauh dari Yeonjun yang masih bingung dengan bingkisan di tangannya. Beomgyu ingin membuka suara sebelum Sunoo mengarahkan telunjuk ke arah bibirnya yang mungil.

Sst, aku cuma mau ngomong sama kamu, bukan sama Kak Yeonjun,” Sunoo tersenyum tipis dan menjabat tangan Beomgyu, “selamat ya, atas pernikahan kamu sama Kak Yeonjun, mau bilang turut bahagia, tapi aku masih sedikit sedih, sih …”

“Sunoo …”

“Tapi gapapa, justru aku bakal marah banget sih emang kalo sampe akhir kamu gak mau ngaku suka sama Kak Yeonjun, padahal aku udah mau egois aja dan tetep nikah meski Kak Yeonjun gak suka sama aku, tapi gak taunya ada jalan takdir yang lebih gak disangka lagi,”

Mendengar ucapan Sunoo, Beomgyu tahu, ia sama-sama manusia yang memiliki perasaan, pasti akan menyakitkan jika ia berada di pihak Sunoo. Umurnya pun sama dengannya, masih ada jalan hidup yang lebih menarik untuk ia jelajahi kembali, Beomgyu yakin Sunoo adalah orang baik yang juga akan menemukan takdir yang baik.

“Makasih, ya, Sunoo. Berkat kamu juga mungkin kita gak akan nikah, makasih udah ngerelain Om Yeonjun untuk aku … aku janji gak akan ngecewain dan ngesia-siain keputusan yang kamu buat, aku bakal ngejaga Om Yeonjun dan mencintai dia lebih besar dari yang dia tau, bahkan yang semua orang tau juga.”

Sunoo menatap wajah Beomgyu yang tersenyum manis, bahkan dari nada suaranya saja ia sudah terdengar tulus, sepertinya Yeonjun memang tidak salah juga dalam mencintai seseorang. Jika seperti ini Sunoo akan rela jika Yeonjun berakhir bersama orang yang tepat.

“Ah, dan satu lagi,”

“Ya?”

Wajah Sunoo mendadak memerah, entah karena dingin atau karena malu, yang jelas gelagatnya seperti orang yang ingin pipis tapi tertahan.

“Kamu tau kan aku suka sama Kak Yeonjun banget? Dia itu tipeku, dan karena kamu berhasil dapetin hati orang kayak dia … aku mau minta saran, kira-kira apa yang harus aku lakuin supaya orang kayak dia bisa suka juga sama aku?”

Beomgyu mematung dalam beberapa saat sebelum akhirnya ia mengeluarkan kekehan kecil. Nyatanya laki-laki di depannya ini lucu juga dan sangat pantang menyerah, tidak heran ia tetap setuju untuk melaksanakan pernikahan tersebut. Sementara Sunoo tentu saja bingung mendapat respon seperti itu yang sontak membuat wajahnya semakin memerah.

“Kenapa? Aku gak bakal jadi tipe orang sekeren dia, ya???”

“Hmm, gimana ya jawabnya?” Beomgyu sedikit menggodanya, “kayaknya bakal banyak tipsnya deh ini, seharian pun gak kelar,”

“Yah, tapi aku bakal ke Jepang besok, aku butuh jawabannya sekarang …”

Mendapati Sunoo mulai panik dan sangat penasaran, Beomgyu meraih tangan Sunoo dan menggenggamnya lembut, “Justru karena kamu bakal pergi, gimana kalo kita lanjutnya di chat aja? Masih banyak waktu untuk itu, kan?”

Mendengar tawaran pemuda manis itu dan juga sinyal dari tatapan lembutnya, Sunoo langsung bisa mengerti bahwa ini pertanda dari awal dimulainya pertemanan baik antara dirinya dan juga Beomgyu.

Akhirnya Sunoo pun mengangguk dan ikut tersenyum manis, “Oke, mohon bantuannya, ya, Beomgyu!”

Sementara di sisi lain Yeonjun sedang menunggu keduanya kembali dari perbincangan kecil mereka dengan gelisah. Ia takut terjadi hal buruk karena hubungan keduanya sempat tidak baik, tetapi setelah melihat keduanya berjalan mendekat sambil bergandengan tangan, Yeonjun kembali menarik semua pikiran buruknya tadi.

“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Yeonjun penasaran.

“Rahasia~ ya, gak, Noo?”

Sunoo mengangguk mantap, “Kalo gitu aku pulang dulu, ya?” kemudian ia menatap sosok anak kecil yang sedang berlari mendekatinya, “ah, tuh kan udah disamperin, sini Niki!!!”

“Kakak, ayo berangkat udah ditunggu Papa Mama!”

Melihat anak kecil itu sudah sangat ingin pulang, Beomgyu dan Yeonjun mengerti, ia segera memberi jabatan tangan terakhir untuk Sunoo sebelum beranjak dari rumah mereka.

“Jaga kesehatan kamu, Sunoo. Hati-hati di jalan, salam untuk keluarga kamu.”

“Hati-hati, jangan lupa mampir kalau kamu sempet, kabari aku terus, ya?”

Sunoo tersenyum pada keduanya, “Siap, makasih. Oh iya, ayo Niki pamit dulu sama temen Kakak.”

Niki si bocah kecil itu langsung menatap Yeonjun dan Beomgyu secara bergantian untuk mengingat-ingat sesuatu.

“Ooohh!! Yang tadi pagi nikah, ya? Kalo gak salah namanya … Om Yeonjun dan eee …”

Beomgyu sedikit gugup ketika anak kecil itu mulai menggantung ucapannya, sempat terpikirkan dia akan menjawab Sunoo, sampai akhirnya apa yang ia dengar justru membuatnya mau tak mau terkejut.

“Kakak kinci mbul!!! Iya, kan?”

Sepasang pengantin itu saling menoleh dan tertawa, diikuti oleh Sunoo yang kini mengacak-acak rambut adiknya gemas.

Senyum tak juga luntur dari bibir mereka berdua, membuat Yeonjun kembali menggenggam tangan mungil Beomgyu, membawa jari manis yang tersematkan cincin pernikahan mereka untuk ia kecup lembut selagi matanya terpaku pada sang suami tercinta, menyetujui ucapan sang bocah kecil atas julukan yang tepat untuk keduanya—dan juga judul yang sangat cocok untuk kisah cinta mereka berdua.

“Ya, Om dan Mbul.” []

© 2022, moawaua.

Suara lantang Beomgyu yang berteriak membuat satu ruangan serentak ikut menoleh ke arah belakang dan menemukan sosok Beomgyu yang sudah menerobos masuk pintu ruangan yang memang tidak terkunci.

“BEOMGYU???”

Ketiga teman Beomgyu yang bukan lain adalah Soobin, Taehyun, dan Hueningkai menatap dirinya dengan panik dan juga bingung secara bersamaan. Dirinya yang kini berdiri dengan super berani walau dalam kostum badut kelinci gembul yang juga mereka kenal.

Yeonjun yang berada di altar pun juga ikut menoleh sehingga matanya langsung bisa bertemu dengan mata Beomgyu yang menatapnya dengan tatapan merindukan satu sama lain.

“Beomgyu?”

“SAYA KEBERATAN SAMA PERNIKAHAN INI!!!”

Semua hadirin tentu saja bingung dengan apa yang terjadi saat ini, terlebih lagi Yeonjun dan Sunoo sebagai mempelai yang ingin melangsungkan pernikahan.

Awalnya sang trio menatap area sekitar dengan takut, tetapi entah mengapa ketika melihat Beomgyu yang sangat serius, ada juga secercah harapan yang mulai terbit dalam diri mereka.

Entah ke mana perginya semua rasa takut itu, Beomgyu hanya tahu untuk saat ini ia harus melakukan dan mengutarakan semua yang telah lama terpendam dalam hatinya.

Bicara tentang tujuan Beomgyu hadir di sini yang hanya untuk melihat bagaimana acara tersebut berlangsung? Heh, omong kosong, Beomgyu justru ingin menggagalkannya.

“Waktu itu Om Yeonjun bilang sama saya untuk minta saya mengakhiri penderitaan Om dan jadi milik Om! TERUS KALO GINI BUKANNYA MALAH NAMBAH PENDERITAAN OM DENGAN NIKAH SAMA ORANG YANG BUKAN SAYA?!!”

Siapa pun akan terkejut dengan suara Beomgyu yang semakin lantang ditambah musik yang juga sudah dimatikan, mendukung sekali suara Beomgyu untuk menguasai satu ruangan pernikahan dan mampu didengar jelas oleh Yeonjun di depan sana.

“Kak,” Sunoo mulai panik, ia memanggil Yeonjun di sebrangnya yang masih juga fokus menatap Beomgyu.

Beomgyu sendiri sudah mulai menangis karena ia sudah tidak bisa menahan semuanya lagi. Beomgyu akan meledak-ledak dan mengutarakan semuanya pada Yeonjun sekarang.

“SAYA TAU SAYA EMANG PEDE, TAPI OM PASTI BERHARAP YANG BERDIRI SAMA OM DI ALTAR ITU SAYA, KAN? IYA, KAN?!”

“Kak Yeonjun!” Sunoo memanggilnya lagi tetapi Yeonjun hanya tetap menatap Beomgyu yang masih berdiri di sana dengan berani.

“SATU LAGI! EMANGNYA OM PIKIR SELAMA INI KITA KENAL BERBULAN-BULAN CUMA OM AJA GITU YANG MENDERITA?!”

Yeonjun tertegun, “Maksud kamu?”

“SAYA JUGA, OM! SAYA MIKIRIN OM DAN SELALU DENIAL! SAYA PUSING LIAT OM YANG GANTENG BANGET, BAPER SAMA OM YANG SELALU BAIK BANGET, DAN CEMBURU TOTAL LIAT OM DISUKAIN SAMA ORANG YANG JUGA BANYAK BANGET!!!”

“Beomgyu-”

“SAYA MENDERITA SAMA KAYAK OM! JADI TOLONG AKHIRI PENDERITAAN SAYA JUGA DAN JADILAH MILIK SAYA, OM YEONJUN!!!!!”

Para hadirin kembali riuh dengan keterkejutan setelah mendengar pengakuan Beomgyu. Melihat acara yang mulai tidak kondusif, Suho selaku ayah dari Sunoo langsung memerintah para bodyguard di sekelilingnya.

“Apa yang kalian lakukan?! Cepat tangkap anak itu dan bawa dia pergi dari sini!”

Dalam hitungan detik Beomgyu sudah dihampiri oleh mereka dan mulai ditarik untuk keluar. Beomgyu tentu saja meronta-ronta untuk dilepaskan, tatapannya mengarah pada Yeonjun yang masih juga belum memutus kontak mata dengannya.

“Lepasin gue! Lepasin! Ah! OM YEONJUN!!!”

“BEOMGYU!!!”

“OM YEONJUNN!!!”

“BEOMGYUU!!!”

“OM YEONJUNNN!!!”

“BEOMGYUUUU!!!”

“ADUUUHHH!!! INI NGAPA PADA SAUT-SAUTAN DOANG, KEJAR DONGG!!!!”

Kefrustasiannya Soobin mewakili perasaan Taehyun dan Hueningkai yang juga mengharapkan keduanya segera dipersatukan.

Yeonjun akhirnya menoleh ke arah Taehyung yang tak jauh darinya, dan betapa leganya ketika ia melihat Taehyung mengangguk dengan senyum haru pertanda bahwa ia menyetujui apa pun keputusan yang akan Yeonjun lakukan setelah ini.

“Terima kasih, Papa.”

Yeonjun bersiap untuk berlari mengejar Beomgyu sebelum lengannya ditahan oleh tangan yang tidak lain dan tidak bukan adalah milik Sunoo, calon pengantinnya yang sekarang tengah menahan tangis.

“Sunoo …”

Sunoo menahan tangan Yeonjun, ia menggeleng, meminta Yeonjun untuk tidak berlari mengejar Beomgyu dan tetap bersamanya. Tetapi ketika ia melihat mata Yeonjun yang menunjukkan rasa bersalah padanya membuat Sunoo kembali mengingat ucapan Yeonjun beberapa jam yang lalu sebelum acara dimulai.

“Sunoo, apakah kamu benar merasa bahwa menikah dengan saya saja akan membuat kamu bahagia meski saya tidak mencintai kamu?”

Sunoo tahu, Sunoo sangat tahu Yeonjun mencintai Beomgyu. Tetapi ia juga tidak ingin membuat Yeonjun sakit hati terlalu jauh karena perjuangan cintanya untuk Beomgyu disia-siakan. Di sini ada dirinya yang juga mencintai Yeonjun dan ingin memberinya begitu banyak cinta dan kebahagiaan.

Namun, sekali lagi Sunoo juga tahu, meski ia memberikan kebahagiaan dan cinta yang begitu banyak untuk Yeonjun, pria itu hanya akan menerima cinta dan kebahagiaan dari orang yang juga dicintainya.

Dan kini ketika cinta itu ternyata saling berbalas, lantas Sunoo harus bagaimana?

“Apa kamu mau menghabiskan hidup kamu hanya untuk mencintai tanpa dicintai?”

Pegangan tangan Sunoo pada lengan Yeonjun pun mengendur perlahan, ia bisa melihat sinar mata Yeonjun yang selama ini redup ketika bersamanya kini kembali muncul, dan Sunoo sadar bahwa detik itu juga ia harus merelakan Yeonjun untuk mengejar kebahagiannya sendiri, bukan justru terjebak dengan kebahagiaan fana miliknya.

“Terima kasih, Sunoo.”

Air mata Sunoo menetes begitu ucapan lembut tersebut keluar dari Yeonjun yang juga menatapnya dengan haru sebelum pria itu kini berlari untuk mengejar Beomgyu. Sunoo mulai terisak, tetapi ia juga sedikit bangga karena berhasil mengalahkan egonya untuk saat ini demi orang yang dicintainya.

Yeonjun langsung berlari mengejar Beomgyu dan Beomgyu juga sekuat tenaga menghantam para bodyguard tersebut dengan kepala kelinci yang super besar ini. Ia berhasil meloloskan diri dan juga ikut berlari ke arah Yeonjun, tetapi karena beban tubuhnya ini membuat ia tak sengaja justru menabrak Yeonjun dan berakhir membuat mereka jatuh dengan posisi dirinya menimpa yang lebih tua.

“Aduh! Aww, maaf Om ini kostumnya berat dan kegedean jadi ketiban, deh …”

Yeonjun tertawa pelan sambil meraih telinga kelinci Beomgyu di atasnya, “Kenapa kamu juga memakai kostum kelinci gembul ini lagi?”

“Biar Om Yeonjun naksir sama saya lagi seperti hari pertama kita ketemu?” Beomgyu tersenyum lebar, “Hari ketika penderitaan Om dimulai, dan sekarang penderitaan Om juga akan berakhir.”

Yeonjun ikut tersenyum tak kalah lebar, keduanya masih asyik dengan dunianya sampai-sampai yang lain dilupakan seakan dunia hanya milik mereka sementara yang lain mengontrak.

“EHEM!!! INI PARA HADIRIN MASIH ADA LOHHHHH~”

Suara Hueningkai yang tak kalah lantang langsung membuat satu ruangan ikut tertawa sekaligus menyadarkan Yeonjun dan Beomgyu saat itu juga. Beomgyu bangun dibantu oleh Yeonjun dengan tautan tangan yang tidak dilepaskan.

“Kamu siap?”

Yeonjun melirik altar, sementara Beomgyu mengangguk malu-malu. “Saya siap.”


“Choi Beomgyu. Saya menerima engkau menjadi suami saya yang sah dan satu-satunya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup sampai maut memisahkan.”

“Choi Yeonjun. Saya menerima engkau menjadi suami saya yang sah dan satu-satunya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup sampai maut memisahkan.”

Ketika kedua cincin sudah tersemat di jari manis masing-masing, saat itu pula sorak sorai hadirin yang berbahagia terdengar. Taehyung mengusap air mata bahagianya sambil bertepuk tangan, akhirnya Yeonjun menemukan kebahagiaan yang selama ini sudah ia harapkan.

Taehyun membuat suara peluit dengan tangannya, sementara Soobin asyik berpelukan sambil menangis haru dengan Hueningkai. Omong-omong cincin tersebut baru saja mereka pilih beberapa saat sebelum mereka mengucap janji suci, penjual cincin itu sendiri yang diminta untuk hadir langsung di tempat karena tidak mungkin menggunakan cincin yang akan dipakai Sunoo, kan?

Lagi pula Sunoo dan keluarga juga sudah memilih untuk berdamai, tidak ada rasa malu atau apa pun, mereka sepakat untuk ini semua bahkan Taehyung dan Yeonjun memutuskan untuk menggantikan rugi sebanyak apa pun yang mereka minta. Jadi, kedua belah pihak bisa saling tenang tanpa adanya pertikaian apa pun.

“ADUHHHH!! UDAH DONG JANGAN SENYUM-SENYUM TERUS AYO DICIUMMM!!!”

Beomgyu hampir saja tersedak, ia menatap Soobin dengan wajah semerah tomat, “Soobin elu bacot banget asli,”

Tetapi tubuh Beomgyu merinding ketika kedua pipinya diraih Yeonjun sehingga membuat mereka kembali bertatapan. Pendeta juga sudah mempersilakan mereka untuk saling mencium pasangan, tentu saja mau tak mau Beomgyu akan melakukannya di hadapan semua orang.

Yeonjun mengecup kening Beomgyu terlebih dahulu, dan tanpa menunggu lagi langsung ia pertemukan kedua bibir mereka dalam ciuman mesra penuh rasa cinta. Beomgyu memejamkan matanya, begitu pula Yeonjun, biar indra lain yang mewakili bagaimana bahagia dan bersyukurnya Yeonjun dan Beomgyu saat ini.

“Terima kasih telah mengakhiri penderitaan saya, Choi Beomgyu.”

Ciuman itu terlepas sejenak dan Beomgyu langsung menggelengkan kepalanya, “Ralat,”

Ia mengecup kilat bibir Yeonjun lebih berani, dan kali ini langsung memeluk Yeonjun untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah semerah tomat.

“Terima kasih telah mengakhiri penderitaan kita, Choi Yeonjun.” []

© 2022, moawaua.

Seumur hidup Yeonjun, ia tidak pernah menjadi orang yang turun langsung dalam menghadapi suatu masalah. Terbiasa hidup diselimuti kemewahan yang memanjakan membuat ia selalu menjadi pihak yang menerima jadi selesainya kasus. Memanggil sepuluh bahkan seratus detektif dan polisi bukan masalah untuknya selagi ia tidak ikut turun tangan langsung.

Yeonjun bahkan tidak pernah sedetik pun memikirkan hal tersebut terjadi dalam hidupnya, seperti menyamar sebagai detektif, memecahkan kasus itu sendiri, atau bahkan takut membuat seseorang marah karena ia bertindak semaunya dalam mengusir masalah tersebut. Seseorang itu bernama Choi Beomgyu.

Choi Beomgyu yang sama, Choi Beomgyu yang sangat ia cintai sepenuh hati.

Katakan Yeonjun berlebihan karena memang benar adanya. Ia sangat ingin membajak ponsel Beomgyu, bahkan menyebar detektif untuk mengetahui apa masalah yang disembunyikan lelaki itu. Karena jika hartanya sudah berlebihan mengapa tidak melakukan sesuatu yang berlebihan juga? Apalagi dalam rangka mengkhawatirkan orang yang ia cintai. Jangan pernah menghakimi Yeonjun tentang betapa besar cintanya pada Beomgyu yang membuat ia akan melakukan apa pun hanya untuknya.

Seperti sekarang ini, di umurnya yang ke-27 tahun ia masih saja mendatangi salah satu kampus untuk menemui mahasiswa yang paling ia khawatirkan terjadi hal buruk padanya. Akibat tidak ingin melakukan hal-hal yang seperti ia rencanakan di atas karena akan menggangu privasi Beomgyu, kini Yeonjun sibuk berpura-pura menjadi mahasiswa itu sendiri untuk berbaur diam-diam dengan Beomgyu, walau sepertinya semua orang di sini sudah mulai sadar bahwa itu dirinya.

“Ehm, maaf, apakah kamu tahu di mana Choi Beomgyu berada? Saya temannya dari kampus lain,” tanya Yeonjun pada mahasiswa yang sekilas ia lihat pernah satu kelas dengan Beomgyu.

Temen dari kampus lain? Jelas-jelas ini si Om Yeonjun itu, batin teman Beomgyu heran.

“Kalau gak salah Beomgyu tadi baru aja keluar ditarik sama Jay,”

“Jay? Siapa dia?” dahi Yeonjun menekuk tak suka.

“Pacarnya? Temennya? Gak tau saya, coba lewat pintu belakang, biasanya di situ tempat sepi,”

“Tempat sepi? Memangnya mau apa mereka berdua?”

Yeonjun mengeluarkan aura gelap mengintimidasi yang membuat mahasiswa itu sedikit bergidik ketakutan dan ingin pembicaraan ini segera berakhir.

“Sa-saya gak tau, coba Om kejar aja sekarang, belum lama kok!”

“Ba- Om?” detik itu Yeonjun sadar bahwa penyamarannya telah gagal dilakukan sejak tadi, “Baiklah, terima kasih. Ini untuk kamu jajan.”

Selembar lima puluh ribu rupiah diberikan pada mahasiswa itu yang langsung bersorak gembira dan menyemangati Yeonjun untuk mengejar Beomgyu. Setelah ia tanya-tanya kembali pada orang di sekitar koridor, semua mengarah pada tempat di belakang bangunan kelas yang memang sebuah taman sempit tempat mahasiswa biasa untuk membolos atau merokok.

Yeonjun dari awal punya perasaan buruk mengetahui hal itu, tetapi ia juga tidak boleh gegabah. Beruntung kakinya yang panjang bisa mempercepat ia untuk sampai pada lokasi tujuan di mana ia langsung bisa melihat Beomgyu yang sedang berdiri berhadap-hadapan dengan laki-laki lain yang belum pernah Yeonjun lihat sepanjang hidupnya.

“Mau ngomong apa lagi?”

Beomgyu mulai bersuara dan Yeonjun sebisa mungkin bersembunyi di balik pohon besar yang tak jauh dari sana. Dari nada suara Beomgyu sepertinya ia sedang menahan sesuatu.

“Kenapa gak dibales chat gue? Lo sebenernya malu atau engga kalo ternyata selama ini dipake sama Om-Om?”

Yeonjun mendelik tidak suka, apalagi mendengar nada bicara Jay yang sangat meremehkan Beomgyu bahkan sampai membawa dirinya sebagai objek pembicaraan.

“Maksud lo?”

“Kok malah jadi lo yang gak ngerti sama hubungan kalian, sih?” Jay mendengus pelan, “Bukannya sekarang lo sendiri yang mau go public?”

“Gue gak ngerti lo ngomong apa,”

Beomgyu di sini berkata jujur, sebenarnya inti dari maksud Jay ini apa? Mengapa tiba-tiba Jay muncul lagi dalam kehidupannya setelah ia sudah lupa tentang insiden penolakan itu?

Ketika ia menolak Jay, lelaki itu mulai menghilang perlahan, ia mencoba menghubungi laki-laki itu tapi Jay memilih untuk marah dan memutuskan tali hubungan pertemanan mereka.

Beomgyu bisa menerima itu semua, karena menurutnya hal itu terserah pada keputusan Jay karena mungkin Beomgyu memang menyakiti hatinya. Tetapi sekarang? Setelah ia sudah hampir melupakan insiden itu mengapa tiba-tiba Jay mengusiknya dan mulai melakukan hal yang menurutnya benar seperti sekarang ini?

“Lo sama si Om-Om itu pasti punya hubungan gelap, kan?”

“Jay!”

Hati Yeonjun sangat sakit melihat Beomgyu yang sekarang berusaha keras untuk menahan amarah dan tangisnya. Ingin rasanya ia keluar dari tempat persembunyian secepat mungkin, tapi ia sangat takut jika justru Beomgyu marah padanya dan malah memperkeruh suasana.

“Gue udah bilang sama lo dulu. Kenapa? Kenapa lo tetep milih buat sibuk kerja padahal gue udah siap biayain lo semuanya! Dan ternyata jawaban yang ada sekarang bener, kan? Lo ternyata kerja sama si Om, jadi pelacurnya.”

“Tolong jangan bawa Om Yeonjun sama sekali dalam masalah ini dan gue bukan kerja sama dia! Gue gak ada hubungan apa-apa sama dia!”

Jay mendecih tak suka, “Dianter jemput setiap ngampus, diajak makan, diajak jalan-jalan, dijajanin, apa emang namanya kalo bukan punya hubungan spesial? Temen gak ada yang kayak gitu, apalagi perbedaan umur lo sama dia, mikir Gyu!”

Jay ada benarnya. Memang sebenarnya hanya ia dan Yeonjun saja yang menganggap hubungan mereka sebagai teman dan Yeonjun menamainya dengan sebutan TTC. Tetapi bukan berarti itu menjadi sebuah hubungan gelap yang tidak sehat meski mereka terpaut umur yang jauh!

Bagaimanapun Beomgyu akan menjelaskan hubungannya yang tidak jelas ini bersama Yeonjun, pasti Jay juga tidak akan percaya karena laki-laki itu sudah telanjur membencinya. Ia juga tidak ingin membela diri yang nantinya takut membuat nama Yeonjun jadi jelek. Mau tidak mau Beomgyu kali ini akan mengalah untuknya lagi.

“Oke, suka-suka lo mau bilang gue apa aja, terserah juga lo mau ngapain gue, mau gebukin, mau bikin gue makin miskin, terserah Jay,” Beomgyu sudah menyerah, ia tidak ingin menyakiti siapa pun lagi karena dirinya, “tapi tolong jangan pernah bawa-bawa Om Yeonjun,”

“Kenapa? Lo takut karena hubungan gelap lo berdua bakal ketauan?”

Jay menyeringai licik, tetapi setelah melihat gelengan kepala Beomgyu ia sedikit kecewa.

“Karena gue gak mau Om Yeonjun dapet hujatan dari siapa pun. Dia orang baik, paling baik yang pernah gue kenal, gue gak mau hal buruk terjadi sama dia, gue gak mau dia sakit hati,”

Berhubung waktu dan suasananya tepat, Beomgyu juga akan jujur soal perasaannya pada Jay selama ini.

“Alasan gue nolak lo waktu itu juga bukan karena gue fokus mau kerja aja! Gue sebenernya juga suka sama lo Jay, tapi cuma sebatas suka terhadap temen, dan gue sayang juga sama lo, seperti gue sayang sama Soobin, Taehyun, dan Hyuka,”

“Kalo rasa suka sama Om Yeonjun? Apa rasa suka lo beda buat dia?”

Yeonjun menahan napasnya begitu pertanyaan itu dilontarkan langsung. Sementara Beomgyu kembali menjawabnya tanpa perlu pikir panjang.

“Iya. Jadi gue mohon sama lo Jay, sakitin gue sepuas yang lo mau, tapi tolong jangan Om Yeonjun. Tolong jangan dia.”

Jay melihat adanya keseriusan yang amat sangat kuat dalam ucapan Beomgyu. Bahkan mata rusa cantik yang begitu ia dambakan menatapnya tajam seakan menunjukkan bahwa ia tidak takut sama sekali pada dirinya demi melindungi orang yang ia sayang.

Ternyata lo bahkan udah jatuh cinta banget sama dia ya, Gyu?

Jay mengusap wajahnya kasar perlahan, ia tertawa menyedihkan dalam hati. Pembicaraan singkat ini sudah mejawab semuanya. Niat ia yang sebenarnya bukan ingin mempermalukan Beomgyu tentang hubungan rahasia mereka, melainkan justru ingin membuatnya jijik dengan kehadiran Yeonjun tetapi nyatanya tidak berhasil.

Ia ingin mengungkap hubungan mereka dan melihat bagaimana reaksi Beomgyu, apakah benar ia takut hubungan mereka akan ketahuan dan ia akan melindungi dirinya sendiri? Atau justru ia menyalahkan Yeonjun atas hal ini dan memohon maaf sambil menangis histeris kepada Jay atas semuanya?

Namun, tidak ada jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut. Hanya ada jawaban lain yang menjadi jawaban paling benar, bahwa Beomgyu memang tidak pernah menyukainya sedikitpun dan kini justru sudah jatuh cinta pada orang lain yaitu Yeonjun.

“Sudah selesai bicaranya? Bisa saya yang sekarang berbicara?”

Beomgyu dan Jay lantas terkejut dengan kehadiran Yeonjun yang secara tiba-tiba berada di dekat mereka. Wajah Beomgyu juga langsung memerah karena menyadari bahwa dari tadi Yeonjun mendengar segala ucapan yang ia katakan tentang pria itu.

“Om- Om, ke-kenapa ada di sini? Eh- Om kok- duh, Om tadi denger semuanya? Enggak, kan? Om, aduh,”

Dalam sedetik Beomgyu menjadi gagap, sementara Yeonjun tetap mendekati mereka berdua dan kini berdiri di depan Beomgyu untuk berhadapan langsung dengan Jay yang sepertinya sudah tidak berniat untuk melanjutkan ucapannya lagi.

“Park Jongseong atau Park Jay, ternyata anda anak Tuan Park yang sudah menjadi rekan bisnis kami selama bertahun-tahun, saya baru saja mendapatkan banyak informasi mengenai data diri anda,”

Yeonjun tersenyum sambil mengangkat ponsel, tapi wajahnya tidak menunjukkan keramahan sama sekali.

“Membiayai Beomgyu kata anda? Jangan membuat saya tertawa, saya bahkan belum mendapat izin sama sekali dari Beomgyu untuk melakukan hal itu,”

Yeonjun menggeleng-gelengkan kepalanya heran sebelum ia menegakkan tubuhnya untuk berbicara tegas, tak ada lagi senyuman, membuat Beomgyu dan Jay menjadi terlihat lebih kecil, tidak hanya kecil ukuran tubuh tapi juga kedudukan. Jujur Beomgyu akan menangis gemetar jika ia yang berada di depan Yeonjun saat ini.

“Pertama-tama, anda miskin, semua uang dan harta tersebut adalah milik orang tua anda. Oh, bukan hanya miskin harta tetapi juga miskin akal pikir dan hati nurani. Memfitnah orang lain dan menyebutnya pelacur? Bagaimana bisa sesama manusia tidak memanusiakan manusia?”

Jay sudah mati kutu tidak ingin melawan, sementara Beomgyu hanya bisa merinding takut tidak ingin ikut mengeluarkan suara karena Yeonjun tetap berdiri tegap dan menatap Jay dengan pandangan menusuknya.

“Jangan samakan anda dengan saya, hidup saya lebih 7 tahun dari anda, ada bisnis yang sudah saya kelola sendiri walau memang berkat papa saya semuanya. Tapi jika saya bisa sombong, dengan harta saya, saya bisa saja membuat anda tambah miskin, memutus perekonomian keluarga anda, membuat anda dikeluarkan dari kampus, meratakan rumah anda dan sebagainya. Tapi saya tidak akan melakukan hal tersebut karena pikiran saya tidak pendek seperti anda. Lebih tepatnya karena saya juga mencintai Beomgyu.”

Beomgyu sontak berdebar lebih kencang mendengarnya, wajahnya memanas, beruntung ia masih berada di belakang Yeonjun dan hanya mampu mendengar suaranya. Tapi sangat disayangkan karena berada di posisi itu, Beomgyu jadi tidak bisa melihat wajah Yeonjun yang mulai melunak dan kini terpatri senyuman tulus di wajah tampannya yang damai.

“Jika itu saya yang dulu mungkin saya akan lakukan, tetapi tidak setelah saya bertemu dengan Beomgyu, dia mengajarkan dan menyadarkan saya atas banyak hal. Saya bukan sugar daddy seperti yang anda pikirkan, saya juga bukan orang kaya dengan harta melimpah yang bisa mendapatkan segalanya, saya hanya pria berumur 27 tahun yang mencintai Beomgyu apa adanya, mau dia mencintai saya atau pun tidak.”

Kini Jay memberanikan diri untuk bertatapan langsung dengan Yeonjun yang masih mempertahankan senyumnya ketika ia mulai membayangkan Beomgyu dalam benaknya.

“Anda mempertanyakan hubungan kami? Hubungan kami hanya sebatas teman, Beomgyu menolak lamaran saya di hari pertama kita bertemu dan saya sangat bersyukur dia masih mau menerima saya menjadi temannya untuk sekarang. Teman yang mencintai sepenuh hati, dan saya tidak akan suka jika ada orang yang menyakiti hati dia bahkan saya sekalipun.”

Jay bisa merasakan tidak adanya kebohongan dalam ucapan Yeonjun, pria di depannya ini benar-benar tulus. Meski kalimatnya terdengar berlebihan tapi ia sangat berterus terang dan memegang kuat setiap ucapannya.

Ah, Gyu. This guy’s hopelessly in love with you.

“Jadi jika anda sekali lagi mencoba untuk menyakiti Beomgyu, anda harusnya sudah paham harus bagaimana, bukan?”

Jay masih saja diam dan hanya bisa memperhatikan Beomgyu yang juga masih belum bisa memeroses keadaan. Yeonjun juga langsung meraih pergelangan tangann Beomgyu untuk mengajaknya pergi, tetapi sebelum itu ia kembali menatap Jay dan memberikan tatapan tajam untuk terakhir kali.

“Jangan pernah dekati Beomgyu lagi.”

Beberapa detik kemudian mereka berdua langsung meninggalkan Jay yang diselimuti perasaan malu, bersalah, dan mungkin beban yang juga sedikit terangkat. Kedua bola matanya mengikuti bagaimana Yeonjun menarik Beomgyu untuk segera menjauh darinya, tidak dengan paksaan tapi justru berupaya untuk melindungi laki-laki itu.

Membuat Jay semakin sadar dan menemukan satu jawaban simpulan akhir bahwa tidak ada lagi kesempatan untuknya dalam mendapati Beomgyu, karena ia yakin tidak ada juga satu orang pun yang bisa menandingi betapa besarnya cinta Yeonjun untuk Beomgyu.

Tidak sama sekali. []

© 2022, moawaua.

Kepala Beomgyu tambah pening, menghubungi Soobin bukannya menyelesaikan masalah malah semakin menambah beban pikirannya. Ia tahu sahabatnya itu memang suka mengusulkan ide-ide yang kadang menguntungkan, tetapi tidak untuk kali ini karena idenya yang barusan adalah ide paling tidak masuk akal dalam hidup Beomgyu.

“Cium? Ini sama aja nyuruh gue buat bunuh diri, anjir!”

Tapi ia akui ia sama bodohnya dengan Soobin karena jujur saja ada sedikit, ya, sedikit perasaan penasaran dan ingin mencoba ide dari Soobin. Mungkin saja memang benar dengan ciuman singkat berhasil? Walau tidak ada penjelasan secara ilmiah tetapi mungkin ada suatu hubungannya yang tidak terlihat? Tidak ada yang mungkin di dunia ini selagi kita belum mencobanya bukan?

“TAPI MASALAHNYA GUE GAK MAU NYOBA JUGA, SETAN!”

Beomgyu mendengus menahan amarah atas ketololannya. Detak jantung Beomgyu mulai berdebar tidak karuan dan wajahnya juga memerah malu. Diam-diam ia mengintip di balik pintu toilet dan melihat keadaan di sana masih terdengar samar-samar seperti suasana diskotik.

Untuk sekarang fokusnya hanya ingin pulang, jika ia terus bersembunyi seperti pengecut maka ia juga akan terus terjebak di sini selamanya. Ia tidak bisa meminta pertolongan orang lain lagi jadi mau tak mau Beomgyu akan bertemu dengan Yeonjun yang mungkin akan menahannya, tetapi ia sudah mempersiapkan diri untuk menolak dan menganggap laki-laki itu orang asing.

Karena memang Yeonjun yang sekarang bukan Yeonjun yang Beomgyu kenal, bukan?

Mengambil langkah pertamanya, Beomgyu keluar dari toilet dan harus memikirkan cara melewati rintangan di ruang tengah di mana ia harus berpapasan dengan Yeonjun kembali. Langkah kakinya dipercepat untuk melewati lorong yang hanya disinari cahaya remang-remang dan membuatnya merasa menjadi pemeran utama dalam film horor. Tetapi entah kenapa, langkahnya justru mendadak memelan ketika ia sampai pada ruangan tengah tepat di mana Yeonjun berada.

Dari jauh Beomgyu kini menatap Yeonjun yang sedang duduk dikelilingi oleh orang-orang asing yang menurutnya tidak pantas berada di dekat Yeonjun. Ia juga melihat ke sekeliling, lampu warna-warni, minuman alkohol, dan musik super besar yang memekakan gendang telinga. Ini semua benar-benar salah!

“Om, gue emang belum mengenal lo lebih jauh tapi gue yakin lo bukan orang yang kayak begitu,” Beomgyu tiba-tiba bergumam seraya mengepalkan tangannya di depan dada, “bahkan hati gue juga bisa ngerasain, lo yang kayak gini tuh beneran salah, ini bukan lo!”

Kini Beomgyu berjalan untuk mendekati Yeonjun yang masih belum juga sadar akan kehadirannya karena ia sibuk dengan ponsel di tangan. Melihat itu Beomgyu jadi bisa membayangkan bagaimana ia merindukan sosok Yeonjun yang berpakaian rapih dan normal, wajahnya yang selalu tersenyum ramah, gelagatnya yang kaku, ucapan-ucapannya yang selalu mengkhawatirkan dirinya, bahkan tingkahnya yang sering malu-malu ketika mereka berbicara.

Beomgyu merindukan sosok Yeonjun yang asli dan ingin dirinya segera kembali seperti semula.

Sementara Yeonjun yang sedang sibuk berdiskusi bersama tiga teman Beomgyu akhirnya mulai disadari oleh kehadiran sosok yang daritadi memperhatikannya dari depan. Hingga ketika ia mengangkat kepalanya, tatapan mereka juga langsung bertemu.

“Beomgyu saya-”

“Gue tau lo gak sadar sama perubahan lo sama sekali karena insiden kepentok beberapa hari yang lalu.”

Tiba-tiba Beomgyu bersuara lantang yang membuat dirinya langsung jadi pusat perhatian. Yeonjun yang tidak tahu mau berbuat apa memilih untuk tetap duduk di tempatnya dan membiarkan Beomgyu berjalan semakin mendekat seraya terus berbicara.

“Tapi orang di sekitar lo sadar! Lo berubah drastis, sikap lo jadi beginilah, baju lo jadi begitulah, semuanya jadi beda dan menurut gue itu bukan lo banget! Gak ada tuh Om-Om kaku yang gue kenal, yang gue lihat cuma sosok Choi Yeonjun yang kayak berandalan sok asik alias lo gak jelas, anjing!”

Yeonjun masih diam mendengarkan Beomgyu memaki dirinya.

“Lo gak jelas, kelakuan lo gak jelas, acara ini gak jelas, orang-orang di sini gak jelas, semuanya gak jelas termasuk gue! Gue juga jadi gak jelas!”

Ya, Beomgyu berterus terang dengan apa yang ia katakan. Semuanya tidak jelas, termasuk dirinya, pikirannya, dan juga hatinya, ketika melihat Yeonjun dan segala perubahan yang terjadi pada diri laki-laki itu.

“Dan karena gue gak jelas, gue juga cuma mau bilang,”

Yeonjun meneguk salivanya gugup, “Bilang apa?”

Belum sempat Yeonjun memeroses keadaan, tiba-tiba Beomgyu sudah melompat dan duduk di atas pangkuannya. Reflek sekujur tubuh Yeonjun langsung menegang dan segala pelatihan cara menjadi tidak kaku yang diajarkan Soobin, Taehyun, Hueningkai juga hilang dalam sekejap. Satu-satunya yang bisa Yeonjun lakukan sekarang hanya bisa diam dan menatap wajah Beomgyu di atasnya yang kini—menunjukkan seringai tipis.

“FUCK TIANG LISTRIK!”

Ketika jas merah Yeonjun ditarik mendekat, di saat itu pula satu ruangan berteriak. Dengan posisi yang masih duduk di atas pangkuannya, Beomgyu mencium bibir Yeonjun, tepat di hadapan semua orang.

Ya, Beomgyu. Mencium. Bibir. Yeonjun.

Beomgyu memejamkan matanya, sementara Yeonjun membelalak lebar. Ia bahkan tidak sanggup bergerak dan bernapas sama sekali ketika merasakan tubuh mereka dengan jarak yang sangat dekat, wangi tubuh Beomgyu yang semerbak, dan juga kedua benda kenyal milik mereka yang saling melekat.

Yeonjun tidak bisa memikirkan apa pun selain merasakan bagaimana bibir tipis Beomgyu mencoba memagut bibirnya yang tebal dengan gerakan pelan nan kaku, sementara tangan mungil itu terus menarik jas merahnya untuk membuat bibir mereka semakin menyatu.

Jika ia bisa ditanya bagaimana perasaannya saat ini dengan satu kata, maka jawaban Yeonjun adalah meledak.

Yeonjun ingin meledak.

Selang beberapa saat akhirnya Beomgyu melepaskan ciumannya dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah kaku Yeonjun yang sudah merah padam. Seperti baru kembali sadar ke dunia nyata, Beomgyu juga langsung melihat ke sekeliling dan tubuhnya sontak merinding saat menyadari apa yang baru saja ia lakukan dilihat oleh orang sebanyak ini.

“Gu-gue-”

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Beomgyu langsung bangun dari posisi untuk berlari keluar rumah Yeonjun, sementara sang empu rumah masih kaku di posisi duduknya.

Jika Yeonjun tidak percaya dengan semua hal yang terjadi barusan, maka Beomgyu akan menjadi yang lebih tidak percaya atas apa yang sudah ia lakukan.

“GUE BENERAN NYIUM OM YEONJUN, ANJINGGGGG!!!” []

© 2022, moawaua.

Bodoh.

Satu kata dengan berbagai makna yang sangat menggambarkan Yeonjun saat ini. Barangkali ia bodoh karena menyesal belum sempat mengutarakan perasaannya pada Beomgyu. Barangkali ia bodoh karena menjadikan Sunoo pelampiasan setelah menjodohkan Beomgyu dengan Heeseung sahabatnya sendiri. Barangkali juga ia bodoh karena tetap membiarkan itu semua terjadi tanpa adanya usaha untuk memperbaiki.

Yeonjun hanya terus menuai, menuai, dan menuai kesalahan yang baru pada garis takdirnya sendiri.

Seperti sekarang ini ketika ia menyetujui untuk menjemput Beomgyu dan membawanya pulang ke tempat tinggalnya. Beomgyu-nya yang baru saja selesai bertunangan dengan sahabatnya sendiri, kini duduk memeluk dirinya sendiri di atas kasur tempatnya biasa mengistirahatkan diri.

Yeonjun pikir harusnya hanya ia yang terlihat kacau, tetapi ternyata tidak.

Beomgyu di depannya saat ini lebih kacau dari apa pun. Rambut yang biasanya tergerai lemas itu kini berantakan, wajah yang biasanya berseri penuh senyuman kini basah karena air mata, dan mata yang biasanya bersinar terang kini ikut meredup bak kehilangan cahayanya.

“Lo kenapa lagi?” akhirnya Yeonjun bertanya seraya mendekat, “Lo kan baru tunangan, bahagia dong, Gyu.”

Yeonjun tersenyum tipis penuh kepalsuan. Beomgyu kini meliriknya, laki-laki itu juga sedikit menyunggingkan senyuman yang mungkin lebih mirip dengan seringai.

“Tunangan, ya? Haha, harusnya gue bahagia ... kalo gue tunangannya sama Lo.”

Beomgyu mabuk, Yeonjun tahu itu. Ia mencoba tetap terkontrol dan kini membantu menghilangkan bekas air mata di pipi laki-laki itu dengan usapan ibu jari perlahan.

“Ngeledek gue Lo, kan yang ditinggal tunangan gue, Gyu. Harusnya gue aja yang sedih,”

“Kalo Lo sedih kenapa Lo gak bilang? KENAPA LO GAK NGOMONG SAMA SEKALI KE GUE, JUN?!”

Beomgyu menepis tangan Yeonjun kasar dari wajahnya. Matanya yang sudah merah akibat alkohol dan air mata menatap Yeonjun penuh amarah frustasi. Yeonjun berusaha untuk menenangkan Beomgyu dengan meraih pundaknya tetapi lagi-lagi ditolak mentah oleh yang lebih muda.

“Gue gak mau tunangan sama Heeseung! Gue gak mau Lo jadian sama Sunoo! Gue gak mau, Jun! Gue gak mau!”

Kali ini Yeonjun diam, ada yang tidak beres di sini. Yeonjun tidak ingin berharap apa pun pada Beomgyu yang sedang mabuk di depannya. Tetapi jauh di lubuk hatinya ia menginginkan sesuatu yang lebih.

“Terus apa yang Lo mau?”

“Lo, Yeonjun. Gue mau Lo.”

Napas Yeonjun tercekat selama beberapa saat, bisa ia rasakan juga darah berdesir di sekujur tubuhnya. Tanpa ia sadari, tangannya kini perlahan meraih wajah Beomgyu, menangkupnya, membuat kedua netra mereka bertatapan lekat seakan waktu berhenti saat itu juga.

Do you love me?”

Yeonjun bertanya serius, dan Beomgyu menanggapinya dengan senyuman lembut.

I love you. I love you the most and i always do.”

Kini yang lebih tua mendengus sambil menggelengkan kepalanya, “Lo mabuk.”

Apa yang bisa ia harapkan dari orang yang mabuk? Bukankah semua perkataannya bisa saja hanya racauan belaka? Yeonjun tidak ingin menuai kebodohannya lagi, kini ia bangkit dari ranjang untuk menjauhi Beomgyu yang justru berteriak tidak puas.

“GUE GAK MABUK! ATAU KALO MEMANG GUE MABUK TERUS KENAPA? ITU SEMUA GAK AKAN NGUBAH FAKTA KALO GUE SUKA SAMA LO!”

Yeonjun menggelengkan kepalanya yang kini ikut pening. Ia berusaha mengabaikan teriakan Beomgyu dan segala ucapannya di belakang bagaikan angin lalu.

“LO JUGA GITU KAN, JUN? SAMA SUNOO? YAKIN LO SUKA SAMA DIA?”

Stop, Gyu.”

“TAPI KENAPA LO MALAH NERIMA DIA JADI PACAR LO JUN? KENAPA?”

Yeonjun mendecih, “Karena Lo udah sama Heeseung, Gyu ...”

“Lo egois ... LO EGOIS! Gue ... gue bahkan terima lamaran Heeseung karena Lo terima Sunoo jadi pacar Lo, Jun ...”

Mendengarnya membuat langkah kaki Yeonjun yang sudah di ambang pintu kini terhenti. Beomgyu tetap menangis di belakangnya yang membuat ia enggan meninggalkan laki-laki itu lebih jauh.

Jika diibaratkan, kini perasaan Yeonjun bagai bom waktu yang bisa meledak kapan pun ia mau. Harapan Yeonjun yang telah lama terkubur oleh rasa penyesalan dan bersalahnya perlahan mulai bangkit meronta-ronta ingin dibebaskan, dan ia yakin saat ini adalah waktunya.

“Gyu, you only love me as a friend, right?”

Katakan Yeonjun gila, tetapi ia sudah lebih dari itu detik ini.

A Friend?” Beomgyu terkekeh, “Fuck off the friendship thing. Bahkan sejak awal gue liat Lo, gue gak pernah nganggep Lo temen gue sa-”

Ucapan Beomgyu terhenti secara paksa ketika Yeonjun dengan cepat membalik badan untuk langsung mencium bibirnya. Bukan ciuman pertama yang ia berikan pada Beomgyu karena sudah seringkali ia curi di sela-sela waktu mereka bersama. Ciuman yang kini penuh dengan rasa frustasi, lega, sedih, dan juga bahagia menjadi satu.

Yeonjun mencium Beomgyu hingga yang lebih muda terbaring dan berakhir dengan kungkungan Yeonjun di atasnya. Lengan Beomgyu otomatis melingkar pada leher Yeonjun, mengajak lelaki di atasnya untuk memperdalam ciuman, membuatnya ikut merasakan bagaimana rasanya saling menginginkan dalam belenggu cinta setelah sekian lama memendam.

Di sela-sela ciuman berkabut nafsu itu Yeonjun bergumam, dan menatap Beomgyu di bawahnya dengan penuh kasih sayang.

I love you, Gyu ...”

Beomgyu ikut tersenyum, “So do i, Jun. I love you, only you, and always you.

Ketika kalimat sakral telah diucapkan, saat itu juga keduanya kehilangan kendali atas akal sehat pikirannya. Keduanya mengabaikan seluruh fakta apa pun di dunia ini, kecuali fakta bahwa keduanya memang saling mencintai karena itu sudah lebih dari cukup dari apa pun.

Perlahan helaian benang yang menutupi tubuh masing-masing ikut terlepas, cumbuan-cumbuan mesra dan panas mulai membekas, disambut dengan erangan-erangan memanggil nama satu sama lain dengan perasaan puas.

Malam itu, Yeonjun dan Beomgyu telah mumutuskan untuk membuat utas benang hubungan yang mereka pintal baik-baik perlahan mulai memunculkan cabangnya, berada di arah yang salah, hingga akhirnya terbentuk kacau—menjadi kusut.

© 2022, moawaua.

Beberapa bulan kemudian ...

Semakin kita menikmati momen di waktu itu, maka akan semakin cepat juga waktu itu akan terasa berlalu. Seperti masa-masa Beomgyu dan Yeonjun yang baru menjadi sepasang kekasih paling fenomenal satu SMAN 304 Depok dengan kisahnya yang juga tak kalah menarik banyak perhatian orang. Pasangan yang dikabarkan akan selalu gagal tetapi justru yang paling serasi dan digemari oleh banyak orang.

Tidak terasa sudah berbulan-bulan mereka menjalin kasih mulai dari pendaftaran SNMPTN, pengumuman SNMPTN, dan juga kelulusan kelas 12 yaitu anak-anak Malih salah satunya.

Begitu banyak momen-momen yang juga mereka ikut habiskan bersama, anak Malih dan anak Seblakers sudah seperti teman dekat berkat hubungan yang dibangun Yeonjun dan Beomgyu, dan keduanya mensyukuri akan hal itu terjadi.

Mereka seringkali berkumpul entah untuk bermain, belajar, atau bahkan mengobrol dan menghabiskan waktu sebisa mungkin karena tentu yang namanya ada pertemuan akan ada juga perpisahan.

Bisa perpisahan selamanya, atau perpisahan yang nantinya akan bertemu kembali.

“Gyu, gimana? Masih siap-siap?”

Beomgyu yang asyik melamun langsung menolehkan kepalanya pada Soobin yang muncul di ambang pintu kamar Yeonjun. Ya, saat ini ia tengah membantu Yeonjun untuk melipat pakaian tambahan yang siap dimasukkan ke koper.

“Tunggu, Kak. Emang yang lain udah pada dateng? Jadi pada ikut, kan?”

Soobin mengangguk, ia duduk di samping ranjang tempat Beomgyu melamun tadi, “Jadi, tinggal nunggu Woojin sama Hyunjin aja sih, Lo gapapa, Gyu?”

“Gapapa? Emangnya aku kenapa?”

“Ya sedih, kan mau nganter ayanglu ke kostan barunya,”

Soobin benar, itu juga alasannya mengapa ia berada di kamar Yeonjun bersama pakaian-pakaiannya sejak tadi.

Begitu banyak cerita yang ingin Beomgyu ceritakan kepada dunia bahwa ia sangat bangga ketika mengetahui Yeonjun diterima di PTN Unpad. Apa yang diharapkan dan memang menjadi tujuan Yeonjun perlahan mulai tercapai, tentu Beomgyu ikut senang saat mengetahuinya.

Namun, tetap saja akan ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran Beomgyu sampai sekarang.

“Aku bisa gak ya? LDR-an sama Kak Njun ...”

Soobin menaikkan sebalah alisnya, “LDR-an? Pffthh, gue yakin Yeonjun sebulan sekali pasti pulang buat ke Depok kalo dia gak sibuk, gausah dipikirin sama hal yang belum terjadi, Gyu.”

“Dibilang begitu juga tetep aja aku kepikiran,”

“Gini, manusia itu gak selamanya bahagia, kan? Manusia juga gak selamanya berdiri di satu tempat, kan? Sama kayak pendidikan, gak mungkin dong kita SMA aja, naik level, ya harus maju, tapi tentu saat maju pasti ada aja kan rintangannya, yaitu ujian buat masuk kuliah, terus kuliah, nanti abis kuliah juga ada kehidupan pekerjaan, terus aja begitu, sampe sini Lo paham gak?”

“Paham sih,” jawab Beomgyu lirih.

“Sama kayak hubungan orang pacaran, gak mungkin Lo asyik mesra-mesra berduaan terus, kan? Tapi pasti ada rintangannya juga, salah satunya nahan rindu dari jarak yang cukup jauh seperti kasus Lo sama Yeonjun ini,” Soobin tertawa, “apalagi nanti semakin kita dewasa kita juga bakal ngerti kok Gyu, bakal banyak banget tantangan yang perlu kita hadapin dari arah mana pun yang gak disangka-sangka,”

“Lo udah kayak motivator Kak,” celetuk Beomgyu dan terkekeh geli.

“Udah intinya Lo jalanin dulu apa yang ada di depan mata, boleh kok Lo musingin sama hal yang bisa terjadi di masa depan, tapi jangan terlalu larut, oke? Udah disimpen dulu overthinking Lo, sekarang kita siap-siap keburu sore nanti nyampenya malem banget,”

Beomgyu mengangguk pelan. Jujur ia setuju dengan ucapan Soobin tetapi tetap saja pikiran itu tidak mau hilang dari otaknya. Seketika ketakutan Beomgyu yang sudah berhasil ia taklukkan kembali muncul perlahan.

“Bami, kamu di mana?”

“Di kamar Jun, sokin!” balas Soobin sedikit berteriak.

Yeonjun datang tergesa-gesa dan membuka pintunya secara dramatisir seraya melotot ke arah Soobin.

“Lo abis ngapain pacar gue?!”

Soobin menyeringai, “Lo paham lah kalo di kamar berduaan gini ngapain,”

“Berengsek! Berantem kita di lapangan sekarang juga!”

Beomgyu hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku dua sahabat konyol yang tidak ada habisnya ini. Sebelum Yeonjun mencekik Soobin, laki-laki jangkung itu lebih dulu melempar Yeonjun dengan bantal kamarnya dan langsung melarikan diri keluar kamar.

“Woy! Cemen, Lo! Dasar Soobin anaknya Pak-”

“Kak udah ih, becanda terus.”

Suara Beomgyu yang terdengar seakan menjadi tombol off dari mode Yeonjun tidak jelas. Bagai lupa dengan Soobin, Yeonjun langsung menatap Beomgyu dan memberikan senyum manisnya.

“Hehe, iya, iya, abisnya Soobin duluan yang ngeledek Kakak,”

“Ini aku udah masukin baju-baju Kakak yang ketinggalan, makanya lain kali kalo nyiapin apa-apa tuh dicatet dulu,”

“Kamu masuk koper juga kalo gitu, soalnya kamu ada di daftar yang mau aku bawa ke Nangor,”

“Sembarangan.”

Beomgyu mencubitnya pelan sementara Yeonjun pura-pura merintih kesakitan.

“Semuanya udah dateng, yuk?”

“Oke.”


Kedua orang tua Yeonjun tidak ikut mengantar karena kesibukan, jadi Malih sengaja berinsiatif ingin mengantar kepergian Yeonjun menuju rumah keduanya yaitu kost di daerah Ciseke yang Yeonjun ketahui tempat paling strategis untuk cepat sampai ke kampusnya. Tak lupa anak Seblakers juga ikut untuk menemani Beomgyu sekaligus meramaikan suasana.

Mereka membawa dua mobil, mobil pertama di isi oleh Yeonjun, Beomgyu, Soobin, Taehyun, dan Hueningkai, sementara sisanya berada di mobil satu lagi. Di dalam mobil pun perjalanan tidak terasa membosankan meski terkadang macet, karena dengan adanya mereka berlima di dalam mobil segala hal menjadi sangat ramai.

“Jun, Lo bakal ngira gak sih bakal kuliah di Unpad?” tanya Soobin di sela perjalanan.

“Engga sih, cuma kayaknya gue sadar, Bin. Kayaknya takdir gue sama yang namanya seblak itu gak bisa jauh-jauh, di Nangor pasti banyak banget seblak, kan?”

Beomgyu terkekeh, “Iya, kan Sumedang deketan banget sama Bandung yang emang khas makanannya itu salah satunya seblak,”

“Tuh kan, orang Bandung aslinya nyaut,” Yeonjun mencolek pelan dagu Beomgyu dengan satu tangan yang ia tidak pakai untuk menyetir.

“Ih aku bener, makanya seblak aku enak, kan? Soalnya khas Bandung, beda sama yang di Depok, pasti Kak Njun juga suka makannya,”

“Iya, iya, Kakak percaya, nanti kalo udah sampe langsung kita makan bareng-bareng,”

“Traktir gak nih?” tanya Taehyun di jok belakang.

Yeonjun mengangguk, “Selow, ada bos di sini~”

Setelah perjalanan yang cukup memakan waktu 3 jam pun Yeonjun sampai pada kediaman barunya yaitu kostan seharga 12 juta dengan fasilitas yang sudah cukup bagus untuknya. Langsung saja mereka semua membantu Yeonjun untuk ikut membereskan barang-barang di dalam kopernya.

Untung saja mereka tidak memakan banyak waktu karena tenaga kerjanya cukup untuk membantu Yeonjun. Tetapi semakin cepat mereka selesai dengan membantu Yeonjun, maka akan semakin cepat juga mereka akan meninggalkan Yeonjun sendirian di sini.

“Udah pada kenyang belom? Apa mau gue pesen lagi?” tanya Yeonjun ketika mereka selesai memakan seblak dan berbincang-bincang.

“Udeh, btw ini juga udah jam berapa?”

“Mau jam sembilan kayaknya,” jawab Wooyoung atas pertanyaan Woojin.

“Jam sembilan? Yaudah yuk balik, nanti malah makin kemaleman,”

Beomgyu yang paling lama menghabiskan seblak pun mendadak panik, tetapi bukan karena seblaknya belum habis melainkan karena ia harus berpisah dengan Yeonjun sebentar lagi.

Jeongin yang menyadari ketegangan Beomgyu pun mengusap-usap punggungnya pelan, “Gimana, Gyu? Mau pulang sekarang?”

Taehyun dan Hueningkai yang juga menyadarinya pun ikut mendekat. Beomgyu tahu teman-temannya pasti khawatir, alhasil ia langsung mengangguk dan memberikan senyuman terbaiknya untuk menjawab mereka.

“Yaudah, yuk pulang.”

Mereka membersihkan sampah-sampah bekas seblak sekalian berjalan ke luar kostan menuju parkiran mobil. Tangan Yeonjun dan Beomgyu belum juga melepas ikatannya, seakan satu sama lain tidak mau dipisah dan masih ingin bersama sampai selama mungkin.

Tetapi apa daya, perpisahan ini memang akan terjadi. Beomgyu dan Yeonjun tidak bisa menolaknya. Setelah masing-masing dari mereka bersalaman bahkan berpelukan dengan Yeonjun, kini hanya tinggal Beomgyu yang belum juga masuk mobil dan masih ingin mengucapkan salam-salam perpisahannya pada lelaki itu.

“Kapan-kapan ... aku main ke rumah saudara aku yang di Bandung terus mampir ke Kak Njun di sini,”

“Gak usah, Kakak aja yang sering main ke Depok, pasti sering main sih, kan bakal kangen berat sama kamu, orang tua Kakak, bahkan anak-anak Malih dan temen-temenmu yang pada gajelas ini,”

“Gue masih denger ye, anjing,” sahut Wooyoung.

Beomgyu tertawa pelan, mereka yang berada di mobil tentu saja ikut menyaksikan salam perpisahan mereka di dalam mobil dengan kaca dan pintu yang terbuka. Karena tidak ingin membuat mereka menunggu, Beomgyu pun melepaskan tautan tangan mereka perlahan.

“Hehe, yaudah, Kak. Semoga Kak Njun nyaman ya di sini.”

Yeonjun menaikkan sebelah alisnya, “Udah gitu aja?”

“Emang apalagi?”

Melihat Yeonjun yang kini berdiri dengan senyuman yang paling Beomgyu dambakan membuat dirinya tidak kuasa untuk menahan tangis. Akhirnya detik itu juga Beomgyu menangis dan langsung menolehkan kepalanya ke arah lain agar Yeonjun tak dapat melihatnya.

“Loh kok kamu malah nangis?”

Tentu saja Beomgyu akan menangis, bagaimana tidak? Ia harus berpisah dengan Yeonjun dan sekarang adalah menit-menit terakhir ia bisa berada sedekat ini bersamanya.

“Bami, jangan nangis, kan Kakak yang bakal sendirian di sini,”

Beomgyu sedikit terisak tapi berusaha mengapus air matanya sebisa mungkin, “Gatau, aku kelilipan debu.”

“Banyak bener debunya,” Yeonjun pun menarik Beomgyu untuk masuk dalam pelukannya yang diterima dengan baik oleh si kecil, “udah, cup, cup, jangan nangis, Sayang ...”

Semakin dilarang untuk menangis maka semakin keras juga isakan tangis Beomgyu. Ia memeluk Yeonjun erat untuk menyalurkan betapa besarnya rasa kasih sayang yang ia miliki untuk pemuda di depannya ini.

“Kak Njun jangan lupa makan yang banyak, tapi jangan yang aneh-aneh nanti sakit,”

“Iya ...”

“Jangan begadang terus, jangan terlalu banyak latihan atau ngerjain tugas banyak-banyak nanti kecapean,”

“Iyaa ...”

“Jangan terlalu jamet nanti Kakak gak ditemenin,”

“Hehehe, iyaaa ...”

“Ja- jangan, jangan lupa juga hubungin aku ...”

“Kalo itu pasti dong, sebuah kewajiban,” Yeonjun mencium pucuk kepala Beomgyu dengan sayang. Pelukan keduanya melonggar dan kini keduanya kembali bertatapan, “Kayaknya Kakak malah tiap hari juga laporan sama kamu tentang kehidupan kuliah Kakak, apa perlu sama Babamu juga? Lapor om, hari ini saya kangen banget sama anak om yang ke sembilan puluh ribu tiga ratus kalinya,”

Keduanya langsung tertawa bersamaan. Kini Beomgyu benar-benar melepaskan pelukan dan genggaman Yeonjun darinya, tapi tidak dengan kedua mata mereka yang terus bertatapan memancarkan kasih sayang.

“Kak Yeonjun jaga diri, ya? Kita semua pulang.”

Yeonjun mengangguk pelan, “Kamu juga. I love you.”

I love you too.

No! I love you even more.

I love you forever.”

No! I love you selamanya sepanjang masa,”

I love you sedunia.”

No! I love you sampai sampai ke luar angkasa.”

I love you sampai memutus garis katulistiwa.”

No! I love you sampai membelah cakrawala.”

I love you sampai menembus galaksi bima sakti.”

No! i love you-”

“Iye, iye, i love you anjing, udeh mau sampe kapan ini kita ngontrak doang di dunia seakan isi lu berdua?”

Selaan Woojin membuat keduanya tersadar dan ikut tertawa bahwa di dunia ini seakan milik mereka berdua.

Sekali lagi Beomgyu menatap penuh haru pada Yeonjun yang akan lebih jarang ia lihat ke depannya. Memang berat tapi mau bagaimana lagi? Benar kata Soobin, yang namanya hidup itu terus berjalan dengan tantangan yang juga selalu ada, kan?

“Bami, tunggu!”

Beomgyu mengurungkan niatnya untuk segera menyusul yang lain karena Yeonjun tiba-tiba sudah menariknya lagi untuk ke belakang mobil, tempat di mana teman-temannya tidak bisa melihat atau pun mendengar mereka lagi.

“Kenapa lagi, Kak?”

“Tadi sebenernya Kakak denger apa yang kamu dan Soobin omongin,”

Beomgyu sedikit tersentak, “Terus?”

Yeonjun menegakkan tubuhnya, bisa Beomgyu rasakan ia sedikit merinding ketika Yeonjun kini memancarkan tatapan paling serius kepadanya.

“Kalau kamu takut sama hubungan jarak jauh kita, Kakak pun takut, Gyu. Takut gak bisa jagain kamu, takut buat mikir kamu bakal mandang ke orang lain, bahkan takut suatu saat Kakak ngecewain kamu,”

“Kak, jangan ngomong gitu ...”

Beomgyu menunduk takut, tapi jari Yeonjun langsung mengangkat dagunya perlahan agar kedua mata mereka saling menatap. Membuat Beomgyu bisa melihat wajah percaya diri Yeonjun dengan senyuman tampannya, seperti yang biasa ia tunjukkan ketika berusaha mendekati Beomgyu setiap harinya.

“Tapi ... Kakak mau kamu percaya. Kakak gak bisa kasih kamu janji, karena Kakak akan berusaha dengan bukti, ya? Kakak percaya kita bisa terus sama-sama, sampai Kakak sukses dan kamu sukses, lalu di waktu yang tepat, kita bakal hidup bersama buat saling bahagia sama-sama ... kamu mau kan, Bami?”

Beomgyu terharu mendengar rentetan kalimat yang diutarakan Yeonjun barusan. Yeonjun yang ada di depannya adalah Yeonjun yang ia kenal selalu percaya diri dan tidak pernah menyerah.

Yeonjun yang seperti ini juga lah yang membuat Beomgyu jatuh cinta.

Bahkan ketika laki-laki itu mengeluarkan sebuah benda yang membuat sekujur tubuh Beomgyu dikelilingi oleh kupu-kupu, Beomgyu sadar bahwa detik itu juga, dirinya memang tidak salah ketika ia memutuskan untuk kembali jatuh cinta dan memulai kisah yang baru bersama Yeonjun.

“Ya, aku mau, Kak Njun.” []

© 2022, moawaua.

Setelah Beomgyu selesai mengatakan itu semua, Yeonjun juga masih menunduk dan belum memberi balasan sama sekali. Ya, sepertinya untuk menatap wajah Beomgyu laki-laki itu juga tidak mau.

“Yaudah, Kak, gitu aja. Aku pergi dulu, ya?”

Bukan pergi dari hadapannya saja, melainkan hidupnya juga.

Suaranya yang kian bergetar membuat Beomgyu tak mampu lagi menahannya. Ia pun membalik badan, tidak kuat dan kembali melanjutkan tangisnya yang kian mengeras.

Setidaknya Beomgyu telah berhasil mengutarakan semuanya, setidaknya tidak ada lagi penyesalan untuk membuat Yeonjun mengetahui perasaannya. Ya, setidaknya Beomgyu sudah merasa cukup akan hal ini.

Maka dari itu, ia memutuskan benar-benar pergi menjauh dari Yeonjun sekarang juga.

Tetapi sebelum itu terjadi, sepasang tangan telah menarik tubuhnya untuk didekap dari belakang.

Tanpa melihatnya Beomgyu sudah tahu bahwa itu adalah tangan milik Yeonjun dan juga bau khas pemuda itu.

“Gyu, maaf ...”

Beomgyu menggeleng, “Aduh, Kak, jangan begini ... nanti aku malah tambah sedih,”

“Bukan itu,” Yeonjun mengeratkan pelukannya,

“tapi Kakak masih suka banget sama kamu.”

Eh? Sebentar.

Beomgyu ingin membalas ucapan lelaki itu, tetapi ia lebih dulu merasakan bahunya basah sedetik kemudian.

Tunggu, Yeonjun yang menenggelamkan wajahnya di bahu Beomgyu ... tengah menangis?

“Kak-”

“Aduh, gak bisa tahan lagi gue anjir,”

“Kak Njun-”

“Iya! Kakak masih suka banget sama kamu. Cinta mati, Bami! Ya kali perjuangan Kakak Njun kamu ini segitu doang?!”

Yeonjun mengangkat wajahnya yang kini juga terlihat berantakan akibat menangis. Beomgyu mematung sejenak, ia membalik tubuhnya dan menatap Yeonjun dengan tatapan paling bingung sedunia yang akhirnya dibalas laki-laki itu dengan cubitan gemas di hidung merahnya.

“Kakak tadi becanda, kirain kamu bakal biasa saja taunya malah makin nangis,” Yeonjun tersenyum lebar dengan sorotan mata memuja paling dalam, “kamu juga lucu banget sih, ya kali Kakak gak suka sama kamu lagi, orang gila itu namanya.”

“Kak-”

“Eh tapi Kakak emang udah gila juga sih, tergila-gila sama Choi Beomgyu namanya.”

Yeonjun tertawa dan membangkitkan perasaan menggelitik yang menyenangkan dalam diri yang lebih muda. Beomgyu akhirnya hanya bisa diam dan membiarkan air matanya terus mengalir tanpa disuruh.

Tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana keadaan hati Beomgyu sekarang. Sorotan mata Yeonjun ketika memandangnya, pelukan hangatnya, senyum di wajahnya, suara lembut menyejukkannya. Beomgyu benar-benar merindukan hal itu semua.

“Udah, udah, jangan nangis lagi, aduh ... Kakak minta maaf,”

Yeonjun mengusap air mata di pipinya dan juga pipi Beomgyu karena si kecil masih menangis dengan wajah merahnya yang lucu.

“Kak Njun ... ini beneran?”

“Haha, ya beneran, kamu ini nangis sampe segitunya, cinta banget ya sama Kakak Njunmu yang paling ganteng se-Depok ini?”

“Iya ... cinta banget. Kenapa emang? Gak boleh?” Beomgyu mencubit pinggang Yeonjun yang membuat pemuda itu merintih, “Suka banget ya ngisengin aku? Padahal aku udah panik banget ... padahal aku juga udah berharap kalo aku bener-bener gak salah suka sama Kak Yeonjun, aku udah ngelawan rasa takut aku, aku- aku udah-”

“Sstt, iya, iya, Kakak minta maaf, ya? Kakak janji gak akan ngisengin kamu lagi, oke?”

Yeonjun kembali membawa Beomgyu dalam dekapan hangatnya, sesekali juga ia menghujani kecupan-kecupan ringan di pucuk kepala Beomgyu dengan sayang.

“Makasih kamu udah berani ngutarain hal ini duluan, kamu gak salah Bami, karena Kakak bisa buktiin kalo Kakak bakal jadi orang yang juga gak salah untuk kamu cintai ...”

Beomgyu pun membalas pelukan Yeonjun sama eratnya, “Aku sayang Kak Njun ...”

Yeonjun memerah total mendengarnya, kalau bukan di sekolah mungkin ia akan langsung mencium Beomgyu bertubi-tubi saat itu juga.

“Kakak juga. Kak Njun sayang sama Dik Bami,”

“Jangan Dak, Dik, Dak, Dik lagi dibilang ...”

“Hehehe, iya, iya, kalo Sayangku aja gimana?”

Kini Beomgyu yang tertawa, “Boleh, tapi jangan terlalu sering, nanti aku pusing balesnya,”

Keduanya tetap berpelukan untuk saling menyalurkan kehangatan meski cuaca Depok selalu panas. Keduanya berpelukan seakan dunia akan hancur sebentar lagi jika mereka melepaskan pelukannya. Hingga pada akhirnya Yeonjun teringat dengan tujuan utama Beomgyu yang menahan kepergiannya agar tetap tinggal di Depok.

“Bami, sebenernya tadi Kakak gak sepenuhnya bohong,”

Beomgyu sedikit menahan napasnya mendengar itu, ia perlahan meregangkan pelukannya dan menatap mata Yeonjun, “Kenapa?”

“Kakak emang gak kuliah di luar negeri, tapi Kakak bakal kuliah di luar kota, kamu gapapa?”

“Apa itu kemauan Kakak?”

“Iya, Kakak gak terlalu yakin buat ngambil universitas kayak UI, Kakak mau coba ambil Unpad karena Kakak liat di situ ada peluang Kakak bisa masuk, sekalian Kakak mau ngerasain ngerantau dan jadi mandiri ...”

“Kalo itu emang kemauan Kak Njun, itu pasti yang terbaik buat Kakak juga. Kakak yang paling ngerti diri Kakak sendiri maunya gimana, sementara aku hanya akan selalu dukung jika itu keputusan yang sudah Kakak pikirin baik-baik untuk kebaikan Kak Yeonjun.”

Yeonjun mengerjapkan matanya tidak percaya, “Kamu ... gak marah?”

“Kenapa harus marah kalo aku bisa bangga?” Beomgyu tersenyum, “Aku doain semoga Kak Yeonjun keterima di mana pun yang terbaik untuk Kak Yeonjun.”

Detik itu juga Yeonjun memijit pelan kepalanya dan membuat Beomgyu sedikit bertanya-tanya.

“Aduh, pusing banget ... boleh gak sih aku gak usah kuliah dan langsung nikahin kamu aja?”

“Heh!”

Beomgyu menepuk pelan dada Yeonjun dan keduanya saling melempar tawa. Kini mata mereka juga ikut berbinar memancarkan kebahagiaan yang sama.

“Akhirnya waktu yang Kakak tunggu tiba juga, Kakak udah pernah janji, kan? Kakak bakal nembak kamu di lain waktu?”

Beomgyu tersenyum dan mengangguk-angguk semangat.

“Jadi ... kamu mau jadi pacar Kakak?”

“Engga,”

Yeonjun melunturkan senyumnya, “Eh? Masih ditolak nih?”

“Engga salah lagi!”

Setelah itu Beomgyu menutup wajahnya yang memerah malu bersamaan dengan Yeonjun yang langsung bersorak penuh kemenangan. Yeonjun pun memeluk Beomgyu dengan mudah bahkan sampai mengangkatnya, mengajaknya berputar-putar untuk merayakan hari gembira mereka.

“Wah, bahaya nih, kayaknya Kakak terlalu seneng sampe gak bisa fokus buat sekolah lagi,”

Yeonjun menurunkan tubuh Beomgyu dan menatap matanya penuh antusias, “Kita cabut aja gimana?”

“H-hah? Cabut?”

“Yuk, kita pergi ke Ancol? Kakak tau jalan pintas buat biasa cabut,”

Yeonjun meraih jemari Beomgyu untuk ia genggam erat lalu ia ajak si kecil untuk ikut berlari bersamanya meninggalkan lorong lantai dua sekolah.

“Eh, Kak? Tapi tas kita gimana?”

“Gampang, dompet dan hp sama kita sendiri, kan? Kalo untuk tas, biar anak Malih dan temen-temenmu yang jagain,”

“Oh-oke,”

Yeonjun menatap Beomgyu yang panik di sampingnya dengan tatapan geli, “Baru pertama kali cabut? Kakak janji bakal ngebuat cabut pertama kali kamu jadi yang paling berkesan.”

“Aku percaya kalo itu sama Kak Yeonjun.” Jawab Beomgyu dengan senyuman manisnya.

“Bagus. Nanti kita tetep harus lari meski ada Bu-”

“CHOI YEONJUN! CHOI BEOMGYU! MAU KE MANA KALIAN?”

“-Bu Susi! LARIIIII!!”

Yeonjun dan Beomgyu mempercepat larinya sambil tertawa senang di tengah kepanikan yang melanda mereka berdua.

Yeonjun yang tetap membawa Beomgyu pergi berlari sama seperti lari dari masa lalunya untuk bisa meraih kebebasan boleh mencintai, dan juga Beomgyu yang tetap mempercayai Yeonjun untuk membawanya terus berlari maju hingga tak kembali tenggelam dalam rasa takut untuk kembali mencintai seseorang.

Ya, seperti ini sudah lebih dari cukup. Beomgyu harap kisah lika-liku masa remaja yang labil miliknya akan berakhir bersama Yeonjun. Entah itu akan berjalan asam, pahit, manis, Beomgyu akan tertantang untuk bisa melaluinya jika itu bersama Yeonjun.

Dengan Yeonjun yang ternyata masih dan selalu mencintai Beomgyu dan juga Beomgyu yang sudah dan akan terus mencintai Yeonjun.

Keduanya akan membangun kisah cinta dengan rasa dan pengalaman yang tentunya akan lebih beragam dari kuah semangkuk seblak, dengan kedua hati yang kini benar-benar utuh untuk saling melengkapi.

Tidak satu hati tetapi dua, tidak jatuh cinta sendiri tetapi bersama. []

© 2022, moawaua.

Langkah kakinya yang jenjang membuat Beomgyu dengan mudah berlari bahkan melompati dua anak tangga sekaligus untuk menuju ke lantai dua. Ia rasa paru-parunya akan meledak karena mengingat larinya begitu kencang seperti kesetanan hanya karena seorang Choi Yeonjun.

Setelah mengetahui bahwa Yeonjun akan segera mendaftar beasiswa ke luar negeri atau bahkan mendaftar kuliah di luar negeri, Beomgyu ingin sekali menghentikannya. Walau memang ia juga belum tentu tahu apakah Yeonjun akan diterima atau tidak, tapi setidaknya ia ada usaha untuk menahan laki-laki itu.

Ya, agar Yeonjun tidak pergi secepat ini dari sisinya.

Beomgyu tidak ingin ada lagi penyesalan. Mereka semua yang memperingatinya itu benar, tidak ada yang salah pada rasa cinta Yeonjun, rasa cintanya, bahkan diri keduanya. Beomgyu juga boleh untuk berusaha mempertahankan orang yang ia sayangi ini untuk tetap bersamanya. Mereka hanya pemuda yang saling mencintai dan tidak ada yang salah dengan hal itu.

“Sorry, Gyu. Gue gak bisa nerima Lo jadi pacar gue,”

Saat itu, Beomgyu dengan usia remaja yang belum ada 15 tahun, mendapatkan kenangan pahit pertama dalam kehidupan percintaan yang membuatnya sangat frustasi sampai detik ini.

“Tapi temen kamu bilang kamu suka sama aku, kamu juga selalu baik sama aku, kamu selalu peduli sama aku, kamu seneng ketika semua orang nganggep kita pacaran ...”

“Iya, itu dulu. Dulu gue suka sama Lo, tapi sekarang udah ngga, Gyu.”

“Kenapa?”

“Udah gak suka aja, Lo beneran pengen tau alesan lainnya? Gue sekarang suka sama orang lain, jadi maaf, tolong berhenti suka sama gue, Gyu.”

Di umur yang belum genap 15 tahun, Beomgyu sudah membangun tembok pada dirinya sendiri untuk tidak percaya apa itu cinta, perasaan suka dan sebagainya jika berakhir seperti waktu itu.

Kisah cinta anak remaja yang tidak bisa dipercaya, yang masih labil, yang hanya bisa menyakiti dengan mudah. Rasa yang kekanak-kanakan dan menyebalkan.

Sejak saat itu Beomgyu tidak percaya dan tidak ingin merasakan apa itu jatuh cinta untuk melindungi dirinya sendiri dari resiko patah hati kembali. Beomgyu takut, Beomgyu trauma. Beomgyu terlalu kecewa untuk perasaan itu, perasaan yang awalnya membuat dirinya bahagia, tapi melukai berkali-kali lipat setelahnya.

Tetapi kali ini berbeda, ada yang berhasil meruntuhkan tembok besar yang sudah susah payah ia bangun. Tembok yang tadinya kokoh perlahan mulai runtuh akibat ketukan-ketukan kecil dari orang asing yang tidak pernah terpikirkan hadir di hidupnya.

Yeonjun datang dalam hidupnya, menghancurkan tembok itu lewat hal-hal kecil yang ia perbuat kepada Beomgyu, yang membuat perasaan di balik tembok kokoh itu kembali muncul ke permukaan.

Perasaan yang Beomgyu tolak, perasaan yang sesungguhnya Beomgyu butuhkan.

“KAK YEONJUNNNNN!!!”

Beomgyu berteriak hingga satu lorong dapat mendengarnya terutama yang memiliki nama itu sendiri. Yeonjun yang sedang berjalan tak jauh dari ruang BK terkesiap dengan teriakan Beomgyu, ia pun menoleh dan menatap anak laki-laki di depannya yang sedang terengah-engah dengan wajah serius.

“Bam- Beomgyu? Kamu ngapain di sini?”

Netra galaksi Beomgyu menatap netra teduh Yeonjun yang menatapnya bingung, tetapi juga menyiratkan kerinduan. Sudah lama sekali rasanya mereka tidak bertatapan dan berbicara belakangan ini.

Ketika melihat Yeonjun sungguhan di depannya pun Beomgyu benar-benar sadar. Ketakutan yang ia alami selama ini harus segera ditaklukkan. Ia boleh, ia boleh untuk merasakan perasaan itu lagi, ia boleh untuk kembali memulai kisah yang baru, ia boleh untuk mencintai lagi, ia boleh untuk kembali berharap dengan perasaan ini, ia boleh untuk memiliki perasaan yang sama dengan Yeonjun.

Ia menemukan bahagianya bersama Yeonjun, bahagianya yang selama ini tertahan dan tertutup karena semua penolakannya.

Karena menurut Beomgyu, Yeonjun juga bukanlah orang yang salah untuk dicintai.

“Kak, ada yang mau aku omongin sejujur-jujurnya sama Kakak,”

“Ngomong apa ... Gyu?”

Mata Beomgyu langsung memanas, ia mengambil napasnya dan mengembuskannya perlahan.

“Aku ... aku gak mau Kakak kuliah di luar, semua juga setuju kalo Kakak bisa di sini, Kakak pasti bisa! Bukannya Kak Yeonjun biasanya keras sama kemauan Kakak?”

“Maksud kamu?”

“Seperti gimana Kakak selalu berusaha deketin aku walau udah aku tolak berkali-kali, Kakak bisa egois lagi demi kebahagiaan Kakak, jadi kalau Kakak gak mau kuliah di luar itu gak papa ...”

Yeonjun menatap Beomgyu intens, “Sebenernya apa inti yang mau kamu omongin, Gyu?

Ditanya seperti itu Beomgyu akhirnya menyerah. Air matanya lolos begitu saja, ia menangis tanpa bisa dicegah lagi.

“Aku gak mau Kakak kuliah di luar negeri, aku ... mau Kakak tetep di sini, jangan tinggalin aku ...”

Bahu Yeonjun seketika merosot mendengar ucapan Beomgyu barusan. Ia menatap yang lebih kecil dengan tatapan pasrah. Sementara Beomgyu tetap menatapnya dengan tatapan memohon.

Bukan tanpa alasan keduanya berdiri di lorong lantai 2 seperti ini, Beomgyu yang ingin menghampiri Yeonjun sebelum ia mendaftar, sementara Yeonjun yang bukan berasal dari perpustakaan melainkan ruang BK sejak tadi.

Menanggapi permintaan Beomgyu, Yeonjun pun menggeleng pelan dan Beomgyu bisa merasakan tubuhnya merinding saat itu juga.

“Gak bisa, Beomgyu.” ia tersenyum miris, “Kakak udah daftar.” []

© 2022, moawaua.

Yeonjun yang tidak juga membalas pesan mereka di grup Dobleh membuat Woojin kepikiran. Apalagi ketika ia mencoba mengirim pesan ke temannya satu per satu, tidak ada satu pun yang membalas dan malah menimbulkan kecurigaan besar darinya.

“Oke, gua bakal cari tau sendiri.” tekad Woojin.

Tanpa pikir panjang, Woojin langsung melesatkan motornya ke rumah Yeonjun saat itu juga. Kecurigaannya saat ini hanya sebatas Yeonjun yang membuat anak Dobleh marah, entah karena kata-katanya atau perbuatannya. Woojin masih belum bisa menyimpulkan itu semua.

“Jin, kok tiba-tiba?”

Yeonjun datang membukakan pagar rumahnya yang besar, mempersilakan Woojin masuk beserta motornya. Seperti dugaan Woojin bahwa Yeonjun juga belum mengecek sama sekali pesan-pesan mereka di grup dilihat dari penampilannya.

“Lo belum cek HP, yak?”

“Wah, iya. HP gua masih dicas, udeh Jin langsung ke kamar gua aja.”

Gelagat Yeonjun juga terlihat santai, dengan tampilan seperti orang bangun tidur yang tidak ada masalah. Oke, untuk keadaan Yeonjun di luar terlihat normal, tapi tidak tahu dengan keadaan hatinya, bukan?

Woojin langsung duduk di kasur Yeonjun, menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengan ketua geng mereka itu. Kamar Yeonjun masih terlihat rapih dan juga nyaman seperti biasa mereka datang, jadi Woojin tidak akan terlalu tegang untuk membicarakan hal sensitif ini padanya nanti.

“Jun, sebenernya gua mau ngomongin ini,”

Woojin pun membuka percakapan tersebut saat Yeonjun baru kembali untuk mengambilkannya minum.

“Ngomongin apaan?”

“Anu, kata anak Dobleh gue suruh nanya aja langsung sama Lu,”

“Iya tentang apaan?”

“Duh, apa sih ya gue gatau makanya gue nanya Elu,”

Woojin frustasi tapi Yeonjun tetap menatap si gingsul heran, “Gua gangerti, lu ada masalah? Apa mau minta saran?”

“Deh, apa si, justru elu yang ada masalah, kan? Gini dah, Jun. Lu sekarang mending cerita ke gue, abis itu kita cari jalan keluarnya sama-sama, gak baik maen rahasia-rahasiaan apalagi soal masalah penting sama temen, Dobleh tuh udah jadi keluarga kedua buat gue dan gue gamau kita ada slek kayak begini, gue mau kita akur kembali seperti sedia kala,”

Yeonjun menyipit tidak mengerti dengan ucapan panjang lebar Woojin yang terkesan sangat serius, ia memilih untuk membuka laci di kolong kasurnya, lalu setelah itu mendecak kecewa karena melihat laci tersebut kosong tak ada apa pun.

“Gua ga ngerti lo ngomong apaan, yang jelas gue bentaran mau ke warung dulu ye, mau beliin cemilan.”

“Anying, yaudah terserah.”

Yeonjun pun pergi dari kamarnya, meninggalkan Woojin sendirian dengan rasa penasaran yang belum juga hilang. Awalnya Woojin berniat untuk sekadar merebahkan diri saja sambil bermain ponselnya, tetapi ponsel Yeonjun yang sedang tergeletak di kasur tiba-tiba bergetar sebentar, menandakan adanya notif masuk.

Woojin hanya meliriknya sekilas, tetapi kemudian matanya memicing ketika notif tersebut berasal dari kontak yang dinamai dengan emoji hati berwarna hitam. Ingin mengabaikan hal itu, tapi detik kemudian Woojin baru sadar bahwa itu seperti bukan ponsel milik Yeonjun yang biasanya.

“HP dia dua?”

Woojin meneliti ke sekitar kamar Yeonjun, ia menemukan ponsel lain yang ternyata benar saja sedang diisi daya, ponsel itu adalah ponsel Yeonjun yang ia kenal.

Bukan bermaksud lancang, tapi Woojin sekadar ingin menghilangkan rasa penasarannya saja. Ia berjanji hanya sekilas melihat isi pesannya, ia akan meletakkan ponsel itu kembali. Dengan cepat tangannya meraih ponsel tersebut, dan dalam 1 detik saja matanya langsung melotot melihat lockscreen yang digunakan Yeonjun.

“Ini ... kayak gue kenal?”

Terpapar jelas foto selfie orang yang sedang tersenyum lucu. Woojin tidak mau mengakuinya tapi laki-laki itu mirip Beomgyu. Tapi entah mengapa sangat berbeda, Beomgyu yang biasa mereka lihat itu kan yang berwajah garang nan cuek, tidak menggemaskan seperti yang ada di lockscreen Yeonjun ini.

Tapi jika memang itu Beomgyu bagaimana? Mengapa harus Beomgyu yang ada di sana?

“Duh, anjing, gamau nih gue mikir aneh-aneh,”

Dengan sedikit tergesa-gesa akhirnya Woojin membuka ponsel yang ternyata tidak dikunci itu. Kini ia juga bisa melihat homescreen Yeonjun yang kembali menggunakan foto Beomgyu.

“Yah, si bangsat naksir nih keknya ...”

Woojin akhirnya langsung membuka aplikasi pesan tadi dan memilih kotak masuk yang berasal dari kontak dengan emoji hati berwarna hitam. Lagi-lagi melihatnya membuat Woojin lemas, kontak tersebut adalah milik Beomgyu.

“Anjir ...”

Belum lagi pesan-pesan yang ada di dalamnya, ia menggulir isi pesan tersebut untuk melihat percakapan mereka. Mulai dari pesan-pesan yang menunjukkan bahwa mereka berselisih seperti,

“Hah ... cium-cium?”

mereka yang berpura-pura,

“Bangsat ditipu kita selama ini ...”

mereka yang saling menyalurkan kerinduan,

“Oalah, jancok. Ternyata itu alesan dia tau-tau pulang brengseekkkkk.”

bahkan isi pesan jorok yang tidak bisa Woojin baca lagi selanjutnya.

“Orang gila, orang mesum bajingaannn,”

Hanya umpatan-umpatan yang bisa ia keluarkan saat ini. Apa mungkin ini yang membuat teman-temannya juga menyalahkan Yeonjun? Ternyata ini masalahnya? Rahasia tentang hubungan Yeonjun dan Beomgyu? Woojin masih ingin berpikir positif satu kali lagi bahwa mungkin mereka hanya enemies with benefits?

Tapi ketika ia membuka galerinya, mata Woojin langsung melotot lebar. Ada banyak sekali fotonya bersama Beomgyu bahkan foto Beomgyu sendiri. Terlebih lagi ketika ia melihat ada satu foto yang waktu itu pernah disebar ke base sekolah. Foto ciuman sialan itu, yang ternyata ada banyak dengan angle foto yang juga berbeda.

“Anjing ... hahaha, jadi dia sendiri juga yang udah mancing kita dari awal?”

Sama seperti secepat ia datang ke rumah Yeonjun, secepat itu juga ia beranjak dari kamar tersebut dan melarikan diri dari sana sebelum Yeonjun datang. Seperti maling yang takut tertangkap basah, Woojin bergegas menyalakan motornya dan melesat secepat kilat.

Sepanjang perjalanan pulang Woojin hanya menggeleng-geleng tidak percaya, sungguh kepalanya sangat pusing. Apalagi penyebabnya adalah fakta bahwa Yeonjun ketua gengnya, berpacaran dengan Beomgyu yang juga ketua dari geng musuh terbesar mereka. []

© 2021, moawaua.

Jujur saja Hyunjin masih terbayang-bayang dengan ucapan Jeongin yang menurutnya sedikit mencurigakan, apalagi ini berhubungan dengan Yeonjun sebagai ketua gengnya dan Beomgyu ketua geng musuhnya. Apakah mereka ada dalam suatu masalah, atau ada rencana-rencana lain yang mereka sembunyikan?

Jangan-jangan Beomgyu ingin masuk ke dalam geng Dobleh? Apa Yeonjun ingin mereka berdamai? Atau mereka punya masalah besar dengan Pak Soohyuk? Semakin dipikirkan semakin Hyunjin melantur.

“Yong, sini dah.”

Wooyoung menuruti panggilan Hyunjin yang kini duduk di lantai depan papan tulis. Kelas sudah mulai sepi karena banyak anak yang sudah memilih untuk pulang ke rumah mereka masing-masing, sementara di sini anak-anak Dobleh masih ada kegiatan lain. Seperti Soobin yang rapat OSIS, Woojin yang mengerjakan PR, atau bahkan Hyunjin dan Wooyoung yang hanya sekadar merebahkan diri tidak jelas di lantai dingin.

“Ngapa?”

“Yeonjun mana?” tanya Hyunjin ketika menyadari hanya ada tas Yeonjun di sana.

“Toilet, kan? Kayaknya buru-buru banget anaknya, kan lu tau sendiri mood dia jelek sejak ulang tahun Bang Taehyung,”

“Bener, moodnya jelek banget bahkan kayak pengen cepet-cepet pulang, apa dia kebelet boker sebenernya dari tadi?”

Wooyoung tertawa seraya mengangkat bahunya, “Gatau, mau lu samperin? Gue kebetulan mau kencing juga si,”

“Ayok, dah, sekalian kita kagetin itu anak, hahaha,”

Wooyoung setuju, mereka pun berkabar dulu pada Woojin agar laki-laki itu tidak mencari mereka nanti. Keduanya berjalan ke toilet dengan tenang walau mata di sekitar memandang takut bahkan takjub. Hehe, tentu saja, siapa yang tidak kenal dan merasa segan dengan geng Dobleh yang paling keren ini?

“Yong, lu ada ngerasa hal aneh gak sama Yeonjun akhir-akhir ini,” tiba-tiba Hyunjin membuka suara.

“Apaan?”

“Kayak ada yang dia sembunyiin gitu dari kita-kita,”

Wooyoung menggeleng, “Gatau sih, nanti forum aja kalo lu ngerasa ada yang aneh sama dia dan bikin lu gak nyaman,”

“Oke ...”

Ketika sampai di depan toilet sekolah, kedua mata mereka menyipit bersamaan. Ada 4 bilik toilet yang biasa mereka gunakan tapi semuanya terbuka, tidak ada siapa pun di dalamnya.

Lalu ke mana Yeonjun, apa laki-laki itu sudah kembali duluan ke kelas?

“Gaada,” bisik Hyunjin.

“Mungkin-”

Brak!

Tapi ada satu suara mengejutkan yang datang dari bilik ke-5, bilik yang dipakai untuk gudang peralatan toilet, dan bilik itu juga yang satu-satunya tertutup.

Hyunjin melirik Wooyoung takut, “Mau kabur?”

“Jangan dulu.”

Entah kenapa Wooyoung merasa penasaran, akhirnya mereka menjadi detektif dadakan dengan berjinjit secara perlahan hingga sampai tepat di depan pintu bilik tersebut. Wooyoung meletakkan satu jari telunjuknya di depan bibir agar Hyunjin tidak mengeluarkan suara, lalu ia menempelkan daun telinganya tepat pada pintu.

“Berani juga Lo ngelawan gue, punya nyawa berapa?”

Mata mereka melotot dan saling melafalkan nama Yeonjun tanpa suara. Ternyata Yeonjun ada di sini. Ya, mereka yakin itu suara bisikan Yeonjun, tetapi anehnya apa yang sedang dilakukan oleh laki-laki itu di bilik gudang toilet ini?

“Sembilan, aku saudaranya kucing,”

Ternyata Yeonjun juga tidak sendirian, ada suara lain yang menurut keduanya sedikit familiar tapi mereka masih belum bisa menyimpulkan dengan pasti. Karena jujur mereka masih ingin menyangkal hal itu juga lebih tepatnya.

Yeonjun ngebully? Kayaknya belum pernah dah, batin Hyunjin.

Tapi lawan bicaranya juga menjawab dengan tidak jelas, membuat mereka semakin penasaran keduanya sedang membicarakan hal apa.

“Wah, mulai berani, mau gue abisin di sini?”

“Maaf,”

“Maaf, maaf, sayangnya mana?”

“Maaf, Sayang.”

Sayang? Hyunjin dan Wooyoung saling lirik. Kenapa tiba-tiba kata sayang keluar? Apa mereka tidak salah dengar?

Yeonjun menghela napasnya berat, “Udah aku bilang kamu jangan ke ruang BK lagi, kenapa bandel banget, hm?”

“Kan aku udah bilang ada yang masih perlu diselesain kemarin, kamu juga ga usah pake lo-gue lagi atau aku keluar nih ya?”

Wooyoung dan Hyunjin panik ketika kenop pintu bergerak, mereka bersiap kabur tapi sepertinya terdengar suara tubuh saling bertubrukan ... Yeonjun memeluk orang itu?

“Kamu suka liat aku cemburu.”

Cemburu? Ini ngomongin apa sih anjinggggg, batin Hyunjin penasaran.

“Kamu juga ngomelin aku terus padahal tau sendiri aku gak ngapa-ngapain,”

“Yaudah besok aku omelin Pak Soohyuk gimana? Biar gausah ganggu punyaku lagi? Hm?”

Punyaku? Punyanya Yeonjun? Lu ngomong apaan!!!, kini batin Wooyoung berteriak.

“Jangan, nanti kamu juga ikut diomelin dan aku gak suka-”

Belum sempat mereka memproses tentang percakapan tersebut lebih lanjut, suara kurang ajar setelahnya membuat tubuh mereka merinding. Ada suara kecupan tiba-tiba dan juga sedikit desahan mengeluh dari dalam sana.

Yeonjun cipokan?

Cipokan sama siapa, anjinggg?

Hyunjin dan Wooyoung saling berkomunikasi dengan mimik bibir tanpa suara yang keluar. Mereka pun semakin mempertajam pendengaran untuk mendengar perbuatan tidak senonoh Yeonjun alias ketua gengnya yang baru saja berciuman diam-diam di toilet sekolah.

“Junmmhh-pwah! Aku belum selesai ngomong jangan langsung nyium dong!”

Bisa mereka dengar sosok itu memukul pelan Yeonjun yang kini terkekeh, “Abisnya kamu gemes, kamu kenapa gemes banget sih, Gyu?”

GYU?

Bisa Wooyoung ketahui bahwa Hyunjin baru saja mengumpat ‘Anjing’ tanpa suara di sebelahnya. Ternyata prediksi mereka tidak salah, bahwa memang yang berada di sana adalah Beomgyu.

Ya, Choi Beomgyu yang juga berstatus sebagai musuh terbesar mereka di sekolah ini.

“Kalo gak gemes kamu gak suka aku,” Beomgyu ikut terkekeh, “yaudah karena kamu katanya masih cemburu, aku bolehin deh cium-cium sampe ga marah lagi,”

“Beneran?”

Beomgyu tersenyum penuh sayang yang tentu tidak bisa dilihat Hyunjin dan Wooyoung. Kedua telapak tangannya ia gunakan untuk menangkup wajah Yeonjun lembut.

“Selalu inget aku ini cuma sayang sama kamu,” satu kecupan mendarat di kening Yeonjun.

“Cuma suka sama kamu,” dua kecupan di kedua kelopak mata Yeonjun.

“Dan cuma cinta sama kamu,” tiga kecupan di hidung dan kedua pipi Yeonjun.

“Ga ada alasan cemburu lainnya kalo yang aku liat cuma kamu, ngerti?”

Yeonjun menatap Beomgyu di depannya dengan tidak percaya. Jarang sekali Beomgyu memperlakukannya seperti barusan, ia rasa hari ini akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya.

Tapi Yeonjun tetaplah Yeonjun, semakin diperlakukan seperti itu semakin juga dirinya ingin meminta lebih.

“Ngerti, tapi kurang kamu belum cium ke bibir,”

Beomgyu terkikik geli, “Yaudah iya, ini aku pake yang rasa apa dulu?”

Mint choco ada?”

“Aku gampar mau?”

“Hehe, becanda, cantik. Ga usah pake apa-apa, aku mau rasa Beomgyu aja.”

Belum sempat Beomgyu menjawab tapi bibir Yeonjun lebih dulu membungkam miliknya. Menciptakan suara-suara berciuman kembali terdengar dan kini lebih jelas, seperti bagaimana cipakan keduanya dalam bersilat lidah dan saling melumat.

Bisa diketahui bahwa Yeonjun sangat dominan dalam posisi saat ini, karena seringkali Beomgyu mengeluarkan keluhan seperti kehabisan napas, tapi erangan Yeonjun seakan memaksanya untuk tetap melanjutkan ciuman mereka.

Kepala Hyunjin dan Wooyoung mulai pening, apa yang mereka dengar sejak tadi benar-benar menguras energi sama sekali. Ini persis seperti rekaman cd drama mesum yang pernah mereka dengar secara iseng waktu sedang menginap di rumah Woojin.

“Mmh-Ah~ Jun! Kenapa kamu tiba-tiba ke leher~” Beomgyu mulai terdengar lemas tapi sedetik kemudian ia sedikit menaikkan suaranya, “Ah! Jun! Kenapa kamu isep! Kan cuma boleh cium, mana ini sampe merah banget lagi!”

“Sengaja, biar kalau kamu lagi deket-deket sama siapa pun mereka bisa liat ada tanda ini,”

Beomgyu memukul Yeonjun yang masih menciumi leher dan tulang selangkanya, “Kamu mah, nanti malah makin dicap anak bandel ih, gimana kalo ketauannya sama guru? Mau kamu aku dikeluarin?”

“Bilang aja digigit tawon,”

“Mana ada ta-wmhh! Bibir kamu aku tepok nih ya, tiap orang ngomong dicium terus,”

“Tepoknya pake bibir kamu, sini sekali lagi,”

Dan untuk kesekian kalinya Yeonjun mencium bibir Beomgyu, mengisapnya, melumatnya, memanjakannya seakan sekarang adalah hari terakhir mereka bisa berciuman. Beomgyu juga tidak menolak untuk itu, ia justru melingkarkan tangannya di leher Yeonjun dan sesekali tangannya menjambak pelan helaian rambut kekasihnya, menyalurkan rasa saling menginginkan satu sama lain.

Sial, mereka benar-benar sinting.

Hyunjin sudah tidak tahan, akhirnya ia langsung beranjak dari tempat itu dan memilih untuk berdiri di koridor dekat toilet. Wooyoung menatapnya sambil sedikit tertawa canggung dan menyempatkan diri untuk memfotonya, sungguh ia tidak menyangka dengan apa yang baru saja terjadi dan mereka dengarkan.

Tak lama setelah itu terdengar suara pintu yang berusaha dibuka, reflek Hyunjin dan Wooyoung segera bersembunyi dari sana agar tidak ketauan. Bisa mereka lihat yang pertama kali keluar adalah Beomgyu yang sudah sangat acak-acakan, seragamnya yang dikancingi sampai atas, rambutnya yang sedikit basah, dan juga bibirnya yang memerah total. Tapi sialnya pemuda itu berjalan dengan santai ke arah lain seakan-akan tidak terjadi apa pun sebelumnya.

Hyunjin dan Wooyoung akhirnya keluar dari persembunyian mereka ketika Beomgyu sudah tidak terlihat, bertepatan dengan Yeonjun yang juga muncul dengan perasaan hati yang terlihat sangat baik karena kini ia sedang tersenyam-senyum sambil menyisir rambut basahnya dengan jari.

Hyunjin bergidik ngeri ketika melirik singkat bibir Yeonjun yang bertambah tebal dan sama merahnya dengan Beomgyu barusan.

Orang gila, batin Hyujin.

Yeonjun menatap kedua temannya bingung, “Lo mau ke toilet juga?”

“H-hah? I-iya, gue mau kencing,” jawab Wooyoung sedikit terbata.

Yeonjun mengangguk-angguk, “Udah sepi banget masuk aja, semua biliknya kosong, gue cabut ke kelas duluan ya.”

Yeonjun tidak lagi menunggu jawaban yang keluar dari mulut mereka melainkan bergegas untuk kembali ke kelas. Wooyoung dan Hyunjin kembali bertatapan dan menggeleng tidak percaya atas reaksi Yeonjun yang juga terlihat santai sama seperti pacarnya itu.

“Karena sepi makanya lo berdua ciuman, bangsaatttt!”

Hyunjin mengumpat frustasi dan disauti oleh tawa kencang Wooyoung yang juga tidak tahu harus bereaksi apa setelah ini.

“Lo beneran ga jadi kencing juga, Yong?”

Wooyoung tersenyum penuh dengan raut tertekan, “Kaga, udah kering.”

“Bangsat.”

Hyunjin benar-benar lemas. Tapi karena kejadian barusan, akhirnya menjawab semua rasa penasarannya tentang maksud Jeongin dan juga hal mencurigakan yang terjadi di antara mereka berdua.

Ya, jawaban simpulannya adalah Yeonjun dan Beomgyu ternyata sedang menjalin hubungan rahasia di belakang mereka semua. []

© 2021, moawaua.